hello (from the other side lOl)
it's been way too fuckin long but i decided to come back and finish these oneshots that i owe you all. i'm terribly sorry for the delay. i was just too caught up with life (yes, i have life outside the internet) and it took time for me to catch up.
i'll start updating oneshot from now on and hopefully the fifth queue will be up soon. well only if you're still interested in requesting here.
so byE and ily :) and sorry if this sucks. italic means flashbacks.
She loves me. She loves me not. She loves me. She loves me not.
Niall mencabuti kelopak demi kelopak bunga yang tidak ia ketahui jenisnya yang ia petik dari sebuah semak di taman. Seakan menggantungkan nasibnya pada kelopak bunga belum cukup menyedihkan, ia memetik bunga dengan kelopak genap. Yang artinya, jawaban yang akan ia dapatkan adalah she loves me not—ia tidak mencintaiku.
Menghela nafas, Niall membuang bunga itu dan tanpa sengaja menginjaknya. Setelah berdebat dengan Louis, teman sekamarnya, akhirnya ia diizinkan untuk keluar. Seperti kebanyakan orang yang patah hati, Niall melakukan banyak hal yang tidak masuk akal, terlalu di luar kewarasan manusia sampai-sampai Louis terpaksa menguncinya di kamar mereka.
"Kau harus berjanji tidak akan mengekspresikan kesedihanmu secara berlebihan," begitu kata Louis, tangannya terentang untuk menghalangi Niall dari kenop pintu. "Aku tidak mau ditelepon polisi dan harus membebaskanmu."
"Oke," hanya itu balasan Niall. Sebenarnya, Louis tidak percaya. Namun melihat temannya yang nampak begitu tersiksa, dengan berat hati ia bergeser dari pintu dan membiarkan Niall menghirup udara segar.
Mengekspresikan kesedihan, Niall mendengus saat mengingat kata itu. Lebih tepatnya, menunjukkan kalau aku sekarat.
Dunia luar jauh lebih membosankan tanpa Necha di sampingnya. Tidak ada yang menggelayuti lengannya dengan manja, atau menariknya ke sana sini, keluar masuk toko hanya untuk melihat-lihat atau membuat sedikit keributan dengan penjaga toko.
Mata Niall menangkap papan tanda sebuah toko, dengan huruf kapital berwarna putih. Music Box, begitu tulisannya. Toko yang selalu Necha kunjungi untuk melihat-lihat rekaman vinyl dari penyanyi kesukaannya, yang juga merupakan tempat pertama mereka bertemu. Di depan toko, ketika musim dingin empat tahun yang lalu. Mereka bertabrakan dan Necha hampir jatuh kalau saja Niall tidak menangkap pinggangnya.
"Terima kasih," ia tersenyum tipis. "Maaf, aku tidak melihatmu tadi."
"Bukan masalah. Kita didesak oleh kerumunan," balas Niall. Seminggu sebelum Natal memang selalu sibuk di kota itu. Semua orang turun ke jalanan, memenuhi toko-toko untuk mencari kado yang tepat bagi orang-orang terdekat mereka.
"Sepertinya semangat Natal benar-benar merasuki jiwa mereka," gadis itu mengangguk. "Namaku Necha," ia mengulurkan tangannya.
"Niall," mereka berjabat tangan, sedikit terlalu lama. "Kenapa kau tidak mengenakan sarung tangan?"
"Aku mewarisi darah Suku Eskimo," jawab Necha, diiringi tawa pelan. Tanpa sadar, kedua sudut bibir Niall terangkat. Ia memberikan tatapan yang-benar-saja pada gadis itu. "Tapi aku serius, Niall. Kakekku dulu tinggal di Kutub Utara."
"Bahkan kakekmu pasti mengenakan sarung tangan," Niall meraih tangan Necha yang dingin. "Kalau kau tidak keberatan, apakah kau ingin berjalan-jalan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
compass || oneshot request
Short Story"compass points you anywhere, closer to me." [ ] open [ x ] closed ©2015 by nabila