-The Best of Me-
Niall Horan tidak banyak berubah sejak terakhir kali Elfy melihatnya. Rambutnya masih pirang dan terlihat acak-acakan, membuat siapapun tak tahan ingin merapikannya. Senyumnya masih sama, ramah dan hangat. Tidak ada seorang pun yang tidak ingin mengobrol dengannya. Di acara reuni sekolah menengah ini, sejauh yang Elfy perhatikan, Niall sudah bertos ria dengan puluhan lelaki yang kini ditumbuhi kumis atau jenggot tipis, jauh lebih tua dari umur mereka, padahal ini baru tahun pertama setelah kelulusan mereka. Entah itu teman tim sepak bolanya dulu atau bukan, Niall tidak pandang bulu. Tak lupa memeluk beberapa wanita yang dulu dikenalnya sebagai teman satu kelompok Niall atau malah bukan siapa-siapa bagi Niall. Tidak ada yang menolak kehadiran Niall. Ia yang menghidupkan pesta ini.Sudah hampir belasan menit sejak semua orang mengerumuni meja Niall sementara lelaki itu menceritakan petualangannya tinggal di negara ini atau kota itu. Setelah hari kelulusan, Elfy tahu Niall akan ikut orangtuanya ke Manhattan untuk mengurus beberapa hal. Ibunya Niall bercerita pada kakaknya. Ketika Elfy masih bekerja shift malam di sebuah restoran cepat saji sekaligus mengejar beasiswanya, ada kabar kalau Niall tinggal di Canberra. Saat Elfy masuk perguruan tinggi, lelaki itu tinggal di Kopenhagen sebelum akhirnya kembali ke London. Pasti itu perjalanan yang menyenangkan. Elfy hanya bisa mengharapkan hal seamcam itu. Keluarganya bekerja amat keras demi menyekolahkannya dan kakaknya.
"Hei!" seru seseorang. "Keberatan jika aku duduk di sebelahmu?"
Elfy menoleh dan mendapati Niall Horan berbicara padanya, bertanya apakah ia bisa duduk di sebelahnya. Namun sebelum ia menjawab, Niall sudah duduk. "Tentu saja."
"Aku tahu kau berpikir mengapa aku ada di sini ketika seharusnya aku menghibur mereka," Niall menunjuk kerumunan yang mulai berpencar di belakangnya dengan ibu jarinya. Elfy mengangguk. "Aku melihatmu dan teringat kalau aku masih berhutang sesuatu padamu."
Sesuatu? Elfy menelan ludahnya, berharap itu bukan 'aku mencintaimu sejak dulu' karena hal itulah yang akan diucapkan si lelaki di film-film drama romantis yang ia tonton. "Jadi, apa itu?" ia berusaha terdengar sekasual mungkin.
Niall meletakkan botol minumannya di meja, menghela nafas, lalu menggenggam tangan Elfy yang dingin. Gerakan itu membuat Elfy terkejut, mengirimkan miliaran impuls yang membuat jantungnya berdegup makin cepat dan kencang. Pandangan lelaki itu tertuju pada sesuatu di leher Elfy. "Ak—wah, aku tak menyangka kau masih menyimpan kalung ini."
Spontan Elfy meraba tali yang melingkari lehernya dengan sebuah kunci sebagai bandulnya. Itu kalung pemberian Niall ketika mereka pertama masuk sekolah menengah. "Anggap ini sebagai jimat keberuntunganmu," ujar Niall kala itu.
"Itu, ehm, aku pernah berjanji padamu untuk tidak melepaskannya," balas Elfy, gelagapan. Ia tak menyangka Niall akan memerhatikan detil yang bisa saja sudah ia lupakan. Itu sudah bertahun-tahun lamanya.
Seulas senyum merekah di wajah Niall. "Baguslah, karena aku ingin menunjukkan sesuatu yang masih ada kaitannya dengan jimat itu. Nah, jika kau tidak keberatan, Elfy," mata biru Niall menatap dalam mata cokelat wanita di hadapannya. Elfy bergerak di tempat duduknya, merasa gugup. "Aku mau kau menemuiku besok di taman tempat kau pertama mengajariku bermain sepeda. Bagaimana?"
Bahkan kau masih mengingat hal sedetil itu, Niall, Elfy tersenyum. "Tentu saja."
& & &
Masih teringat jelas dalam benak Elfy hari ketika Niall dibelikan sepeda. Dengan sombong bocah itu memamerkannya di hadapannya. Elfy kecil yang cerdik langsung mengajak Niall balap sepeda. Dan seperti harapannya, Niall langsung menolak. Tanpa malu Niall meminta Elfy mengajarinya mengendarai sepeda. "Ayo kita ke taman yang ada kolamnya itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
compass || oneshot request
Short Story"compass points you anywhere, closer to me." [ ] open [ x ] closed ©2015 by nabila