DUA PULUH

715 105 15
                                    

Liburan telah usai, kini Liana dan teman-temannya telah duduk di kelas tertinggi di sekolah mereka—hirarki tertinggi dimana gak ada yang perlu ditakuti dan dihormati selain guru mereka. Iya—mereka sudah kelas dua belas sekarang.

Masa-masa menegangkan dan sangat krusial, dimana setelah ini mereka akan sibuk dengan kegiatan belajar. Sekolah gak akan segan-segan menambahkan jam belajar mereka. Itu semua semata-mata agar semua murid sekolah tersebut dapat lulus seratus persen dan membanggakan nama sekolah mereka.

Janu dan Karina baru aja memasuki area sekolah. Seperti biasa, keduanya akan terlihat bersama. Jika kalian bertanya bukannya keduanya sudah berpisah? Iya, tapi memang gak ada yang tau soal itu. Janu juga gak masalah menuruti permintaan Karina untuk menjemput gadis itu, karena memang dia hanya menganggapnya teman sekarang. Tapi gak tau sebaliknya.

Jika kalian bertanya bagaimana Liana? Gadis itu sibuk sekali dengan anggota OSIS lainnya. Iya, sibuk sebagai panitia yang pada akhirnya ditugaskan untuk penerimaan siswa baru. Kesibukan terakhir sebelum akhirnya mereka turun jabatan.

Liana sibuk, jadi dia gak ada kepikiran yang lainnya. Gadis itu hanya butuh ketenangan, jadi sudah cukup menurut dia. Hubungannya sama Janu? Mereka baik-baik saja. Lalu sama Karina? Walaupun sempat ada ketegangan, mereka akhirnya berbaikan juga. Ya tapi memang gak seperti sedia kala, seperti ada rongga. Liana gak paham kenapa.

"Liana, ayo!" teriakan Javi barusan berhasil membuyarkan lamunan Liana yang saat itu melihat ke arah datangnya Janu dan Karina.

Bukan cuma Liana yang menoleh pada akhirnya, Janu juga. Padahal bukan dia yang dipanggil. Melihat atensi Liana, pemuda itu berniat menghampirinya. Dia buru-buru meninggalkan Karina yang saat itu berbicara dengannya.

"Jan, nanti aku..."

"Rin, gue duluan ya. Bye!" Janu melenggang pergi begitu aja, membuat Karina menghentakkan kakinya.

Setelah tau kemana arah pemuda itu pergi, gadis itu hanya bisa menghela napas kasar. Sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan parkiran, langkahnya terhenti ketika presensi Jerome yang akhir-akhir ini muncul di kehidupannya itu menegurnya.

"Udah sih gak usah cemburu juga, udah sepantasnya kan mereka bersama!" sindirnya, yang berhasil membuat Karina makin menekuk wajahnya.

"Bisa diem gak Lo!" ketus gadis itu.

"Wow... Santai!" Jerome memberi gestur agar Karina tak marah-marah dan membuat keributan di sana. Mengingat spot mereka itu akan dengan mudah mengundang perhatian warga sekolah.

"Udah sih Rin, lo tuh harusnya move on aja, bukannya udah putus ya?" Karina menatap tajam ke arah pemuda itu sekarang.

Padahal gak ada yang tau kalo Karina udah putus sama Janu. Bisa-bisanya dia tau tentang itu dan hampir membuat pengumuman. Ok, katakan Karina egois sekarang, dia cuma gak siap aja kalo nanti Janu gak lagi sama dia.

"Lo..."

"Udah jangan manyun, ntar gue cium baru tau rasa!" Jerome menoel pipi Karina sebelum akhirnya mengambil langkah seribu meninggalkan tempatnya.

"Jerome!" pekik Karina.

Karina yang kesal akhirnya memutuskan mengejar pemuda itu ke dalam sekolahnya. Teriakan Karina berhasil menghentikan laju Janu yang hendak menghampiri Liana. Dia melihat Karina berlari masuk ke dalam area sekolahnya, dimana di depannya ada Jerome yang berlari menghindarinya. Pemuda itu tersenyum melihatnya.

"Janu Lo ngapain di situ?" tanya Javi yang melihat presensi sahabatnya itu di sekitarnya.

"Kepo!" cibirnya sebelum akhirnya menghampiri Liana.

SACRIFICE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang