22. Serangkaian tes

1.9K 146 11
                                    

Seorang pemuda sedang berdiri di luar ruangan VVIP, didalam sana Rendy terbaring lemah dengan berbagai alat penunjang hidup. Pemuda itu meringis melihat alat-alat tersebut. Sudah tiga hari ini ia selalu datang ke rumah sakit untuk mengawasi perkembangan Rendy.

Ia tau apa yang terjadi terhadap Rendy selama ini. Hampir semua ia tau, Rendy yang selalu menyendiri, Rendy yang selalu datang ke taman untuk menenangkan diri, Rendy yang selalu memohon maaf pada gadisnya. Rendy yang menyembunyikan rasa sakitnya dari orang lain. Rendy yang berlaga kuat padahal ia lemah.

"Seorang Rendy Jordan Sadlyansyah pemuda pintar tetapi bodoh karena cinta, cuma karena mau ngedapetin maaf dia aja lo harus ngorbanin kesehatan lo sendiri. Hadeh bucin-bucin."

"Lo nggak sadar kalau orang di dekat lo adalah musuh terbesar lo sendiri Ren."

"Gemes banget gue sana lo, rasanya pengen gua kurung biar nggak ada orang yang nyakitin lo lagi!"

"Kebo banget lo tidur! Nggak pegel apa lo tidur selama 3 hari?" Ujar seseorang yang sedari tadi berceloteh di depan pintu kaca ruang rawat Rendy.

"Gue cuma bisa ngawasin lo dari jauh." Setelahnya orang itu langsung pergi dari ruangan Rendy.

***

Setelah shif nya selesai zira langsung membawa langkah kakinya menuju ruangan Rendy.

Zira membuka pintu ruangan Rendy, hal pertama yang ia lihat adalah Rendy yang terbaring lemah di atas bangsal dengan berbagai alat penunjang hidup, keadaan nya memang sudah membaik tetapi pemuda itu belum juga sadar dari tidur lelap nya.

"Hei! Nggak capek apa tidur terus?" Ujar zira sambil mengelus tangan Rendy yang terbebas dari infus.

"Mbak emang pengen ketemu sama kamu tapi nggak dalam keadaan seperti ini. Mbak kangen kamu yang bawel lho, ayok bangun mbak kangen kamu."

Selama tiga hari ini tidak ada seseorang yang masuk kedalam ruangan Rendy selain dirinya. Gadis yang mengantarkan Rendy waktu itu tidak pernah datang lagi kesini.

Wajah Rendy terlihat sangat tenang tetapi zira tidak menyukainya. Zira lebih menyukai Rendy yang selalu menjailinya. Rendy yang ceria, Rendy yang selalu mencari ribut dengan nya. Selalu bisa membuat zira kesal.

"Kamu nggak kangen sama mbak? Bangun dong masa tidur terus, udh lama kita nggak ketemu sekalinya ketemu kamu nya malah tidur begini. Mbak nggak like."

Zira merasa genggaman tangannya terbalas langsung mendongak untuk melihat wajah Rendy yang perlahan membuka matanya.

"Rendy?" Panggil zira membuat pemuda itu memfokuskan pandangannya kearah zira.

"Mbak," Zira mengangguk dengan senyum yang terpatri di wajah cantiknya.

"Iya ini mbak, gimana keadaan kamu? Apa ada yang sakit?" Rendy memandang Zira dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Mama sama papa?" Ujar Rendy lirih tetapi masih dapat di dengar oleh zira karena ruangan yang sunyi.

Zira bingung harus menjawab apa, tidak mungkin ia menjawab kalau orangtuanya lebih mementingkan pekerjaan dari pada anak nya sendiri.

"Mereka sibuk kan mbak? Nggak papa Rendy ngerti kok." Ujarnya dengan senyuman yang terpatri di wajah rupawan nya walaupun wajah itu terlihat pucat.

Rendy harap kalian baik-baik aja disana. Rendy kangen kalian ma, pa.

"Ah iya kamu tadi kok bangun nggak nanya gini 'aku dimana?' biasanya orang yang baru bangun dari pingsan itu ngomong kayak gitu." Ujar zira mengalihkan pembicaraan.

I'M OKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang