DUA

1.1K 168 61
                                    

Liana datang lebih awal ke sekolahnya, otomatis hanya dia sendiri di kelas saat ini. Gadis itu duduk di bangku paling ujung, sedang asik memandangi ke arah luar jendela.

Cuaca mendung, karena memang memasuki musim hujan. Liana memakai tudung hodienya, menyembunyikan wajahnya lalu menunduk. Gadis itu menggunakan tangannya untuk bantalan.

Liana sengaja berangkat lebih pagi. Alasan pertama karena ia tak ingin di tatap menyedihkan lagi, alasan kedua untuk memikirkan apa yang Janu bilang kemarin, yang ketiga tentu untuk sementara waktu ia tak ingin pergi bersama Karina.





Tap tap tap...



Liana bisa merasakan ada orang lain sekarang di kelasnya. Satu persatu beberapa orang datang, dan kelas tak se-sunyi tadi saat Lia datang di awal. Liana menghela napas gusar, ia mengambil earphone, menyumpal telinganya dengan benda itu seolah-olah ia menggunakannya untuk mendengar musik.

"Liana!" bisik seseorang, Liana mengenal suara itu.

"Kenapa dia?"

"Gak tau!" sahut yang lain.

"Mungkin karena masalah kemarin."

"Misi bisa jangan ngalangin gak?" suara lantang itu berhasil mengejutkan orang yang sedang berbicara.

Beberapa gadis itu berdecak sebal karena di ganggu saat mereka sedang asik ngegibah. Padahal mereka gak begitu menghalangi jalan kok, emang dasarnya ini orang aja yang suka cari gara-gara.

"Ih apaan sih lo, jalan masih luas tuh!" sewot salah satu gadis itu, tapi tak digubris oleh pemuda tadi.

"Hana sayang, Liana ada?" tanyanya pada Hana gadis blesteran yang memang sudah lama disukai oleh pemuda itu.

"Dih modus lo, Jun!"

"Gue lagi ngomong sama Hana, Ce. Nyaut mulu sih!" sanggah Juna. Pemuda yang entah bagaimana nyasar ke kelas itu.

"Ada tuh di bangkunya. Dia dari tadi diem!" sahut Hana kemudian menatap ke arah Liana.

Hana ingat betul. Walau pun Liana orangnya kalem, dia pasti menyapa semua orang dengan wajah ceria ditambah senyuman hangatnya. Tapi pagi ini, Hana gak bisa liat itu lagi. Liana bener-bener jadi pendiem.

"Juna ngapain ke sini? Kan lo anak IPS?" seseorang menegur dari belakang.

"Sombong amat sih lo, Hem. Modal beruntung aja masuk IPA!" sungut Juna.

Hema pemuda berwajah tupai itu hanya mencibir omongan Juna. Pasalnya emang bener, dia juga gak tau kenapa ia bisa masuk IPA. Saat tau ada pelajaran Fisika ia udah mau nyerah aja, sumpah bener-bener pusing katanya.

"Juna mau ke Liana?" tanya Hana sekali lagi. Pemuda itu mengangguk membenarkan.

"Iya, tadi bundanya ke rumah nitipin ini!" ujar Juna sambil nunjukin bekal makanan.

"Oh, ya udah samperin aja!"

Juna melangkah mendekat ke arah bangku Liana. Setelah pemuda itu Sampai, ia mengetuk meja gadis itu sebanyak tiga kali. Liana mengangkat wajahnya.

"Tidur lo?"

Liana cuma nyengir aja ke arah Juna. Gadis itu melepas tudung hodienya, lalu mengusap wajahnya. Senyuman pertama Liana sejak pertama kali datang.

"Ngapain lo ke sini?"

"Bunda nitipin ini, lagian lo ngapain sih berangkat pagi-pagi bener?" Liana mengambil kotak bekalnya.

"Biasa!" sahutnya.

"Biasa-biasa gundul mu."

Liana tersenyum kecil, setidaknya pemuda di hadapannya ini bisa menghiburnya. Sekedar info Juna dan Liana emang tinggal di kompleks perumahan yang sama. Selain itu mereka berdua emang saudara sepupu, makanya bunda Liana bisa nitipin bekal makanannya ke Juna.

SACRIFICE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang