DUA PULUH LIMA

526 74 25
                                    

Hari ini Liana di suruh datang ke rumah papanya, karena nanti malam akan ada acara gitu di sana. Awalnya Liana hendak menolaknya, tapi bunda Giana memaksanya. Alhasil Liana akhirnya mau aja. Mau gimana lagi, kalo dia gak nurutin kemauan bunda entar dia durhaka. Namun pergi ke rumah yang udah seperti neraka baginya itu juga bukan pilihan terbaiknya.

Liana benar-benar males harus berada di tengah-tengah keluarga yang tak suka kepadanya. Mungkin karena mereka ingin keturunan ayahnya itu laki-laki bukan perempuan kaya dia. Bukan tanpa alasan, ayahnya itu anak tengah dari tiga bersaudara yang semuanya laki-laki. Namun dari ketiganya cuma ayah Liana yang hanya memiliki satu anak dan itu langsung anak perempuan.

Omnya Niko dan tante Tifa memiliki dua anak dimana anak pertamanya itu laki-laki bernama Elwin sedangkan anak keduanya bernama Yuna. Si bungsu om Jaka juga dua anak laki-laki, tapi kedua anaknya masih kecil semua. Namanya Gilang dan Xsaviel. Agak susah penyebutannya entah lah om Jaka emang suka banget bikin lidah orang keseleo setiap nyebutin nama anaknya.

Dan yeah... Siapa sangka dari kedua saudaranya itu, papanya yang merupakan anak yang paling sukses dalam bisnisnya. Tapi bukan berarti om Niko dan om Jaka enggak sukses juga ya. Cuma ya gitu, tanpa Lia sangka bisnis papanya udah sebesar di luar dugaannya.

"Mikirin apa?" Liana tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia menoleh ke arah si penanya.

"Ah, enggak!" sahut Liana berbohong.

Orang yang bertanya itu adalah Janu. Biasanya kalo harus berurusan dengan ayahnya, Liana dengan suka rela menceritakannya pada pemuda itu. Ya, meski pun dulu gak sedekat sekarang. Tapi untuk kali ini dia tak melakukannya, soalnya dia tau Janu harus menyelesaikan urusannya dengan Karina.

"Jan!" Karina menarik tangan Janu yang kini menatap ke arah Liana.

"Kenapa?"

"Ih aku lagi ngomong dari tadi dicuekin mulu!" ketusnya.

"Dih kan Janu juga lagi ngobrol sama Liana, kenapa lo ganggu mulu?!" cibir Yasmin yang ada di sampingnya.

"Apaan sih, kenapa lo ikut campur jadinya!!" balas Karina gak terima.

"Lo yang apa-apaan Kar?!" Yasmin udah gak bisa nahan emosinya. "Mikir gak sih lo, dia siapa lo?" tunjuknya ke arah Liana.

"Udah ih malu di liatin orang!" bisik Liana berusaha menengahi mereka.

"Dia sahabat lo, yang kalo ada apa-apa maju duluan demi belain lo. Tapi apa balesan lo sekarang?" Yasmin makin menatap Karina tajam. "Ketusin dia cuma gara-gara Janu doang? Iya?!"

"Kalo ngomong di jaga ya!" ucap Karina sampai menggebrak meja.

"Lah emang bener kan kenyataannya. Coba gue tanya, mana yang katanya sahabat sehidup semati?!"

"Kalo gak tahu apa-apa itu diem!"

Karina maju nunjuk-nunjuk Yasmin di hadapannya, gadis itu sampai harus di tahan Jerome yang berada di sampingnya. "Karin udah!"

"Gak ada ya, dia yang mulai duluan!!"

"Apa lo, bisanya iri doang!" tambah Yasmin.

"Ya lo gak tau apa-apa!"

"Ya terus lo maunya dingertiin sama kita-kita gitu? Mikir dong, apa pernah lo mikirin kita? Apa pernah lo terbuka sama kita?!"

"Yasmin udah!"

"Biarin lah, Li. Biar ni bocah sadar. Dia yang narik garis buat kita, sekarang dia yang marah kalo kita gak bisa ngertiin ini orang!"

Wajah Karina udah merah padam, dia ingin melawan. Tapi menyangkal pun memang benar. Semenjak jiwa ambisnya muncul, dia makin narik diri dari sahabat-sahabatnya. Bahkan dia bingung kenapa.

SACRIFICE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang