DUA PULUH DUA

607 96 18
                                    

Hari itu Liana gak kelihatan batang hidungnya. Padahal hari itu kelas dua belas lagi ngadain simulasi buat ujian. Gak biasanya juga Liana gak hadir tanpa kabar. Semua udah pada parno, takutnya kalo ini lagi-lagi Liana gak masuk karena ulah ayah kandungnya.

Janu yang saat itu ke kelas Liana, panik sendiri jadinya. Karina udah berulang kali nenangin pemuda itu tapi gak mempan dan pada akhirnya gadis itu berdecak kesal—pelan—nyaris tak terdengar.

Janu takut aja om Bram, ayah Liana datang bawa gadis itu dan menyiksanya, atau Liana yang terpaksa harus datang ke rumah beliau tapi Liana  gak ngasih kabar ke Janu. Bodoh memang, Janu lupa sekarang kan dia sama Liana cuma mantan.

Dulu setiap kali mau pergi ke rumah papanya, Liana pasti minta temenin Janu. Pemuda itu yang awalnya ogah-ogahan nemenin Liana, pada akhirnya semangat empat lima. Iya—setiap menyangkut dengan ayah Liana, Janu selalu ada.

Dia bahkan rela batalin janjinya sama siapa aja kalo Liana udah bilang mau ke rumah papanya termasuk sama Karina. Ya meski pun pada akhirnya harus bohong juga sama Karina buat alasannya.

Kenapa Janu selalu ada, karena dengan gitu—Bram—ayah Liana, gak akan mukulin gadis itu sekali pun dia lagi dalam keadaan mabuk. Iya—paling cuma bentak aja dan mecahin barang-barang mewah dalam rumahnya.

Sebenarnya sepele permasalahannya, beliau cuma mau Liana mau di ajak makan malam, atau menginap di rumahnya. Terlebih ikut acara keluarga besar Liam Jaya Bramantyo—nama ayah Liana. Seorang pengusaha kaya raya yang sukses gak hanya di Indonesia aja. Janu yang tau kalo keluarga Liana termasuk keluarga sultan aja takjub. Tapi sebenarnya Janu lupa ngaca aja, dia sama Liana itu sebelas dua belas keadaannya.

Cuma agaknya Liana selalu menolak permintaan itu. Bukan tanpa alasan, gadis itu menolak karena tak mau meninggalkan ibunya seorang diri di rumah. Bunda Sagina Kahiyangan yang biasa dipanggil bunda Giana. Alhasil ayahnya marah besar, karena Liana gak pernah mau menghabiskan waktu bersama beliau setelah ayah dan ibunya berpisah.

Alasan Liana sebenarnya gak sesimpel itu. Sejujurnya kenapa Liana sering nolak? Karena dia gak suka aja melihat presensi Weni—sahabat bundanya—yang lagi dekat sama ayahnya ada di tengah-tengah keluarganya. Lalu alasan utamanya adalah kondisi kesehatan bundanya yang sebenarnya gak pernah diketahui oleh ayah kandungnya itu.

"Maaf pa, tapi Liana gak bisa nginep!" sahut Liana saat dia berusaha berbicara dengan hati-hati sama ayahnya itu.

"Kamu kenapa sih selalu nolak, kenapa? Bunda mu yang nyuruh begitu, iya?!" bentak Bram.

"Jangan bawa-bawa bunda, pa. Bahkan aku kesini bunda gak tau!"

"Dasar anak gak tau di untung, sekali nurutin papa kenapa hah?!" Bram mulai tersulut emosi.

"Giana lagi, gimana sih cara dia didik anak. Kenapa jadi gak sopan gini!"

"PAPA!" bentak Liana gak suka.

"Kamu berani bentak papa?!" Bram udah benar-benar kesal lihat tingkat Liana.

Mungkin lelaki itu bakal mukul Liana gitu aja, kalo aja Janu gak berani melangkah menunjukkan atensinya. Iya—sebenarnya Janu gak langsung ada di antara mereka. Dia selalu muncul di saat-saat ayah Liana mulai tak terkontrol aja.

Bram yang melihat kehadiran Janu hanya melengos kesal, lelaki itu kemudian meninggalkan Liana begitu saja. Bukan tanpa alasan, kalo saja dia gak tau siapa Janu, Bram bisa aja usir pemuda yang dengan lancangnya ikut campur dengan urusannya itu.

Liana menoleh, saat mendapati Janu berdiri tak jauh darinya. Gadis itu berlari ke arahnya dan menubruk tubuh Janu begitu aja. Gadis itu terisak pelan dalam pelukan pemuda Rajendra.

Begitulah awal bagaimana Janu pada akhirnya selalu ada buat Liana saat dia ingin bertemu ayahnya, saat dia meminta Janu agar menemaninya di acara keluarga besar Liam. Berkat Janu gadis itu aman.

