|| jeckotz ||

79 6 4
                                    

double update because ily and why the heLl not :)



"Jangan lupa bereskan kamarmu dan kerjakan PR. Kalau kau lapar, aku sudah menyiapkan makanan di meja di sebelah microwave. Aku tidak punya janji apapun dengan seseorang, jadi jangan membukakan pintu untuk siapapun kecuali pengantar paket. Jangan lupa memastikan kompor sudah dimatikan setelah kau memasak, dan—"

"Mum, I get it," sela Heather sambil mengerlingkan mata. "Aku sudah 12 tahun dan kau masih menyuruhku untuk merapikan kamarku?"

Aku mengernyitkan dahi. "Tentu saja. Terakhir kali aku masuk ke kamarmu, yaitu dua hari yang lalu, kamarmu bau pengharum ruangan dan berbagai macam makanan. Dan jangan buat aku mendeskripsikan keadaannya."

"Kau masuk ke kamarku?" Heather meninggikan nada suaranya, tatapannya berubah. "Mum, kau melanggar privasi seseorang!"

"Aku ibumu," ujarku dengan nada yang tegas. "Aku bisa melakukan apa saja yang kumau selama itu untuk kebaikanmu. Aku tidak mau kau menghirup udara yang pengap itu terus-menerus. Kau harus membuka jendela—"

"Jendelanya rusak. Kau yang bilang padaku agar tidak membukanya," ia melipat lengannya di depan dada. "Mum, pergi saja dan temui pacarmu itu. Aku bisa mengurus diriku sendiri."

Aku menggigit bagian dalam pipiku untuk mencegahku mengatakan satu kalimat lagi, terutama melihat ekspresi Heather yang lebih dari muak. Dengan berat hati aku bangun dari posisi berlutut yang membuat tinggiku tidak melebihi anakku, lalu meletakkan tangan di bahunya. "Take care, then. I'll see you later."

Saat aku hendak menunduk dan mengecup pipinya, sesuatu menghentikan aksiku. Sebuah kalimat di dalam kepalaku yang selalu membuatku mengurungkan diri untuk melakukan suatu hal. Jangan menjadi perempuan tua yang posesif. Aku menghela nafas dan berjalan ke pintu, menuruni undakan yang membatasi pintu depan dengan trotoar.

Tapi aku hanya tidak ingin kehilangan satu orang lagi yang amat berarti bagiku.

"Bye, Mum," tanpa sepengetahuanku, ternyata Heather menyusulku sampai ke pintu. Ia melambaikan tangannya dan memamerkan senyum lebarnya. Aku seperti melihat Heather kecilku yang masih berusia 3 tahun saat mengantarku ke pintu depan dalam gendongan Bethany, teman lamaku yang bersedia mengasuh Heather tanpa dibayar, sementara aku berangkat kerja. "Jangan pulang dengan tangan kosong!" ia menambahkan dengan nada bercanda.

Aku tergoda untuk memutar badan dan berteriak, "Aku tidak menemui pacarku, by the way!"

Heather hanya mengerlingkan mata dan terus melambai. Itu membuatku merasa lebih baik, membuat setiap langkah yang kuambil terasa lebih ringan. Aku tahu aku memiliki gadis kecil yang manis, dan ia tidak akan berubah. Mungkin karena sifat terlalu protektifku, aku akan tetap melihatnya sebagai Heather kecilku, bahkan ketika usianya sudah 12 tahun saat ini.

Aku menatap jam tanganku yang menunjukkan pukul 9 kurang sekian menit. Aku bisa memotong waktu perjalanan dengan naik bus. Tapi mengingat jarak yang tidak seberapa, aku lebih memilih berjalan kaki. Lagipula, aku tidak ingin cepat-cepat sampai. Dengan berjalan kaki, aku bisa menjernihkan pikiran dan mungkin memutar arah kembali ke rumah kalau merasa ragu seperti saat ini.

Rasanya seperti berjalan di tengah hutan belantara dengan sesuatu yang mengerikan menunggu di ujung jalan, namun aku tidak bisa menjelaskan apa sesuatu itu. Aku bahkan tidak ingat mengapa aku setuju untuk menemuinya dan merencakan janji temu dengannya. Nada suaranya yang terdengar begitu putus asa di telepon kurasa bisa menjelaskan sedikit tentang situasi ini.

compass || oneshot requestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang