TIGA PULUH DUA

466 55 3
                                    

Liana menghirup udara segar pagi di koridor sekolah. Rasanya lega sekali mengingat ayah dan ibunya bisa menghabiskan waktu bersama. Merasa senang melihat bunda Giana bisa tertawa dan sejenak melupakan penyakitnya, lalu Bram ayahnya kembali menjadi sosok ayah yang Liana hormati dulu. Sosok yang hangat, berwibawa, dan juga terhormat.

Semenjak mengetahui Giana sakit, Bram perlahan mulai meninggalkan kebiasaan buruknya. Seperti minum-minuman beralkohol yang nantinya akan membuat emosinya tidak bisa terkontrol. selain itu Bram juga berhenti merokok, meski tidak benar-benar berhenti setidaknya Bram tidak lagi menghabiskan satu bungkus rokok dalam sehari. mungkin sekarang dia hanya akan merokok tiga batang dalam sehari, itu pun tidak terlalu sering.

"Lia!" panggilan itu berhasil menghentikan langkah Liana. Gadis itu menoleh dan mendapati Karina berlari ke arahnya. Gadis itu tersenyum menyambut kedatangan sahabatnya.

Hari ini adalah hari pertama mereka masuk sekolah setelah liburan semester ganjil. Itu artinya ini adalah pertama kalinya Karina kembali menyapa Liana. tentu saja Liana senang, ia sudah menunggu momen ini begitu lama. Momen dimana Karina kembali kepadanya dan teman-teman yang lainnya.

"Rin!"

Karina berhenti tepat di depan Liana. Tak ada percakapan antara keduanya, mereka hanya bertukar pandang saja. Hingga tiba-tiba Karina memeluk Liana, cukup lama. Liana membiarkannya. setelah dirasa cukup  mereka cosplay jadi teletubbies, Karina melepas pelukannya. Gadis itu menyeka sedikit air matanya yang tanpa permisi keluar begitu saja.

"Maaf!" cicitnya pelan. Liana menarik napas dalam, lalu mengelus bahu sahabatnya itu.

"Aku gak apa-apa Rin. Aku paham. Mungkin kalo aku ada di posisi kamu, aku akan melakukan hal yang sama."

"Harusnya gue jujur dari awal sama elo, harusnya gue cerita semuanya."

"Rin semuanya udah berlalu, yang perlu kamu tau adalah aku akan selalu ada buat kamu, teman-teman yang lainnya, kita semua bersedia mendengarkan apa yang kamu rasakan. Jangan pendam itu sendirian kalo kamu udah gak sanggup. Kita bisa cari solusinya bareng-bareng!"

Karina tersenyum lembut ke arah Liana. Rasanya lega sudah menyelesaikan masalah yang selama ini ia pendam sendirian. Ayahnya juga sudah tak terlalu mempermasalahkan soal nilai, kata beliau yang penting Karina bisa mempertahankan itu. Soal pelajaran yang gak bisa Karina taklukan itu, mungkin lain kali Karina bisa mencobanya.

Satu hal yang harus kalian tau. Kita punya kemampuan yang berbeda dari yang lainnya dan gak ada manusia yang sempurna. Jika kalian lihat rumput tetangga lebih indah itu karena ada sebuah alasan yang mungkin gak pernah kalian tau prosesnya.

"Lia, Karin tunggu!" kini ada teriakan lainnya yang membuat keduanya menoleh ke arah sumber suara. Ada Hana dan Yasmin yang berlari kecil menghampiri mereka.

"Eh ya ampun kangen!" rengek Hana, merangkul semua teman-temannya meski tangannya tak bisa melakukannya.

"Gue juga parah!" timpal Yasmin kemudian. "Eh liburan kemana nih? Gak asik tapi ih bentaran doang."

"Iya, mana sebelumnya kita udah direcoki banyak soal buat persiapan ujian. Eh liburannya bentar banget!" keluh Hana. Liana dan Karina tersenyum aja.

"Aku gak kemana-mana, paling nemenin bunda." sahut Liana.

"Bunda gimana kabarnya?" tanya Karina pelan, Liana hanya tersenyum kecil bingung akan menjawab apa.

Mau bilang bundanya baik-baik saja, nyatanya gak sama sekali. Kondisi bunda Liana sama saja, gak ada perubahan sama sekali. Hanya saja kali ini beban beliau sedikit berkurang semenjak adanya Bram ayah Liana. Kalau masalah kesehatannya hanya mukjizat yang dapat menyembuhkannya.

Giana sekarang melakukan rawat jalan, dimana setiap bulannya dia harus menjalankan kemoterapi. Beberapa waktu lalu Liana sempat mendengar ucapan dokter Cahyo yang merawat bundanya tentang seberapa lama Giana dapat bertahan. Namun Liana gak mau percaya, toh umur, jodoh, dan rejeki itu Allah yang memberi. Bisa aja kan prediksi dokter Cahyo salah.

