play the song on the side as you read the story. or if you read it from your phone, then play tee shirt by birdy.
< < < <
Terima kasih kepada Tiffany Collings yang memuntahkan isi perutnya padaku setelah menenggak gelas tequilla keenamnya sambil mengeluh tentang Alex-mantan kekasihnya yang tidur dengan anak Sophomore saat malam hari jadi mereka-dengan cara yang amat dramatis. Kini cairan menjijikkan itu menodai kausku.
Aku menitipkan Tiff sebentar pada Jack-kenalanku di pub ini, seorang bartender-untuk memastikan supaya gadis pirang itu tidak meminum apapun sementara aku pergi ke kamar mandi.
"Hei, Alaska!" panggil seseorang. Aku tinggal beberapa langkah lagi menuju pintu kamar mandi, tapi aku memutar badan dan mendengus kesal saat tahu siapa yang kuhadapi.
"Apa maumu, Styles?" tanyaku sambil melipat tangan di dada. Sebenarnya aku agak terkejut bisa bertemu anak dari sekolahku malam ini.
"Whoa, calm down," Harry memamerkan seringaiannya yang (menurut beberapa gadis di sekolah) seksi dan mematikan. "Dan apa itu muntah yang kulihat di bajumu, Nona Alaska?" ia menunjuk bajuku.
"Oh, kupikir tidak ada yang memperhatikannya," ucapku sambil memutar bola mata. "Sebaiknya beritahu Alex agar tidak tidur dengan gadis kelas bawah lain karena aku tidak mau dimuntahi Tiffany Collings lagi,"
Harry terkekeh. "Aku bersama Alex saat ini, dan sambil minum ia terus mengucapkan nama Tiffany,"
"Haha," aku tertawa hambar.
"Kau tidak akan keluar dengan pakaian basah, Alaska," Harry menahan bahuku, lalu memutar tubuhku supaya menghadapnya. Di jarak sedekat ini, aku tidak menyangka ia bisa jadi puluhan kali lebih mengintimidasi.
Kalau kau tidak tahu siapa Harry Styles, maka kuperkenalkan ia sebagai salah satu anak populer yang tidak mesti berusaha menjadi populer karena wajahnya yang (menurut hampir seluruh gadis di sekolah) tampan. Rambutnya cokelat dan keriting, dengan mata hijau yang indah dan senyum mematikan. Banyak yang menyamakannya dengan vampir, tapi itu sebuah lelucon buatku.
"Well, what's your business?" aku menaikkan satu alis, menantangnya. Cara terbaik menghadapi anak populer yang sok keren adalah balas menggodanya.
Harry melepas kancing kemejanya tanpa mengalihkan pandangan dari mataku. Sepertinya aku harus setuju kalau Harry sangat memesona dan mengintimidasi. "Here, wear this!"
Aku mengambil kemeja merah dan hitam Harry yang ia letakkan di bahuku. "Seriously, Styles?"
"Apa salah kalau aku membantumu?"
"Aku hanya tidak sanggup mengembalikannya dengan cepat," aku menjelaskan. Aku memutuskan untuk menyudahi kontes tatap-menatap kami yang bodoh.
"Aku tidak memintamu untuk mengembalikannya, Alaska," ia menepuk pipiku sebelum melangkah pergi. "Go change your clothes!"
Aku menahan tawaku lalu masuk ke kamar mandi wanita.
< < < <
"Watch your steps, bitch!" Simon memberiku tatapan bengisnya saat aku tidak sengaja menginjak kakinya, sementara aku hanya membalasnya dengan acungan jari tengah. Kalau bukan karena dering bel, bocah itu pasti sudah menghajarku. Padahal itu tidak membuktikan kejantanannya. Malah ia akan nampak seperti banci karena menghajar seorang gadis.
Seisi St. Green boleh membenciku dan menganggapku jalang atau bajingan, tapi aku tidak peduli. Setidaknya Mr. Diuman dengan senang hati menerangkan pelajaran di depan dan memujiku dengan tulus sementara anak-anak lain menguap bosan karena Dickinson. Aku termasuk anak pintar yang tidak menonjolkan diri. Pamer bukanlah diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
compass || oneshot request
Short Story"compass points you anywhere, closer to me." [ ] open [ x ] closed ©2015 by nabila