Bukan Pertama Kali

809 101 4
                                    




Wira sudah sampai di rumah setelah ia menjemput Zain pulang.

"Kita sudah sampai di rumah, apa Yah kejutannya?" tanya Zain tidak sabar.

Kirana keluar dari kamar dan saat itu pula Wira menegurnya. "Sayang... Kenapa keluar dari kamar, udah masuk lagi, kamu harus istirahat," ucap Wira. Ia langsung mendekati Kirana dan menyuruhnya kembali ke kamar.

Zain pun mengekori ayah dan ibunya.

"Mah, kata Ayah ada kejutan untuk Zain di rumah, apa Mah?" tanya Zain.

Kirana sudah kembali berbaring di tempat tidur karena disuruh Wira yang teramat perhatian. Ia menatap suaminya.

"Mas belum bilang," ucap Wira.

Kirana tersenyum. Ia mengulurkan tangannya itu pada anaknya. Zain pun langsung mendekat. Kirana menyentuh pipinya dan membelainya.

"Zain, jadi sebentar lagi Zain akan jadi..." Kirana menjeda kalimatnya.

"Akan jadi..." sambung Wira pula. Ia duduk di tepian tempat tidur.

"Akan jadi?" tanya Zain pula.

Mereka tertawa bersama.

"Zain akan jadi Kakak!" seru Kirana.

"Zain mau jadi Kakak? Zain punya adik?" tanya Zain dengan mata berbinar.

Wira mengusap kepala anaknya itu dan tersenyum mengangguk membenarkan.

"Di sini, di perut Mama sekarang ada adiknya Zain," jelas Wira, mengelus perut Kirana.

Zain langsung menempelkan tangannya ke perut Kirana.

"Kok bisa Yah?" tanyanya pula penasaran.

Kirana menatap Wira. Mereka pun bersitatap, bingung harus menjawab pertanyaan Zain seperti apa. Wira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Jadi, di dalam perut Mama itu ada yang namanya rahim, rahim itu tempat bayi berkembang. Kok bisa ada? Karena Allah sayang ke Mama, ke Ayah, ke Zain, makanya Allah kasih kita bayi di rahim Mama," jelas Kirana.

Wira tersenyum.

"Makasih ya Allah sudah kasih Mama, Ayah dan Zain bayi," ucap Zain.

"Pintar anak Mama, kiss Mama dulu," ucap Kirana.

Zain pun mengecup pipi Kirana.

"Sekarang kakak Zain, ganti baju dulu, makan, baru boleh ke sini lagi ya, bobo siang sama Mama?" tanya Kirana.

Zain mengangguk.

"Anak pintar!" puji Kirana.

Zain pun langsung keluar dari kamar Wira dan Kirana setelah mendengar perintah itu.

Wira tersenyum menatap Kirana. Ia menggenggam tangan Kirana dan ia letakkan di atas perut Kirana. "Sayang, kamu memang wanita hebat, luar biasa, kamu Mama yang cerdas, bisa buat Zain paham dan mengerti dengan caramu," ucapnya.

Kirana tersenyum. "Mas berlebihan. Zain itu pintar dan penurut, itu juga karena didikan Mas dan Mbak Nailah, Kirana hanya menuntun dan melanjutkannya saja," jawab Kirana.

Wira membungkuk dan mengecup kening istrinya itu. "Kamu tahu Sayang, aku bangga punya kamu," ucapnya. Ia mengusap-usap perut yang masih datar itu. Lalu ia pun mengecupnya.

"Ayah udah nggak sabar mau lihat kamu," ucap Wira.

Kirana tersenyum dan mengusap kepala suaminya.

"Besok kita cek ya Sayang? Hari ini kamu harus istirahat dulu," pesan Wira.

AFTER 40 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang