"Kau pikir kau akan bisa kabur semudah itu?"
Mendengar Fadwa bertanya dengan nada mengejek, membuat Riana menggigit bibirnya. Bagaimana bisa Fadwa muncul di sini? Kenapa? Bukankah terakhir dia berada di lapangan stadion bersama Raja yang sedang kesusahan menghadapi sosok itu?
Fadwa mengangkat busurnya, seolah hendak memberikan intimidasi bagi Riana. Apalagi ditambah perkataannya, "tidak semudah itu, Nak."
Mia mengigit bibirnya keras. Instingnya mengatakan kalau laki-laki yang berada di depannya itu berbahaya. Nia juga sama, dia menggengam telapak tangannya kuat, berusaha menguatkan tekad.
"Aku akan membawamu kembali ke—au!"
Fadwa langsung menoleh ke asal sumber rasa sakit di kepalanya. Tadi saat dia bicara serasa ada yang memukul kepalanya. Dan ketika dia menoleh, memang benar lah firasatnya. Ada yang memukulnya dan itu adalah muridnya sendiri, Iodan.
Sama seperti gurunya, Iodan kini mengenakan jubah hitam. Dia baru saja datang ketika Fadwa mengancam Riana. Dan tanpa pikir panjang lagi, Iodan menjitak kepala gurunya.
"Kau gila!" geram Iodan murka. "Kita baru saja hampir menghancurkan satu dunia ini. Apakah kau masih ingin bermain-main dengan pemilik Buku Masa Depan?!"
Riana yakin kalau yang dimaksud pemilik Buku Masa Depan itu adalah dirinya. Tapi saat melihat kedua orang ini beserta interaksinya, otak Riana menjadi bingung. Keduanya tak tampak ingin menyerang. Apalagi Iodan. Ataukah ini hanya bawaan sifat polosnya?
Tak lama kemudian, Iodan sadar bahwa Riana kini menatapnya dengan ekspresi kelewat bingung.
"Ah, maafkan aku. Pemilik Buku Masa Depan," dia berkata penuh penyesalan sambil menundukkan kepalanya merasa bersalah. Dia membanting lututnya ke tanah, berlutut di hadapan Riana.
Dan tentu saja Riana tambah bingung ketika di hadapannya Iodan berlutut. "Aku tak melindungi dirimu, bahkan aku dengan berani-beraninya mencelakakan dirimu. Sekali lagi, tolong maafkan aku."
Mia dan Nia saling berpandangan, mengirim pesan telepati yang mungkin hanya bisa dilakukan sepasang saudara. Mereka bingung? Tentu saja, Riana sendiri juga bingung.
"Kalian sebenarnya hendak menyerang kami atau apa?" Nia mewakili pemikiran ketiga gadis yang dilanda kebingungan. "Sesaat yang lalu kalian hendak menangkap Riana. Tapi kenapa kalian sekarang berlutut dan membunuh orang yang akan mencelakakan Riana?"
"Yap, kami hendak menculik Ria—"
Kembali Fadwa mendapat pukulan dari Iodan sesaat setelah mengatakan hal tak masuk akal itu.
"Sebaiknya kita jangan bicara di sini."
Iodan memberi tatapan waspada.
Tanpa mereka tahu, bukan hanya Iodan yang merasa waspada. Riana pun kini merasakan waspada. Dia takkan terjatuh ke lubang yang sama. Dia takkan mempercayai Iodan maupun gurunya, Fadwa kembali.
o0o
"Kau tahu?" Iodan berkata sambil menuangkan teh panas yang baru saja diseduhnya. Dia menambahkan gula dan mengaduk kelima cangkir itu sebelum akhirnya berkata, "aku sama sekali tak menyangka kalau kau adalah pemilik Buku Masa Depan."
Riana pun tahu apa arti kata Iodan. Dan jujur saja, Riana juga masih sulit mempercayainya. Yang diingat oleh Riana adalah dia hanya gadis empat belas tahun yang kurang kasih sayang orang-tua. Dan pada ulang tahun ke empat-belasnya, dia menderita sakit parah. Tak ada dalam benak Riana sekalipun kalau dirinya adalah pemilik buku pusaka tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...