Di tengah paniknya Janu yang tak kunjung dapet kabar dari Liana, Juna melenggang masuk ke dalam kelas IPA 1 dengan wajah tenang. Seakan gak ada kejadian apapun sekarang. Janu mikirnya apa Juna gak tau kalo Liana gak masuk sekarang. Tapi kan udah keliatan, bangku yang biasa gadis itu gunakan lagi kosong sekarang.

"Kalian ngapain liatin gue kaya gitu?!" ini tuh Juna risih banget di tatap begitu ama Janu dan teman-teman pacarnya.

"Liana gak masuk, kamu tau?" tanya Hana pada pacarnya itu.

Oh pantas saja Juna dapat tatapan seperti itu, tentang Liana ternyata. Pemuda itu mengangguk kecil, menandakan ia tau kenapa gadis yang mereka bicarakan itu tidak menampakkan atensinya hari ini di sekolah.

"Tante Gia, drop lagi. Kondisinya makin parah, Lia dari semalem di rumah sakit!" jawab Juna.

"Hah? Pantes Liana gak masuk, tapi dia udah izin?" tanya Hana lagi.

"Gak tau sayang, kayaknya udah. Soalnya Liana gak bilang apa-apa!"

Semua mengangguk paham. Kelas dua belas itu masa-masa menegangkan, setiap murid harus memberi alasan kenapa dia absen. Hal ini berkaitan dengan layak tidaknya dia lulus. Pada dasarnya lulus ujian nasional belum tentu bisa lulus ujian sekolah bukan. Standar yang sungguh-sungguh memusingkan.

"Emang tante Giana sakit apa sih? Gue rasa akhir-akhir ini kondisi beliau makin memburuk, Liana aja jarang mau kalo di ajak keluar sekarang!" Yasmin menyuarakan isi hatinya. Dia penasaran, soalnya Liana juga gak ngasih tau apa pun. Jadi yang mereka tau, ibu kandung Liana itu jatuh sakit.

Juna menghela napas pelan. Mimik wajahnya berubah saat itu juga. "Kanker otak stadium tiga."

Semua yang mendengar ucapan Juna barusan menganga. Mereka gak menyangka kalo penyakit yang di derita oleh ibu sahabatnya itu cukup serius. Bahkan belum tentu bisa di sembuhkan.

"Gue kasihan sama Lia, dia harus fokus belajar tapi gak mungkin juga dia gak ngerawat tante Gia. Om Bram juga gak tau apa-apa, Lia udah nyuruh tante Gia buat bilang semuanya ke om Bram, tapi beliau ngelarang."

"Oh jadi itu alasan kenapa mereka pisah?" celetuk Hana pada akhirnya yang diangguki sama Juna.

"Om Bram itu anak orang kaya, sedangkan tante Gia ya meskipun tergolong orang mampu tapi dia masih jauh di bawah keluarga Liam!"

Juna mulai bercerita. "Dari awal mereka dijodohkan karena urusan bisnis. Terus Liana lahir, dia jadi anak semata wayang keduanya. Cuma keluarga besar Liam mau keturunan cowok, biar bisa nerusin usaha mereka. Pas Lia lahir jadilah dia gak terlalu disukai mereka. Makanya setelah cerai om Bram di paksa buat nikah lagi sama mantan dia, tante Weni, sahabat tante Giana sendiri!"

Janu terdiam, dia teringat sama kejadian di halaman belakang sekolah tempo lalu saat Liana menceritakan semuanya. Semua mengangguk-anggukan kepala saja. Merasa paham dan juga pusing mendengarnya. Terlalu rumit buat mereka yang masih anak SMA.

"Om Bram kekeh buat ngasih semua warisannya ke Lia, jadi beliau nyuruh Lia buat nerusin bisnisnya dan setelah lulus dia di suruh ke Canada, kuliah di sana. Cuma denger-denger Liana gak mau, soalnya dia gak mau ninggalin tante Gia. Makanya Lia sering banget kan muncul dengan luka lebam!"

"Kasihan banget Lia!" gumam Hana, gadis itu bahkan udah meneteskan air mata.

Seseorang yang berada di tempat duduknya hanya diam. Dia merasa iba, tapi mau bagaimana Liana tetap saingannya dan juga sahabatnya. Intinya dia cuma harus buktiin ke ayahnya bahwa dia bisa, supaya dia bisa patahin perspektif ayahnya yang terlalu strict itu.

Janu juga tak banyak bicara, dia cuma mengingat-ingat kata-kata Juna. Bahwa Liana dipaksa pergi ke Canada. Pemuda itu hanya berharap dia bisa menghentikannya, karena dia tak mau kehilangan orang yang dicintainya.

______________________________________

Hai guys!
Sebenernya Janu bisa aja ya kan kejar Liana ke Canada, keluarga Janu kan sebelas dua belas sama keluarga Om Bram ayah Liana. Tapi masalahnya Janu yang gak yakin bisa. Tau sendiri otak dia segimana kapasitasnya :" yuk tinggalkan jejak yuk di komentar.

Selamat membaca, jangan lupa tekan bintang ya!

SACRIFICE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang