"Ini Pak?" tanya supir taksi pada Wira.
Wira pun kebingungan karena ia juga tidak tahu di mana rumah Kirana. Ia tidak pernah ke daerah tersebut.
"Ah iya Pak," ucap Wira pula ragu. Ia langsung membayar tarif taksinya itu. Ia turun dari taksi dan masih memegang alamat yang dia catat.
Wira celingak-celinguk memastikan nomor rumah yang ada pada catatan kecil di tangannya itu. 'Ya, benar ini rumahnya,' batinnya.
Masih di bawah rintik hujan di sore itu, Wira mendekati bagian depan rumah Kirana. Ia mengetuk pintunya. "Assalamualaikum," ucap Wira mengetuk pintu rumah itu.
Dari dalam terdengar suara Zain dan Kirana yang sedang tertawa, juga dengan suara tv. 'Jadi benar ini rumahnya. Dia membawa Zain ke sini tanpa izinku,' batin Wira. "Assalamualaikum, Zain?" ulang Wira.
"Waalaikumsalam," sahut Kirana yang mendengar suara dan ketukan itu. "Bentar ya Zain," ucap Kirana pada Zain yang tengah menyantap makanannya. Ya, ia baru saja menggoreng nuget karena Zain mengaku lapar.
Kirana beranjak membuka pintu. Sejak tadi ia memang menggunakan jilbab instannya. Ia pun melihat Wira di depan pintu rumahnya. "Pak, maaf karena tadi kelamaan saya membawa Zain-"
"Tanpa seizin saya," potong Wira datar, menunjukkan ketidakterimaannya.
Kirana terdiam seketika. Namun ia mencoba menjelaskan. "Maaf Pak tapi..."
"Ayah," panggil Zain.
Wira terdiam. Anaknya itu terlihat bahagia dan penuh tawa. Sudah lama ia tidak melihat Zain dengan raut wajah seperti itu. "Zain, maafkan Ayah ya," ucap Wira. Ia pun berjongkok di hadapan anaknya.
"Ayah basah, mobil Ayah mana?" tanya Zain menengok ke arah jalan yang berada di depan rumah Kirana tersebut.
"Mobil ayah masih rusak, handphone Ayah lowbat," jelas Wira.
"Untung Ayah suruh Miss Kirana buat jaga Zain. Tadi Zain ngantuk di depan kelas nungguin Miss Kirana. Setelah Miss Kirana kelluar kita nungguin Ayah sampai Zain tidur," jelas Zain.
Wira terdiam. 'Nungguin di depan kelas? Memangnya Zain tidak masuk kelasnya?' batinnya heran.
"Maaf Pak, karena itu saya bawa Zain pulang dan itu saya sudah izin Bu Vanin selaku kepala dan pemilik bimbel. Saya kasihan melihat Zain kedinginan dan mengantuk. Tadi saya sedang masuk di kelas Lima Enam, sedangkan Zain sepertinya tidak berani bilang ke Ibu matematika kalau dia belum dijemput. Saya juga sudah menghubungi Pak Wira tapi tidak tersambung," terang Kirana sopan dan segan panjang lebar.
Wira tidak mampu berkata-kata lagi. Ia merasa bersalah karena sudah bersikap seperti tadi. Ia sadar ternyata ia telah merepotkan orang lain dan mengganggu kegiatan mengajarnya.
"Oh be- begitu rupanya. Kalau begitu saya minta maaf. Maaf karena saya pikir Zain masih kelas bahasa inggris hari ini, makanya saya menghubungi Bu Kirana, maaf sekali lagi, ternyata saya sudah mengganggu jadwal mengajar Bu Kirana," ucapnya sungkan dan merasa bersalah.
"Nggak apa-apa Pak," ucap Kirana mengangguk.
"Ayah sudah makan? Ayo makan sama Zain," ucap Zain menarik tangan ayahnya masuk ke dalam rumah.
Wira kebingungan dan Kirana pun merasa serba salah. Kirana membiarkan pintu rumahnya itu tetap terbuka karena takut terkena fitnah.
"Ayah basah ya?" tanya Zain lagi menyentuh baju Ayahnya.
Kirana menghilang ke dalam kamarnya dan mengambil handuk bersih dari lemarinya. "Ini Pak dipakai saja dulu," ucapnya.
"Ma- makasih," ucap Wira, menerimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 40 DAYS
RomanceKirana Syahla hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Ia sudah melangkah maju namun benang kepahitan masih mengikat kakinya dan menjerat langkahnya. Hal itu yang membuatnya selama ini takut membuka hati. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang anak b...