Seiring berjalannya waktu, kadang aku suka mempertanyakan hubunganku dengan Ashton, berpikir apakah aku masih mencintainya atau tidak. Mengapa cinta terasa begitu indah di hari-hari pertama dan berubah menjadi biasa-biasa saja di hari selanjutnya? Maksudku, aku mencintainya, aku tidak ingin Ashton meninggalkanku, namun aku sering kehabisan bahan pembicaraan saat berbincang dengannya.
Kuharap aku bisa tahu apa yang ada di dalam pikiran Ashton. Apa pendapatnya soal situasi kami sekarang, apa yang ia pikirkan tentangku yang tiba-tiba menemukan hobi baru yang jauh lebih menyenangkan dan kuanggap sebagai 'pelarian' dari kisah cinta kami yang tidak semenggelora dulu. Apakah Ashton membenciku?
Aku menghentikan laju gokart di garis finish, lalu keluar dari dalamnya. Inilah pelarianku dari hubungan kami yang makin canggung—balap gokart. Aku suka sesuatu yang memacu adrenalin, dan Ashton dulu adalah sesuatu atau seseorang yang memacu adrenalinku. Namun kini, kurasa kau bisa tahu apa jawabannya.
Helen, sahabat karibku, sudah menunggu di kursi penonton saat aku menghampirinya dengan pakaian ganti. "Ada pesan masuk," ia menyodorkan ponselku.
Sepertinya itu dari Ashton, karena sebelumnya, aku mengirimkannya pesan agar menemuiku di restoran kesukaannya. Mungkin selama ini aku selalu ingin menang sendiri dan itu membuat Ashton terkesan menjaga jarak denganku.
Ash x: Oke. Aku sedang berangkat ke sana, Div!
Aku menghela nafas lega, lalu mengisyaratkan Helen agar mengikutiku ke mobil. Kuantar dia pulang terlebih dulu berhubung rumahnya terletak sebelum restoran tempatku dan Ashton janjian. Setelah itu, aku memacu mobil dengan kecepatan tinggi berhubung jalanan sepi dan aku sedang beruntung karena tidak kena tilang.
Sesampainya di halaman parkir restoran, aku tahu aku terlambat lima menit dan segera masuk ke dalam. Mataku mencari-cari Ashton di sudut ruangan, namun aku tidak menemukan lelaki itu. Apakah karena aku jarang bertemu dengannya dan kini otakku lupa seperti apa parasnya?
Aku duduk di sebuah meja yang memberiku pandangan langsung ke pintu masuk. Sesekali aku memainkan ponsel lalu mendongak mengawasi pintu, menunggu Ashton yang sampai sepuluh menit kemudian belum hadir. Kesabaranku hampir hilang, tapi aku berkata pada diriku jika aku pergi maka artinya aku egois. Kuputuskan untuk memberi Ashton lima belas menit lagi. Menunggu setengah jam bukan waktu yang lama dan mudah dilakukan. Tinggal memesan minuman atau appetizer, dan waktu akan bergulir lebih cepat.
Namun sampai aku selesai menandaskan potato wedges dan menyeruput minumanku sampai tak bersisa, Ashton tidak kunjung datang. Kemana ia? Seandainya jalanan macet, setidaknya ia bisa mengirimiku pesan. Tapi jalanan tidak akan macet menurut aplikasi pemantau lalu lintas yang ada di ponselku. Jadi, mengapa Ashton belum sampai juga?
Ash, kurasa aku tidak bisa ke restoran itu. Helen memintaku mengantarkannya ke rumah orangtuanya, di luar Sydney. Kuharap kau mengerti. Lain kali saja, ya? x
Kukirim pesan berisi dusta itu lalu meninggalkan restoran setelah membayar pesananku.
< < < <
Helen tiba-tiba tidak bisa menemaniku latihan gokart, dan saat aku memberanikan diri untuk menanyakan Ashton apa ia bisa menemaniku, jawaban yang kudapat adalah "maafkan aku, Div, tapi ada latihan di rumah Michael hari ini." Sepertinya hari ini Dewi Fortuna tidak berpihak padaku. Terpaksa, aku pergi latihan seorang diri. Pelatihku terus memarahiku karena aku terlambat setengah jam dan tidak bisa berkonsentrasi.
"Kau memutar kemudi ke kanan supaya tidak menabrak, Diva!" ujar pelatihku dengan nada tinggi. Aku menghela nafas, lalu memacu kembali gokartku untuk beberapa putaran lagi sebelum menyudahi latihan hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
compass || oneshot request
Short Story"compass points you anywhere, closer to me." [ ] open [ x ] closed ©2015 by nabila