37. Semuanya akan membaikan?

1.5K 157 13
                                    

"Pa, Rendy rindu kumpul bareng kalian lagi,"

"... Ayo pulang, Rendy nunggu kalian disini."

"Hallo, Rendy, sayang kamu masih di sana nak?" Dira dapat mendengar jelas nada sumbang anaknya.

Tiba-tiba saja perasaan nya tidak enak, ia khawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada Rendy di sana. Perasaannya akhir-akhir ini selalu sensitif.

"Sambungan nya terputus, mas." Aldy dapat melihat jelas raut khawatir sang istri.

"Mas, anak kita nggak baik baik aja. Rendy nggak baik baik aja, Aku khawatir, apa kita pulang sekarang?" Aldy menggeleng sebagai jawaban, belum saatnya.

"Apa kita nggak keterlaluan?" Aldy meraup wajahnya, pria itu juga sangat merasa bersalah pada Rendy. Tetapi, dirinya harus memberikan anak itu pelajaran atas perbuatannya.

"Ini terbaik untuk nya."

"Aku mau kita pulang secepatnya mas, Aku merindukan anakku."

"Aku merasa sangat jauh dengan nya, anakku pun begitu sungkan padaku. Ini tidak seperti hubungan ibu dan anak yang seharusnya. Aku merasa jadi ibu paling buruk."

"Aku mau memperbaiki hubungan kita yang renggang mas."

"Satu atau Dua minggu lagi kita akan pulang, kita perbaiki hubungan kita dengan nya dan beritahu dia berita bahagia Rendy pasti akan senang mendengar nya." Dira mengangguk, semoga saja setelah ini hubungan mereka membaik.

"Aku nggak sabar, mas." Aldy mendekat dan memeluk istrinya.

"Setelahnya kita akan hidup bahagia Seperti keluarga yang sesungguhnya."

***

"Gue nggak boleh terus kayak gini, ini bukan lo banget Rendy."

"Harusnya gue nggak matiin telfon gitu aja." Bodoh, satu kata yang cocok untuknya. Rendy menelpon mereka penuh perjuangan dan setelah di angkat ia malah mematikannya begitu saja.

Ia ingin menelfon ulang tetapi takut panggilan nya di tolak, itu sama saja menyakiti diri sendiri.

Ponsel Rendy bergetar ia langsung saja mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai. Rendy sangat berharap jika yang menghubunginya adalah mama, mungkin saja mamanya khawatir, boleh kan Rendy berharap seperti itu?

Wajah Rendy tersenyum lebar ia langsung mengangkat panggilan itu tanpa melihat nama orang yang menghubunginya.

"Akhirnya di angkat juga, kamu kemana aja sih? Sibuk lagi iya? Sibuk aja terus udh nggak usah peduliin kesehatan kamu sendiri, toh yang ngerasain sakitnya juga kamu kan?"

Wajah Rendy yang tadi tersenyum lebar sekarang hanya menampilkan senyum tipis. Benar kata orang berharap berlebihan itu menyakitkan.

"Rendy? Hallo, kamu di sana kan? Kamu dengerin mbak ngomong kan? wah nih anak ke mana kok nggak ada suaranya, jawab mbak dong kamu nggak so-"

"Mbak." Hanya kalimat itu yang dapat terucap darinya.

"Hei, kamu kenapa? Ada apa sini cerita sama mbak. Apa perlu mbak ke sana?" Rendy dapat mendengar jelas nada khawatir mbaknya itu.

"Aku kira tadi yang telfon mama, ternyata mbak." Zira terdiam di sebrang sana, ia dapat mendengar nada kecewa yang Rendy lontarkan.

"Mbak ke sana ya?" Rendy menggeleng walaupun ia tau mbaknya tidak akan melihat itu.

"Nggak usah mbak, aku baik-baik aja. Mbak juga pasti masih ada pasien kan?"

"Mbak bisa nyerahin pasien mbak ke rekan mbak yang lain."

I'M OKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang