|| yuurii_ ||

210 15 0
                                    

I’ve been waiting for twenty minutes, Yuu!” Louis berdiri dari kursi ruang tunggu, mendekatiku yang bercucuran keringat dan berusaha mengatur nafasku yang terengah-engah sesudah berlari dari halte terdekat. Pendingin di ruangan tunggu ini tidak bekerja dengan baik rupanya. Atau karena aku sangat kegerahan? “Aku akan masuk ruangan tes sebentar lagi,”

“Hei, salahkan ibuku yang menyuruhku makan dulu!” balasku tidak terima. Aku berusaha memelankan suaraku, namun masih ada beberapa orang yang menolkeh ke arah kami yang sedang bertengkar kecil.

“Aku tahu. Maafkan aku, Yuu! I’m just so nervous that I want to blame everyone for this,” Louis kembali duduk di kursinya. Aku duduk di sebelahnya. Dan entah aku mendapat keberanian dari mana, aku menggenggam tangannya yang memang sangat dingin.

You’ll pass it, Lou! You’ve studied hard,” aku memberinya senyum termanis yang kupunya.

Thanks,” katanya pelan walau ia sendiri tidak terlalu yakin dengan ucapanku.

Tak lama kemudian, seorang wanita yang berpakaian seperti profesor mengumumkan para peserta tes untuk masuk ke ruangan tes di lantai dua. Louis meremas tanganku dengan cukup keras sebelum ia berdiri dan mengikuti peserta tes lainnya. Kuberikan senyum dan anggukan untuk meyakinkannya. “Kau pasti bisa!”

Sembari menunggu, aku memainkan ponsel (lebih tepatnya, membuka dan mengunci layar karena tidak ada notifikasi apapun), menguap, mengganti-ganti posisi duduk, membuka dan mengunci layar ponsel, dan hampir jatuh tidur. Aku ingin berjalan-jalan di sekitar ruang tunggu, dan mungkin bertanya ke resepsionis tentang apapun mengenai Oxford University. Apapun untuk mengusir kebosananku, namun aku terlalu malas untuk bergerak.

Ketika hendak menyambungkan headset, ada satu pesan masuk dari Mum.

There’s something for you. Can you go home now? I’m not insisting, but this would cheer your day up! X mum.

Apa yang begitu istimewa sampai Mum memintaku untuk segera pulang? Aku menyambungkan headset dan membalas pesan Mum kalau aku tidak bisa pulang cepat, walau sempat terpikir olehku kalau aku bisa pulang sebentar, melihat apa yang begitu istimewa di rumah, lalu kembali ke sini karena waktu terasa begitu lambat. Toh begitu, aku tetap menunggu dengan musik mengalun di telingaku dan mataku yang menjelajahi sekitar ruangan.

Setelah sekian lama, kulihat kaki-kaki menuruni tangga. Aku melepas headset dan meletakkannya di tas. Aku berdiri dan berusaha mencari-cari sosok Louis di antara kerumunan. Kenapa harus ada banyak orang yang berambut cokelat, sih?

Tak lama, kerumunan berpencar, dan aku bisa melihat Louis menuruni tangga. Ia sedang bicara dengan seorang gadis —oh, Rosie. Rosie Huffington, saingan terberatku di kelas Matematika saat high school dulu, kapten tim sepak bola putri, dan gadis yang katanya (yang benar-benar) Louis sukai. Sial. Kenapa gadis itu harus ada di sini sekarang?

“Hei, Yuu! Lama menunggu?” aku berusaha menampakkan wajah ramah saat Louis dan Rosie menghampiriku. Kalau tidak ada orang di sini, aku sudah memisahkan mereka berdua karena berdiri terlalu dekat. Pinggu mereka hampir bersentuhan.

How was the test?” aku tidak menjawab pertanyaan Louis dan menanyakan hal lain.

It’s kinda hard, isn’t it?” Rosie menjawab. Ia melirik Louis yang menyambutnya dengan anggukan.

“Kau yang pintar bahkan berpikir tes itu sulit. Bayangkan apa pendapatku soal tes tadi,” kata Louis, lebih kepada Rosie daripada aku.

Oh, Lou, everyone’s smart, you know?” balas Rosie. Tidak bisakah mereka saling menggoda di tempat lain selain di depan wajahku? Membuat seorang Yuri cemburu adalah hal yang harus kau hindari jika tidak ingin menyaksikan angina rebut di depan wajahmu.

compass || oneshot requestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang