Akhirnya ujian akhir sekolah dan ujian nasional sudah selesai dilaksanakan. Semua siswa tinggal menunggu hasil jerih payah mereka selama ini. Tak ada kegiatan berarti sekarang ini. Mereka semua sedang berada di kantin, menikmati makanan favorit yang akan mereka rindukan nanti.
"Btw nih kalian semua mau kemana entar?" tanya Hana di sela-sela makannya. Gadis itu sedang menikmati bakso yang ia pesan.
"Gue mungkin balik ke Jogja." sahut Naya yang berhasil membuat Rendra menoleh ke arahnya.
Dia sudah lega bahwa sudah tak ada kesalahpahaman lagi sekarang. Tapi mendengar gadis itu akan pergi rasanya sebagian hatinya masih berteriak tak rela. Meski dia sadar, dia bisa saja mengejar tapi dia harus ingat ada Sherly di sampingnya sekarang.
"Ibu sama Bapak nyuruh aku balik ke Jogja dan lanjutin kuliah di sana, ya gak tau juga sih. Liat aja entar aku bakal keterimanya dimana. Kalo di UGM ya syukur aja!" lanjut Naya yang tiba-tiba merubah logat bicaranya persis orang jawa. Padahal selama ini gadis itu jarang mengeluarkan logat itu.
"Yah bakal jauh banget dong?" sahut Kinan yang tiba-tiba melow. Soalnya dia niatnya daftar di universitas sekitaran Jakarta aja.
"Kaya udah tradisi gak sih kalo di akhir-akhir gini kita bakal misah?" celetuk Cecil. Rasanya dia udah gak nafsu buat lanjutin makan nasi pecel yang udah dia pesen dan masih tinggal setengah piring itu.
"Huaaa...!"
Semua tiba-tiba menoleh saat Sherly udah mulai sesegukan. Gadis itu gak bisa bayangin gimana dia akan jauh dari sahabat-sahabatnya. Kemudian dalam hitungan detik, meja yang digunakan oleh kelompok Liana itu mulai ricuh oleh suara isak tangis kaum hawa. Bahkan beberapa orang mulai menatap mereka heran.
Populer sih tapi cringe aja dong tiba-tiba nangis di depan umum gitu. Siapa coba yang gak bakal ngomongin mereka pada akhirnya. Para adam hanya bisa menghela napas pelan. Percuma mereka diamkan, yang ada makin keras suara tangis mereka. Makin malu entar.
Di antara manusia-manusia random itu, ada Liana yang masih terdiam. Dia juga sedih tapi juga bingung sekarang. Pasalnya dia belum menentukan kemana ia akan pergi. Ayahnya sudah menyuruhnya pergi ke Canada dimana masih ada sanak saudara dari kakeknya di sana.
Kakek Liana memang tidak tinggal di Indonesia. Sekedar info saja, jadi Kakek nenek Liana dari ayahnya itu sudah bercerai. Lalu kakek pergi ke Canada dan menetap di sana.
"Lia!"
Gadis itu tersentak kala Janu memanggilnya. Ia menoleh dan tersenyum kecil ke arah pemuda itu. "Iya!"
"Mikirin apa?" Liana menggeleng.
"Gak ada."
"Kamu udah mutusin mau pergi kemana?" tanya Janu, Liana lagi-lagi menggeleng.
"Gak tau Jan, bunda juga belum sadar kan. Aku gak mau ninggalin bunda sendirian!" sahut gadis itu. Wajahnya tampak murung. Terlihat jelas bahwa ia kurang tidur.
Giana belum sadarkan diri hingga sekarang. Dokter Cahyo bilang mereka hanya bisa menunggu keajaiban aja. Bahkan kehidupan Giana sekarang sangat bergantung dengan alat medis. Mungkin jika alat tersebut dilepas Giana sudah pergi, tapi Liana dan Bram tidak mau menyerah. Mereka masih berharap Giana bisa membuka mata barang sekali aja.
"Kita doain bunda ya, semoga bunda cepet sembuh!" ujar Janu mengelus punggung tangan Liana pelan.
Karina memperhatikan kejadian itu, gadis itu menunduk pelan. Masih ada rasa sakit setiap melihat Janu dengan orang lain sekarang. Tapi dia tau, dia tak bisa lagi memaksakan. Lagi pula Liana benar-benar membutuhkan Janu. Bahkan mungkin membutuhkan dukungan darinya. Sepertinya dia harus lebih dewasa sekarang agar dia bisa mengikhlaskan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SACRIFICE [END]
Teen FictionFt. LIA x JENO Tak ada yang spesial di kehidupan Lilyana Chaliana Jelita, seorang siswi SMA yang menyandang predikat teladan. Pintar dan selalu jadi juara pertama, seperti itulah Lia di mata teman-temannya. Tak begitu menarik karena sudah tak heran...