"Hm.. alhamdulillah!" sahut Liana. "Oh iya, bunda kangen sama kalian."

"Ya sudah nanti pulang sekolah kita ke rumah kamu ya Lia, jengukin bunda. Udah lama juga kita gak ke rumah kamu!" ujar Hana.

"Eh iya, elo pindah rumah ya. Gue waktu itu mau mampir ke rumah lo yang lama, tapi katanya lo udah pindah rumah!" sanggah Yasmin akhirnya. Dia baru ingat kemarin pas dia lagi ada di daerah dekat rumah Liana yang lama, dia niatnya mau mampir gitu. Tapi ternyata Liana udah pindah rumah.

"Eh iya lupa, kalian belum tahu ya?"

Liana sampai lupa kalau teman-temannya gak ada yang tau sama rumah baru dia. Selama ini yang tahu rumah itu hanya Juna dan Janu yang selalu mengantar Liana pulang. Lagi pula mereka sekarang pindah rumah lagi, bukan di rumah kecil itu lagi.

Saat Bram tau dimana mantan istri dan anaknya tinggal, lelaki itu memaksa mereka untuk tinggal di rumahnya saja. Hanya saja Giana menolaknya. Dia tak ingin terlibat masalah dengan keluarga Bram nantinya. Terlebih mereka bukan lagi berstatus suami istri. Alhasil Bram memberikan sebuah rumah yang ukurannya hampir sama seperti rumah lama Liana.

Giana awalnya menolak, tapi Bram bilang itu adalah hadiah untuk Liana. Bahkan saat membelinya pun sertifikat rumah itu sudah atas nama Liana. Jadi Giana tak berhak lagi menolaknya, bagaimana pun Liana masih anak kandung Bram. Itu artinya Bram berhak memberikan apapun pada anaknya itu.

Rumah kecil Liana tidak lantas di jual begitu saja, rumah kecil itu juga atas nama Liana. Sekarang rumah itu dibiarkan begitu saja. Katanya sih akan ada yang mengontrak di sana. Giana sengaja tidak menjual rumah itu untuk berjaga-jaga jika nanti ada sesuatu yang tidak diinginkan.

"Kemarin bunda jual rumah lama buat biaya pengobatan, rumah kita gak jauh kok dari rumah Juna. Cuma beda blok aja, tapi sekarang aku udah gak tinggal di rumah itu. Papa udah beliin kita rumah baru. Ada di blok pertama di perumahan yang sama."

Teman-temannya hanya mengangguk paham. Blok pertama itu isinya rumah-rumah elit semua. Jelas ayah Liana akan membelikannya rumah di blok itu. Jadi satu kompleks perumahan itu di bagi beberapa blok yang tentu saja beda area beda juga bentuk rumahnya. Rumah Juna dan rumah lama Liana itu ada di blok perumahan menengah, sedangkan rumah kecil Liana ada di blok perumahan bawah, dan rumah barunya kali ini ada di blok perumahan elit. Keliatan kok dari bentukan rumah-rumah itu.

"Oh gitu!"

"Ya udah yuk masuk, kangen kelas gue!" Yasmin menarik teman-temannya menuju kelas mereka.

"Ih pasti bauk debu ini kelas kita tinggal selama seminggu lebih!" cicit Hana pelan.

"Ya bersihin atuh neng, bukan ngomel!" sahut Karina.

Liana tersenyum lega. Akhirnya ia bisa berkumpul dengan teman-temannya dengan formasi lengkap. Di tambah sama Naya, Sherly, Kinan, dan Cecilia tentunya. Gak ada lagi percekcokan drama yang berat di antara mereka.

Meski percekcokan itu layaknya hiasan untuk persahabatan mereka, namun tetap saja Liana tak ingin pisah jauh-jauh dari mereka. Liana sadar ada banyak masalah yang mungkin akan menghadang, itu kenapa dia membutuhkan mereka semua untuk sekedar jadi penguatnya.

Semoga ini akan bertahan lama hingga mereka lulus nanti dan berhasil meraih mimpi. Liana tau ini adalah waktu-waktu krusial sebelum akhirnya mereka terpisah lagi untuk berjuang menggapai mimpi masing-masing. Tapi Liana yakin mereka akan berkumpul lagi di acara reuni dengan cerita yang gak sabar untuk di dengar tentang sebuah mimpi yang sudah mereka gapai nanti.






Semoga!

______________________________________

Hai guys!
Indahnya persahabatan gak luput dari percekcokan dan masalah di antara mereka sebagai bumbu penguat yang akan membuat mereka makin merekat. So apa kalian punya sahabat seperti mereka juga?

Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar ya, siapa tau ada yang mau tinggalkan pesan untuk teman dan sahabat, atau sama mereka yang ada di cerita.

Selamat membaca, jangan lupa tekan bintang ya!

SACRIFICE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang