|| lilyxgeorgie ||

1.4K 52 19
                                    

Aku selalu merasa mengenal Calum dengan amat baik. Tiap kami bertatapan, aku bisa menebak apa yang ia pikirkan. Dari gelagatnya, air mukanya, bahkan jika perasaan atau pikiran itu ia simpan jauh di dalam kepalanya.

Toh begitu, aku tidak pernah benar-benar berbicara dengannya, bertatap muka secara langsung. Ia harus meluangkan waktu untuk kekasihnya - Jenna Tisdale - dan tim sepak bolanya dan keluarganya dan teman-temannya dan penggemarnya dan dirinya.

Aku sendiri bukan jenis gadis kutu buku yang culun. Aku mendapat peringkat bagus di sekolah, dan aku terbiasa memberikan pidato di setiap acara sekolah. Karena aku murid berprestasi. Dan karena itu juga, aku akhirnya bisa duduk di satu meja dengan Calum di kafetaria. Ada beberapa meja yang khusus untuk anak-anak 'kelas atas.' Yaitu untuk atlet seperti Calum, pemandu sorak, anak yang memang keren walau ia tidak harus berusaha seperti Jenna Tisdale, dan akhirnya ada aku dan beberapa anak lain dari klub jurnalistik yang sudah punya nama.

Dan satu hal yang tidak diketahui siapapun; aku dan Calum sebenarnya lumayan dekat karena kakakku dan kakaknya Calum sangat dekat. Namun karena beberapa alasan yang sebenarnya tidak pernah kami diskusikan, kami memilih untuk bersikap seperti orang asing bila berpapasan di koridor sekolah. Dan rasanya memuakkan harus terus berpura-pura seperti itu.

Terutama setelah aku sadar kalau setiap berada di dekat Calum, atau tiap pandangan kami bertemu, atau tiap lengan kami tak sengaja bersentuhan, detak jantungku menjadi puluhan kali lebih cepat. Aku selalu menghindari pandangannya supaya pipiku tidak berubah warna menjadi merah yang memalukan.

"Lama menunggu?" seru suara dari belakangku, dibarengi dengan helaan nafas. Aku tersenyum kecil saat melihat Calum berusaha mengatur nafasnya. Aku tidak tahu ia lari dari apa. Atau siapa.

"Tidak juga," aku menggeleng.

"Jadi, tujuan selanjutnya adalah?"

"Rumah."

Kami berjalan, dan untuk beberapa saat, keheningan menyergap kami. Calum mungkin masih berusaha mengatur nafasnya sementara aku terlalu malu untuk memulai percakapan. Salah satu kelemahanku. Kalau sudah seperti ini, kadang aku berpikir betapa mengasyikkan menjadi Jenna Tisdale. Ia keren, cantik, mudah bergaul, dan ia adalah pacar Calum.

"Memikirkan apa?" Calum menyikutku, membuat lamunanku buyar.

Aku menggigit bagian dalam pipiku. "Menu makan malam,"

"Berani taruhan kau akan memesan dari restoran cina," ia tersenyum miring. Perutku langsung jungkir-balik. "Seperti biasa. Atau, kau bisa makan di rumahku. Mali dan Fel bisa pergi ke luar untuk makan malam. Kenapa kita tidak?"

Ini namanya menggoda. Kalau aku sekeren Jenna, aku pasti sudah tertawa ngakak sambil mendorongnya lalu menciumnya. Sayangnya itu tidak akan pernah terjadi.

"Jadi?"

"Jadi apa?" aku balik bertanya.

"Kau akan makan malam di rumahku, kan, Fany?"

< < < <

Calum payah dalam memasak, dan semua orang tahu itu. Satu jam sebelum acara makan malam itu, Mali memintaku datang dan membantunya memasak untukku dan Calum. Ia dan kakakku akan makan ke luar, seperti tebakan Calum.

"Pokoknya, jangan mengacau!" pesan Mali sebelum ia dan kakakku pergi meninggalkanku. Dan Calum. "Aku dan Felicia akan kembali secepat mungkin."

Aku menutup pintu depan, lalu berjalan ke ruang makan. Calum sudah duduk di kursi sambil menunduk memainkan ponselnya. Jenna, tentu saja. Aku duduk di kursi yang berseberangan dengannya, memainkan garpu untuk menghabiskan waktu.

compass || oneshot requestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang