Pertama kali melihat pemuda itu memeluk tubuh temannya, entah kenapa Lia merasa tak nyaman. Seolah ada yang salah. Dan kenyataan bahwa sekeliling mereka berantakan menguatkan asumsinya. Tapi meski begitu, dia tak peduli.
Lia berjalan mendekat dengan langkah tergopoh-gopoh. Sekarang ini dia tak peduli, yang dipedulikannya sekarang hanyalah Riana. Dia telah menjadi alasan terakhir Lia untuk tak berputus asa pada dunia ini. Gadis kecil itu, sama sekali tak sadar kalau dia telah mengubah banyak hal dalam hidup Lia.
Karna bagi Lia yang sekarang, Riana ini merupakan satu-satunya alasan mengapa dia harus tetap hidup. Ini adalah bayaran baginya. Bayaran yang penyelamatnya minta setelah menyelamatkan hidupnya dua kali.
Tapi saat Lia berjongkok dan menyentuh tangan Riana yang telah dingin, air mata kembali meleleh dari matanya. Apakah ia terlambat? Setelah semua yang terjadi padanya, apakah Riana juga akan meninggalkannya?
Lantas kalau begitu, kenapa wanita penyelamatnya lagi-lagi menyelamatnya? Bukankah yang ia minta adalah Lia untuk melindungi Riana? Lantas untuk apa Lia hidup?
Wanita penyelamat itu telah menukar dua kali nyawa Lia dengan satu permintaan. Simpel dan sederhana, jaga Riana. Tapi bahkan sesaat setelah permintaan itu tersampaikan, Lia langsung mengingkarinya? Dia tak bisa menjaganya?
"Bisakah kau mengembalikannya?" terdengar gumaman lemah dari pemuda yang kini sedang memeluk Riana. Lia memang tak mengenalnya, tapi melihat bagaimana dia membawa Riana dipelukannya menandakan seberapa dekat hubungan mereka.
Dalam sekejap saja, air mata yang dikiranya tadi sudah habis kembali mengalir lewat pipi Lia. Membawanya kembali? Tentu tidak. Memangnya ada yang bisa?
"A-aku..." katanya tergagap, tak bisa menyampaikan dengan lancar. "Aku tak bisa melakukannya."
Pemuda itu bergerak cepat menyambar leher Lia. Dia mencengkramnya erat meski hanya dengan sebelah tangannya. Matanya melotot marah, dia jelas tak terima jawaban Lia. "Kau harusnya bisa! Kau adalah penyembuh terhebat di dunia ini. Harusnya kau bisa menyembuhkan Riana. Kau harus bisa membawa kembali Riana-ku!"
Ah... Semakin lama, semakin sadarlah apa hubungan diantara keduanya. Dan bagi Lia, ini malah tambah menyedihkan saja. Bagaimana bisa seseorang memeluk mayat kekasih tercintanya?
"Kembalikan Riana-ku! Atau seluruh semesta ini akan aku hancurkan dengan tanganku."
Jika Lia kali ini bisa bicara, tentulah dia akan menjawab, 'Silahkan saja. Lagipula itu sudah tak ada lagi hubungannya denganku.' Sungguh, dia ingin menjawab demikian. Tapi saat melihat wajah Riana yang seperti tertidur dengan tenang dan damai, Lia meragukan kata hatinya.
Mungkin dia memang sudah tak peduli, mungkin semesta ini juga tak lagi berhubungan dengannya. Tapi bagaimana dengan Riana?
"Riana akan marah kalau kau menghancurkan segalanya," Lia berkata patah-patah. Cekikan di lehernya membuatnya kesulitan bicara dan bernapas. Tapi dia juga sama sekali tak berniat melepaskan tangan yang tiba-tiba menyambar lehernya. Biarkan saja seperti ini.
"Makanya, cepat bangunkan dia!"
Matanya semakin berkunang-kunang takkala dia mendengar bentakan marah itu. Tapi memangnya apa yang bisa Lia lakukan? Jangankan menyelamatkan Riana, menyelamatkan dirinya sendiri saja dari cekikan pemuda ini dia tak mau.
Mungkin karna semakin kesal atau malah dia sudah sadar apa kesalahannya, pemuda itu menghempaskan tangannya, membuat Lia terhenyak ke belakang. Tangan pemuda itu lepas dari leher Lia, membuat pasokan oksigen mengalir cepat. Lia tersungkur di tanah, terbatuk-batuk parah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...