|| ZeaDirzapalvin_ ||

272 20 2
                                    

maaf kalau ini ga nyambung dan ga sesuai sama lagunya, but hope you like this :)

< < < <

Ia harus menundukkan kepalanya dan berharap menjadi tidak terlihat saat ini. Koridor sekolah adalah tempat yang mengerikan bagi Zea, terutama setelah ia mendengar gelak tawa beberapa gadis yang terkesan dilebih-lebihkan. Clara dan kawan-kawannya - yang dulu merupakan teman dekat Zea - mungkin sedang membicarakannya saat ia jatuh karena tertimpuk bola.

Seandainya Zea tidak meninggalkan teman-temannya dulu - Clara, Eliza, dan Tara - kehidupan sekolahnya tentu tidak akan sengsara seperti ini. Semenjak kematian ayahnya, Zea seperti menutup diri dan keesokan harinya, ia tidak lagi duduk bersama Clara, Eliza, dan Tara di meja kafetaria. Ia tidak lagi melambat-lambatkan diri masuk ke kelas demi mengobrol bersama ketiga gadis itu. Ia tidak lagi menyelinap keluar rumah dan hang out dengan mereka.

Entah Zea yang menarik diri dari mereka atau ketiga mantan 'sahabat'-nya itu yang tidak lagi menginginkan Zea yang malang.

Begitu membuka lokernya, sepucuk surat tergeletak di antara barang-barangnya. Penggemar rahasia? Zea meraih surat itu dan membaca isinya.

Lab biologi sepulang sekolah. HS.

Zea menghela nafas. Apa lagi sekarang? Ia meletakkan lagi surat itu di loker, mengambil buku pelajaran Matematika, lalu mengunci lokernya. Syukurlah Clara sudah pergi. Zea tidak harus menundukkan kepala saat berjalan ke ruang 204 Mathematics.

< < <

Laboratorium biologi. Zea hanya memandang pintu ruangan itu dari tempatnya berdiri - ujung tangga - dan tidak berani mendekat. Ia tidak tahu apa yang menunggunya di dalam sana. Tentu Harry menunggunya, tapi apa yang akan dilakukannya? Apakah ia datang sendiri atau bersama teman-temannya? Zea adalah sasaran empuk untuk ditindas, terutama karena segala nasib malang menimpanya. Atau mungkin Clare ada sangkut-pautnya dengan urusan ini? She's an evil and she hates Zea.

Zea menggeleng, mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang meracuni benaknya.

Bagaimana jika Harry mengajaknya untuk memulai kembali hubungan mereka?

Oh, jangan bodoh! Zea memutuskan berjalan ke depan ruang laboratorium. Harry sendiei yang membangunkannya dengan ratusan pesan singkat saat malam Senin, mengatakan kalau tidak ada lagi kesamaan di antara mereka, kalau hubungan ini lebih baik diakhiri daripada harus ada yang terluka. Nyatanya, diakhiri atau tidak diakhiri pun, Zea tetap terluka.

"Zea?" gadis itu menoleh mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Harry, berdiri dengan tas tersampir di salah satu bahunya. Zea menatap lelaki itu sekilas, lalu memilih untuk menatap ujung sepatunya.

"I thought you wrote that letter," kata Harry, membuat Zea mendongak dan mengernyitkan dahinya. Surat apa? Zea mungkin (agak) merindukan Harry, tapi ia tidak sampai menulis surat untuknya. "Kau tahu, surat yang memintaku menemuimu di lab sepulang sekolah," seakan tahu kebingungan Zea, Harry berkata lagi.

"I didn't write any letter," Zea menggelengkan kepalanya. "Aku juga menerima surat semacam itu darimu. Atau, orang yang mengaku sebagai dirimu."

"Jadi, kita ditipu?" Harry dan Zea mengedikkan bahu. "Kurasa jawabannya ada di dalam, tapi firasatku mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Jadi, bagaimana kalau kita pulang saja? Aku akan mengantarmu."

Zea mengangguk, tetapi ia tidak setuju dengan ide pulang bersama dan Harry yang akan mengantarnya. Hal terakhir yang ingin ia lakukan adalah berjalan berdampingan dengan Harry, karena ia tidak akan sanggup menahan keinginan untuk menyelipkan jemarinya di antara jari-jari Harry.

compass || oneshot requestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang