19. Rumit

1.4K 126 7
                                    

Hari ini hari pertama Rendy menjadi siswa kelas XII SMA Taruna Bangsa. Saat Rendy berjalan menuju kelas, ada seseorang yang menepuk punggungnya membuat Rendy reflek ingin menonjok orang itu.

"Anjir gue kira siapa?!" Ujar Rendy kesal pada remaja didepannya. Remaja itu malah cengengesan tak merasa bersalah sedikit pun.

"Atuh dari tadi gue panggilin lo nya nggak nyaut-nyaut. Yaudah deh gue tepok aja." Ujar Satya tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Ya maap, terlalu pokus ke depan sampe nggak mau liat kebelakang." Satya memutar bola matanya malas.

"Gila ya? Kita udah kelas 12 aja." Rendy mengangguk. Tak terasa bahwa sebentar lagi mereka akan berpisah. Masih satu tahun lagi deng.

"Eh bentar?" Rendy menaikan alisnya tanda bertanya?

"Kok lo cekingan? Terus ini muka kenapa pucet,  bibir juga! Lo sakit Rendy?" Segitu pucat kah?

"Nggaklah kan gua strong." Elaknya.

"Beneran? Jujur lo sama gua!" Rendy mengangguk yakin walau dalam hatinya ia tidak yakin.

"Awas aja lo boong sama gue! Oh iya liburan kemaren lo kemana aja?" Tanya satya

"Gue ke kamar mandi, ke dapur, ke ruang makan, ke kolam renang, ke taman belakang rumah, ke ruang keluarga,  ke perpus dll." Ya, kamar Rendy terdapat perpus. Pemuda itu suka sekali membaca-baca buku tentang kedokteran. Tentang berbagai penyakit, gejala, dan semua yang berurusan tentang kedokteran. Tapi seperti nya cita-cita nya akan pupus, orang-tua nya tidak setuju Rendy menjadi dokter padahal dulu mereka mengizinkannya. Tapi sekarang? Mereka ingin Rendy meneruskan perusahaan mereka.

Satya memutar bola matanya malas. Tabiat Rendy ternyata tidak pernah berubah.

"Bilang aja lo cuma di rumah doang, gitu aja susah banget Ren." Sindir Satya. Rendy malah cengegesan. Liburannya tak seperti keluarga sahabatnya yang akan menghabiskan waktu mereka dengan berkumpul dan berliburan bersama.

Lihatlah setelah kejadian dimana papa dan mamanya meminta Rendy untuk meneruskan perusahaannya sampai sekarang mereka belum juga pulang, udh kayak bang Toyib tapi ini sama istrinya.

Liburan Rendy hanya di rumah paling paling dirinya ke taman, ke cafe, pokoknya dekat-dekat sini lah. Pemuda itu memang suka berpergian tapi jarang.

"Emang lo kemana sat?" Tanya balik Rendy.

"Kemaren keluarga besar gue liburan ke puncak, gila liburan di sana kita ngabisin waktu bareng-bareng Ren. Di sana kita metik daun teh, sepedahan, pokoknya seru-seruan lah kita di sana." Ujar Satya antusias. Tanpa Satya sadari bahwa Rendy tersenyum kecut, merasa iri dengan keluarga sahabatnya yang bisa berlibur bersama.

"Wih seru dong sat?" Rendy kembali memasang wajah cerianya pada Satya. Dirinya tak boleh memasang wajah menyedihkan.

"Seru banget anjir, gue nggak akan lupain kenangan itu. Udah gitu di sana juga ada sepupu gue makin nambah seru terus sepupu gue bawa pacarnya kan anjir banget." Rendy mengangguk. Merasa bahagia juga karena sahabatnya bahagia. Kebahagiaan sahabatnya juga kebahagiaan Rendy.

"Gue duluan, mau ke toilet dulu." Rendy mengangguk.

Saat mau menuju kelas Rendy tak sengaja melihat fayra, Rendy mendekat kearah gadis itu dan tersenyum manis padanya. Seakan-akan melupakan kejadian waktu itu, atau memang pemuda itu melupakan nya?

"Hai, Ra. Apa kabar?" Gadis itu melirik Rendy sekilas dan tersenyum sinis.

"Buruk! Karena ada lo disini!"

"Gue seneng karena bisa ketemu sama lo lagi!" Ujarnya dengan semangat yang sangat membara.

"Nggak ada kerjaan lain gitu selain lo ngegangguin gue terus?" Rendy menggeleng dengan polos.

I'M OKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang