ENAM BELAS

701 114 29
                                    

"Kamu jalan sama Liana?!"

Lagi, Karina datang ke basecamp Janu dan teman-temannya dengan masalah yang sama. Iya—dulu dia yang menyarankan Liana jadi pacar Janu, tapi sekarang gadis itu tidak suka jika melihat Janu bersama Liana jalan tanpa sepengetahuannya. Tolong garis bawahi, tanpa sepengetahuan Karina.

Kalau dulu kan, Karina yang mengatur semuanya. Kapan Janu harus menjemput Liana, nemenin gadis itu, atau jalan sama gadis itu. Iya—Karina tau segalanya. Pasalnya Janu selalu memberitahunya, gak tau aja dia sebenernya Janu lebih sering ketemu Liana tanpa sepengetahuan dia.

Biasanya jika itu sesuai jadwal, Janu lebih sering bilang ke Liana kalo dia ingin mengantar Karina atau jalan sama gadis itu. Liana gak mempermasalahkan hal itu. Makanya Karina masih tenang-tenang aja, karena dia tahu Janu tetap akan memilih dia.

Tentu saja Karina gak tau, setiap dia gak bisa menemani Janu, Liana selalu ada untuk pemuda itu. Seperti kemarin contohnya, di hari ulang tahun ibunya Janu. Bukan Karina, tapi Liana mantan kekasihnya yang menemani dia merayakan hari ulang tahun wanita yang telah melahirkannya itu.

"Karin, bisa gak usah teriak? Gak enak sama yang lainnya!" Janu melembutkan suaranya, berharap gadis itu paham akan maksudnya.

Karina menoleh ke arah Hendra, Javi, Rendra yang kini menatap ke arahnya. Sebenarnya Karina tak perduli juga, walau pada akhirnya dia merasa gak nyaman udah sering bikin keributan di tempat mereka. Namun setelah itu, ketiganya kembali sibuk dengan urusan masing-masing.

"Kenapa? Malu kamu sama teman-teman kamu?" ujar Karina dia tetap dengan nada suaranya yang bahkan menggema di ruangan yang hanya ada sedikit barang itu.

"Ngapain malu? Kamu yang salah kan. Aku kan sudah pernah bilang, kalo mau pergi sama dia, ijin dulu sama aku. Kamu itu pacar aku Janu, dan dia adalah sahabat aku!"

Janu menghela napas kasar. Pemuda itu lalu menatap mata Karina tajam. "Harusnya gak masalah dong, dia kan sahabat kamu. Terus apa yang perlu kamu takuti?"

"Tapi bukan kaya gitu caranya, harusnya kamu tetep ijin sama aku. Iya tau dia sahabat aku, tapi dia kan...."

"Mantan aku!" potong Janu kemudian.

"Pada akhirnya aku milih kamu kan, aku pacaran sama dia pun waktu itu demi kamu kan!"

"Tapi...."

"Sebelum kamu protes kenapa aku gak ngasih kabar, kamu harusnya cek dulu chat dari aku. Bahkan sampek sekarang kamu belum baca kan?!"

Karina terdiam. Benar kata Janu barusan, dia bahkan lupa untuk membuka pesan dari pemuda itu dari semalam saat ia pulang dari kegiatan belajarnya. Dia lupa memberi kabar, bahkan seharian penuh.

Janu tersenyum kecil merasa miris sama dirinya sendiri. "Kamu tau kenapa aku ngajakin kamu jalan kemarin?"

Pemuda itu kembali menatap ke arah Karina. "Karena mama ulang tahun Karin. Aku mau kamu deket sama mama aku!"

Karina terdiam, ia baru ingat sekarang. Pantas saja Janu terlihat marah saat ia bilang, dia lupa dan memilih untuk pergi belajar. Padahal sebelumnya Janu gak pernah mempermasalahkan hal itu.

"Kamu tau, aku mau kamu datang. Tapi apa? Kamu gak ada Karin, kamu gak ada. Yang ada saat itu cuma dia!" lanjut pemuda itu.

"Gak, gak cuma kemarin. Sebelum-sebelumnya pun juga sama, kamu gak pernah datang saat mama nyuruh aku bawa kamu. Cuma Liana, dia mantan aku yang ada di sana!"

Karina menatap Janu nyalang, jelas dia sakit hati sekarang. Mata gadis itu mulai berlinang. "Kamu aja gak ngingetin aku soal itu."

"Kata siapa? Kalo pun kamu inget apa kamu bakal batalin jadwal les kamu itu?" Karina terdiam.

SACRIFICE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang