Selamat Jalan

935 57 2
                                    




Zain tidak begitu mengerti mengapa Kirana berkata seperti itu. Tapi, dia hanya mengangguk dan dia akan selalu mendoakan orangtuanya.

"Kirana! Apa yang kamu katakan, Sayang! Kamu pasti akan sembuh! Dokter! Kenapa diam saja?! Lakukan sesuatu!" umpat Wira memegang kerah Abi.

Abi mengusap wajahnya.

"Kau bilang kau cinta dengannya! Lakukan sesuatu! Sembuhkan dia!" bentak Wira.

"Kirana tidak bisa terima, Pak Wira. Pengobatan yang dia jalani akan berakibat pada kandungannya," lirih Abi.

Wira menutup mulutnya. Tapi otaknya dengan cepat berpikir, ia lebih memilih Kirana daripada anak yang sudah lama mereka nantikan.

"Sayang... kamu pasti sembuh, nggak apa-apa," ucap Wira menggeleng.

Kirana pun menggeleng. "Biarkan aku mempertahankannya, Mas. Aku minta maaf, aku nggak mau nyushain Mas dan dokter Abi," lirihnya.

"Abi... makasih banyak ya sudah selalu menolongku, semoga kamu dapatkan wanita yang baik," lirih Kirana.

Abi tersenyum getir dan mengangguk-angguk kelu menekan keningnya.

"Zain, sekarang, Mama minta satu lagi," lanjut Kirana bersusah payah.

Zain yang menangis terus memeluk ibunya. Ia mengangguk.

"Zain tahu kalimat syahadat kan? Bacakan di telinga Mama Sayang," ucap Kirana berurai air mata.

Wira langsung memeluk Kirana. "Sayang... Mas mohon! Jangan tinggalin Mas!" Ia memohon.

Kirana mengangkat tangannya dan mencoba memeluk Wira.

"Mas bantu Zain bacainnya," isaknya. Napasnya kembali sesak dan terputus.

Wira menggeleng-geleng.

"Mas," isak Kirana sesak.

Dengan tangisan dan hati yang begitu hancur Wira pun memenuhi permintaan istrinya itu. "Mas minta maaf Sayang," ucap Wira. Ia membingkai wajah Kirana yang pucat. Lalu menciumi pipi dan kening istrinya.

"Maafin Kirana, Mas. Mas ikhlas ya," ucapnya. Ia membingkai wajah Wira dan menampilkan senyuman untuk terakhir kalinya.

Wira mengangguk getir.

Wira pun memeluk Zain dan mendekat ke sisi kanan Kirana.

"Asyhadu an laa ilaaha illallah." Wira merasa tak sanggup melanjutkannya saat Kirana mengulang kalimatnya.

"Wa-asyhadu anna," lanjut Zain. Kirana pun mengulangnya.

"Wa-asyhadu anna muhammadar rasulullah." Wira melanjutkan.

Kirana mengulang apa yang disebutkan oleh Wira dan Zain. Ia pun tersenyum. Ia memejamkan matanya dan napasnya berhenti.

Tangan Kirana yang tadi menyentuh Wira dan Zain kini sudah tidak berdaya.

"Kirana!" pekik Wira menangis dan memeluk istrinya itu hingga terduduk.

"Mama!!!" Zain pun menangis mengguncang tubuh ibu penggantinya yang tidak lagi bernyawa.

Abi menunduk dan menekan kepalanya. Ia menghela napasnya yang ikut sesak dan dia merasa ikut hancur.

Wira menangis memanggil dan menyebut nama istrinya itu. "Maafin Mas Sayang!" isaknya terputus. Tak sengaja tangannya yang memeluk jasad Kirana yang masih hangat, menarik jilbabnya dan tangannya mendapatkan tumpukan rambut rontok yang begitu banyak. Tangannya gemetar dan ia semakin menangis.

Abi berdiri dari posisinya. Ia berdiri di sisi kiri Kirana. "Yang sabar ya, Pak Wira, Zain. Aku tahu ini nggak mudah. Tapi, Kirana memilih tidak menyusahkan siapa pun. Dia pergi dengan mudah dan tenang. Zain, sering doakan Mama, ya." ucap Abi.

AFTER 40 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang