|| hilystyllinsx ||

153 13 3
                                    

di play ya lagunya. wkwk.

FOREVER AND ALWAYS

Perasaan gugup menyelimutiku saat kugenggam tangan wanita itu, hendak menyematkan cincin ke jari manisnya yang panjang dan lentik. Tangannya putih dan halus, dan mengingatkanku akan seseorang. Seseorang yang telah lama tinggal di sebuah tempat di sudut kepalaku, membuatku mengingat kembali segala kenangan di masa yang sudah lalu. Aku menghela nafas, mengenyahkan bayangan gadis itu, dan akhirnya berhasil memasukkan cincin ke jari Kristen, calon isteriku.

Si penghulu mengucapkan beberapa patah kalimat, menolehkan kepala ke Kristen.

“Ya. Aku bersedia.”

“Dan Harry Styles, apakah kau bersedia mempersunting Kristen Hall sebagai isterimu sampai maut memisahkan kalian?” tanya si penghulu.

Kristen menatapku. Semua orang menatapku. Aku bisa saja menggeleng dan berkata aku tidak bersedia, aku tidak sanggup, aku tidak mau. Bayangan gadis itu makin terasa nyata, bahkan aku bersumpah melihatnya di antara para tamu undangan. Aku memejamkan mata sejenak. “Ya,” aku memaksa kata itu keluar. “Aku … aku bersedia.”

Rasanya seisi ruangan menghela nafas mendengar jawabanku. “Sekarang silahkan mencium pengantinmu.”

Tidak. Aku tidak mampu melakukan ini. Saat menundukkan kepala, aku tidak melihat wajah Kristen. Matanya terkatup, menungguku untuk menciumnya, namun wajahnya bukan wajah Kristen. Aku melihat gadis yang selama ini tinggal di dalam kepalaku—Chyntia, dengan rambut hitam legamnya, batang hidung yang panjang, dan bibir yang tipis dan merah. Tidak, aku tidak bisa. Aku pun hanya memberikan kecupan di pipi Kristen. Atau Chyntia. Atau Kristen yang wajahnya berubah menjadi wajah Chyntia.

“Harry?” gerutu Kristen. Aku tahu ia Kristen dari nada bicaranya. Aku menghela nafas lega. “Apa yang kau lakukan?”

Gemuruh tepuk tangan membahana di seisi ruangan, dan Kristen langsung melupakan perbuatanku tadi. Ia memamerkan senyum lebarnya kepada para tamu. Aku mengikuti yang ia lakukan, walau harus memaksa bibirku untuk membentuk sebuah lengkungan. Kami berjalan meninggalkan altar, diiringi senyum bahagia dan haru dari semua orang. Ratusan kelopak bunga berwarna lembut menghujani kami, tapi aku tidak berkonsentrasi pada hal-hal itu. Mataku jelalatan, mencari-cari apakah Chyntia benar-benar datang, atau aku hanya berhalusinasi tadi.

Selang beberapa waktu dan ucapan selamat yang rasanya tidak akan berhenti, kini semua orang duduk di meja bundar mereka, berhias taplak putih berenda dan bunga-bunga. Kristen yang memilih dekorasi seperti itu. Kami duduk di meja ditengah, memperhatikan orang-orang yang sedang menikmati hidangan mereka. Kue, roti, makanan  berat, minuman. Semua orang nampak bahagia di hari bahagiaku.

Lalu aku melihatnya. Melihat Chyntia. Ia lewat begitu saja di hadapanku, dengan gaun putih sedengkul, rambut diikat tinggi, dan bunga yang tersemat di telinganya. Ia cocok mendampingiku di altar tadi.

“Itu temanmu?” bisik Kristen, jarinya menunjuk Chyntia yang sedang mengambil cocktail.

Aku sudah menceritakan tentang Chyntia kepada Kristen, namun dengan versi yang tidak sarat bumbu, menghilangkan bagian kalau kami dulunya sepasang kekasih. “Namanya Chyntia,” begitu aku memulai ceritaku kala itu. “Ia temanku sejak kelas empat sekolah dasar sampai sekolah menengah, lalu ia pindah ke Boston untuk melanjutkan kuliah.”

“Ya,” balasku.

“Apakah ia akan menyampaikan pidato singkat juga untuk kita?”

Benarkah? Aku menatap Kristen, lalu Chyntia yang berjalan ke arah kami. Chyntia akan memberikan pidato di hari pernikahanku? Perasaan yang bercampur aduk memporak-porandakan suasana hatiku. Aku tidak tahu kalimat macam apa yang akan disampaikannya, walau aku tahu Chyntia tidak akan mengatakan sesuatu yang buruk karena ia bukan jenis orang yang pendendam. Ia baik, lembut, dan tulus.

compass || oneshot requestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang