|| -nialler93 ||

135 13 6
                                    

hai @-nialler93 ini punya kamu yaa. maaf kalau gajelas :3


Hari ini hari Sabtu, namun Niall tidak bisa tidur di ranjangnya sampai matahari tepat di atas kepala seperti biasanya. Alarmnya terus berbunyi, dan ia terus men-snooze alarm di ponselnya. Lima menit kemudian, saat suara ibunya dan ketukan pintu menembus dinding kamar, Niall melompat dari tempat tidurnya dan bergerak cepat. Mengganti pakaian, mencuci muka, membereskan tasnya, dan turun ke bawah untuk sarapan.

"Kenapa lama sekali?" tanya ibunya, yang seharusnya menyambutnya dengan sapaan seperti selamat pagi atau semacamnya.

"Setidaknya aku masih cukup peduli untuk bangun pagi di hari Sabtu," Niall mencomot sebuah roti lapis dan memasukkannya begitu saja ke mulutnya.

"Duduk dan jangan menelan makananmu bulat-bulat! Kau nampak seperti monster yang kelaparan," Mrs. Horan menggelengkan kepala melihat kelakuan anaknya. "Lagipula, kau memang seharusnya peduli. Ini konsekuensi dari perbuatan bodohmu. Aku tahu kau membuat kesalahan dengan bergaul dengan anak - "

"Mum, kita sudah sepakat untuk tidak membicarakan hal ini," Niall, tanpa perasaan berdosa, melemparkan tatapan tajam pada ibunya. "Aku memilih dengan siapa aku berteman seperti kau memilih untuk meninggalkan Dad."

Mrs. Horan hanya bisa menghela nafas menghadapi sikap kurang ajar anaknya sendiri. Jelas bahwa anak lelaki itu membutuhkan ketegasan seorang ayah. Namun apa yang terjadi tetaplah terjadi. Sudah tiga tahun sejak perceraian kedua orangtua Niall, tetapi ia masih belum bisa menerima fakta bahwa ayahnya sudah menikah lagi dan bahagia bersama keluarga barunya. Karena itulah Niall melampiaskan kekecewannya dengan berubah menjadi anak kurang ajar yang mencari masalah dan berteman dengan kelompok paling bermasalah di sekolah.

"Sebaiknya kau berangkat. Sekarang sudah pukul delapan."

Niall menggumamkan sesuatu tentang ibunya sembari meraih kunci mobil di meja. Sayangnya, ia tidak cukup cepat untuk menghindari pukulan ibunya di punggung tangannya.

"Apa yang akan dikatakan kepala sekolah kalau melihatmu membawa mobil?" tanya ibunya dengan nada yang jauh lebih memuakkan bagi Niall. Ia hendak menyanggah, namun daripada ia terlambat, lebih baik ia menurut saja dan berjalan ke halte bus.

Tidak perlu menunggu waktu lama bagi lelaki itu sampai bus berjalan. Niall menaiki bus sekolah yang sudah penuh oleh anak-anak yang ia kategorikan sebagai pecundang dan outcast dan kutu buku. Semua baris sudah terisi, dan Niall bisa merasakan semua mata memandangnya karena masih berdiri.

"Duduklah!" perintah si supir bus. Tanpa basa-basi lagi, supir itu pun menjalankan kendaraan, membuat Niall terlempar ke sebuah kursi kosong dengan posisi paling tidak nyaman.

"Sialan," umpatnya. Belum lagi, beberapa orang menertawakannya. Ia merasa lebih rendah daripada seonggok sampah karena ditertawakan oleh orang yang sering ia tertawakan.

"Tadinya ini kursi untuk Kristen," kata seseorang di sebelahnya. Rupanya itu Indah, salah satu outcast garis miring pecundang yang sering dibicarakan Rebecca, teman sekelompok Niall, karena sikapnya yang 'sok' suci dan naif.

"Pecundang juga?" Niall mendengus. Namun ia tidak mendapat balasan selain helaan nafas. Niall tidak bisa menerima perlakuan ini. Tidak ada yang mengabaikannya, apalagi anak-anak yang jauh berada di bawahnya. "Apakah kau pernah dengar tentang obrolan ringan, Indah?"

Indah menolehkan pandangan dari jendela ke lelaki pirang cerewet di sebelahnya. "Kupikir kau tidak bicara pada pecundang."

"Apa? Oh, ya, kau benar. Aku tidak seharusnya bicara padamu, kan? Bahkan, aku tidak seharusnya berada di bus sialan ini pada Sabtu pagi yang pas untuk bersantai."

compass || oneshot requestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang