Wira menatap anaknya yang sudah kembali tertidur. Orangtuanya pun juga ikut menatapnya heran.
"Wir," sapa Rahmita.
Wira yang menatap Zain kosong, tersadar setelah dipanggil oleh mamanya. Ia mengalihkan tatapan itu pada Rahmita. "Iya Mah?" sahutnya.
"Apa tentor Zain itu nggak bisa datang?" tanya Rahmita.
Wira menghela napas dan mengusap wajahnya. "Dia nggak ada di tempat bimbel Mah, dia mengambil cuti," jelas Wira. Hanya itu yang bisa ia sampaikan pada Rahmita karena memang itulah informasi yang ia dapatkan.
"Dia tinggal di mana? Biar Mama dan Ayah yang jemput," tawar Rahmita.
"Mah," potong Wira. Ia menunduk. Jangan sampai itu terjadi. Kirana mungkin sudah cukup risih dengan keberadaan Wira dan Zain, bagaimana lagi kalau sampai orangtuanya terlibat dan mencari-carinya sampai ke kampungnya? Tidak mungkin.
"Wira dan Zain sudah cukup berlebihan mengganggu Kirana. Jangan sampai kita mendatangi rumahnya, bagaimana perasaannya nanti?" lanjut Wira.
Rahmita menatap suaminya. Ia menghela napas. "Sebetulnya apa yang terjadi Wira? Ceritakan semua ke Mama," bujuk Rahmita.
Wira menunduk. Ia bingung harus memulainya dari mana. Karena semua terjadi tanpa direncanakan. Kedekatan Zain dan Kirana membuatnya juga ikut berharap.
"Awalnya aku sering menitip Zain pada tentornya ini, dia bernama Kirana, tentor bahasa inggris Zain di bimbel. Aku juga nggak tahu kenapa Zain bisa akrab dengannya, bahkan meminta agar Miss Kirana menjadi mamanya. Pernah juga aku terjebak hujan dan mobil mogok. Dia membawa Zain ke kontrakannya. Dia perhatian ke Zain. Mungkin itu juga yang membuat Zain semakin nyaman dengannya," jelas Wira.
Rahmita mulai mengerti masalah yang ada.
"Sebelumnya Kirana masuk rumah sakit, Zain pun memaksa Wira untuk menjenguknya. Kita menjenguknya, dan saat Zain tertidur, aku mengatakan kalau ingin mengenal dia lebih jauh. Dia diam dan tidak memberikan jawaban. Mulai hari itu aku berusaha untuk menjemput Zain tepat waktu agar aku memberi jarak antara Kirana dan Zain," papar Wira.
"Dan sekarang dia hilang kabar?" lanjut Rahmita.
"Pasti dia risih, Mah. Aku lupa diri siapa aku ini. Aku hanya seorang duda punya anak satu, sementara dia masih single. Mungkin dia baik dan perhatian pada Zain hanya karena dia kasihan setelah tahu Zain tidak punya mama lagi, tapi Zain dan aku berharap lebih," lanjut Wira.
Rahmita tersenyum dan itu membuat Wira heran. "Mama tersenyum gini bukan karena bahagia di atas kesedihan kamu dan Zain, tapi Mama bersyukur akhirnya anak Mama bisa membuka hati," jelas Rahmita agar tidak menyinggung anaknya.
"Mah, faktanya aku adalah seorang duda dan aku membuka hati pada orang yang salah," ucap Wira.
"Jodoh nggak ada yang tahu Wir," ucap Rahmita lagi.
"Sekarang aku harus bilang apa ke Zain Mah?" tanya Wira putus asa.
Mereka terdiam.
Sementara itu Kirana sudah berada di dalam kereta menuju Jakarta. Tadi setelah sekian lama ia menonaktifkan handphone-nya, akhirnya ia kembali mengaktifkannya. Ada banyak pesan yang ia terima, beberapa panggilan yang juga dari Bu Vanin. Sampai akhirnya ia membaca pesan dari Wira.
Saat ini Kirana tengah was-was di dalam kereta. Sesekali ia meneteskan air mata dan langsung menepisnya. Tiba-tiba ia merasa bersalah atas apa yang menimpa Zain. Ia tidak bisa pungkiri kalau kedekatannya dengan Zain membuatnya memiliki rasa sayang pada anak itu.
'Maafkan Miss Zain, Miss udah buat Zain berharap lalu Miss ninggalin Zain gitu aja. Tapi Miss nggak tahu harus bagaimana Zain. Semua nggak semudah yang ada di pikiran lugu Zain,' lirih Kirana di dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 40 DAYS
RomanceKirana Syahla hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Ia sudah melangkah maju namun benang kepahitan masih mengikat kakinya dan menjerat langkahnya. Hal itu yang membuatnya selama ini takut membuka hati. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang anak b...