"Kita putus," ucap Lingga lewat panggilan suara. Ia mengakhiri hubungan pacaran dengan Kirana setelah setahun setengah mereka menjalaninya.
"Ga, aku tahu kita udah nggak sebaik di awal hubungan kita dulu, tapi kita masih bisa memperbaikinya, kamu sudah janji nggak akan ninggalin aku," lirih Kirana memohon dengan suara yang sudah gemetar.
"Kita nggak bisa lanjutkan hubungan ini, Ran. Kita sudah terlalu jauh," ucap Lingga.
"Tapi kamu yang memulai semuanya Ga," lirih Kirana terisak dalam panggilan itu.
"Maaf Ran, kamu jaga diri kamu baik-baik, semoga kamu bahagia."
Belum sempat Kirana berkata sepatah dua kata lagi untuk memohon pada Lingga, panggilan itu sudah berakhir.
Kirana menjerit tertahan di kamarnya, menelan semua kepahitan dan beban yang semakin menumpuk di pundaknya. Ia melemah dan terduduk lunglai di lantai. Dengan tangan gemetar, ia mencoba kembali menghubungi Lingga namun tidak dijawab. Ia pun mengirimkan beribu pesan mulai dari memohon, mengingatkan kembali masa-masa indah mereka dan segala harapan yang pernah mereka ucapkan. Bukannya balasan yang Kirana dapatkan, melainkan ia diblokir oleh Lingga.
Kirana menangis sambil tertawa dalam kegetirannya. Ia menggeleng-geleng berharap semua hanyalah mimpi. Begitu sanggup Lingga memutuskannya tanpa alasan setelah semua yang mereka lalui, tapi nyatanya memang begitu adanya, Lingga bahkan langsung memblokir nomornya.
Kepahitan Kirana hari itu semakin bertambah saat tiga bulan setelahnya ia mengetahui kalau cinta pertamanya itu sudah memiliki kekasih baru. Ia yang masih penuh dengan luka, tertawa sampai menangis. Entah sudah berapa banyak ia menghabiskan air mata di tiap malamnya semenjak ia diputuskan, hanya untuk melupakan laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu.
***
3 tahun kemudian...
"Bu Kiran."
Kirana tersadar dari lamunannya, ia langsung menyahuti pemiliki bimbel di mana tempatnya mengajar tersebut. "Eh, iya Bu Vanin?" sahutnya santun.
"Bu Kiran kenapa? Baru kali ini saya lihat Bu Kiran melamun, biasanya juga selalu menjadi tentor yang semangat, menyebar aura positif, atau memang kalau lagi sendiri Ibu Kiran memang seperti ini?" tebak wanita paruh baya itu pada Kirana yang sudah berusia 25 tahun.
"Ah nggak kok Bu, itu hmm saya emang lagi kepikiran keluarga aja di kampung," jelasnya.
"Oh... jadi ceritanya lagi rindu pulang?"
Kirana tersenyum dan mengangguk ragu.
"Atau jangan-jangan ada yang sudah menunggu di kampung untuk melamar Bu Kiran?" tanya Bu Vanin lagi.
"Bu Vanin, nggak kok Bu," jawab Kiran tersenyum.
"Aminin aja kan siapa tahu," ucap Bu Vanin menepuk pelan bahu Kiran. "Lagian Ibu Kiran itu cantik, masih muda-"
"Ah Bu, maaf saya harus masuk kelas sekarang, maaf Bu," ucap Kirana memotong ucapan Bu Vanin yang sudah mengarah ke hal-hal yang untuk saat ini tidak bisa Kirana pikirkan.
"Oh iya-iya silakan," ucap Bu Vanin.
Kirana Syahla- wanita cantik berhijab itu langsung berjalan keluar dari ruang khusus tentor di tempat bimbel yang berstandar internasional tersebut. Ia cepat-cepat mengambil materi dan buku-buku untuk ia bawa masuk ke dalam kelas yang akan dia ajar. Sebenarnya kelas itu akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi, tetapi ia harus pergi untuk menghindar dari pertanyaan Bu Vanin yang membuatnya akan kembali memikirkan siapa dirinya.
Sementara itu, di pelataran gedung bimbel yang luas dan bertingkat tersebut, seorang ayah tengah mengantarkan anaknya untuk pertama kali mengikuti bimbel. Ia turun dari mobil dan menggandeng anaknya yang tampan yang baru duduk di kelas 1 sekolah dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 40 DAYS
RomanceKirana Syahla hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Ia sudah melangkah maju namun benang kepahitan masih mengikat kakinya dan menjerat langkahnya. Hal itu yang membuatnya selama ini takut membuka hati. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang anak b...