Bolehkah Mengenal Lebih Jauh

1K 146 12
                                    

Braak!!!

Karena melamun, Kirana tidak bisa mengelak dari kecelakaan yang akhirnya membuatnya jatuh dari motornya. Beruntung ia masih menggunakan helm, kepalanya itu tidak langsung terbentur di bahu jalan. Saat ia mengambil jalan ke kiri, ia tidak melirik ke belakang pada kendaraan yang akan menyusulnya. Ia terjatuh dan terlempar karena tertabrak motor yang di belakangnya, tangan dan kakinya luka akibat terseret di jalan.

"Mbak ini gimana! Mbak jangan seenaknya ngambil jalan dari kanan ke kiri!" maki Bapak-bapak yang juga terkejut dengan kehadiran motor Kirana di hadapannya.

Kirana mengakui kesalahannya. Ia tidak fokus mengendarai motornya itu. "Iya Pak Maaf," ucap Kirana. Karena kondisinya yang cukup memprihatinkan, orang-orangpun langsung membantunya menepikan motornya.

"Beneran nggak apa-apa Mbak?" tanya orang-orang yang ada di sana.

Kirana mengangguk.

"Rumah Mbak di mana?" tanya warga.

"Antar saya ke rumah sakit aja Pak," ucap Kirana. Ia sama sekali tidak memperpanjang masalah, bahkan tidak menuntut orang yang menabraknya karena kesalahannya sendiri.

Entah karena panik saat kecelakaan itu atau karena pikirannya yang terlalu penuh, Kirana tidak merasakan sakit pada tangan dan kakinya yang sudah berdarah. Sampai ia di rumah sakit barulah ia merasa tubuhnya melemah.

***

Kirana dirawat di rumah sakit. Tidak ada yang menjaga dan tidak ada yang menemani. Ia menenangkan dirinya sendiri. Meskipun saat sudah malam seperti ini, dia hanya bisa menatap langit-langit kamar rumah sakit dan tanpa ia sadari air matanya menetes. Cepat ia menepis air mata itu.

"Nggak! Aku nggak boleh nangis. Udah banyak hal yang aku lewati, nggak mungkin cuma karena kecelakaan kecil seperti ini aku harus menangis," ucapnya sendiri.

Sebenarnya bukan karena sakit dan kecelakaan yang membuat Kirana meneteskan air mata, tapi jauh lebih dari itu, yaitu kesendiriannya selama ini. Ia selalu berusaha kuat dan hebat untuk dirinya sendiri.

Setelah berumur lima tahun, ia ditinggal ibunya untuk menjadi TKW di luar negeri. Sedangkan ayahnya sudah lebih dulu meninggalkannya dan ibunya karena perceraian. Sampai Kirana dewasa ia tidak tahu bagaimana akhir ataupun kabar kedua orangtuanya.

Kirana dibesarkan oleh sang nenek yang tinggal dengan om dan tantenya. Sejak kecil Kirana selalu berusaha untuk tidak menyusahkan siapapun, karena ia merasa sudah cukup menjadi beban untuk om, tante dan neneknya. Belum lagi sepupu-sepupunya yang keberatan atas kehadirannya.

Jadi, tidak heran kalau sekarang Kirana menangis. Sekuat apapun ia menjalani semuanya, tentu kesendirian itu tetap sesekali akan membuatnya bersedih. Ia yakin ia akan sembuh dan akan kembali beraktivitas seperti biasanya. Ada suster yang akan menjaganya dan ia memiliki bantuan kecelakaan dari tempatnya mengajar untuk biaya pengobatannya.

"Yah nggak ada yang perlu ditangisi. Aku hanya perlu menghubungi Bu Vanin, meminta izin dan aku akan kembali sehat," bisiknya dalam hati. Ia menghela napas. "Aku nggak perlu kasih tahu Nenek, aku nggak mau dia khawatir," ucapnya lagi.

Usai Kirana menenangkan dirinya, tiba-tiba handphone-nya berbunyi. Ia meraih gawainya itu dan melihat ada panggilan video dari Wira. Ia tahu itu adalah Zain, tetapi tiba-tiba ia pun ragu untuk menjawabnya. Hingga panggilan video itu berakhir, Kirana hanya terdiam dan termenung.

Ternyata Zain tidak menyerah. Ia masih terus menyuruh ayahnya untuk melakukan panggilan ulang. "Kenapa Miss Kirana nggak jawab Yah? Miss udah janji untuk membantu Zain ngerjain PR," ucap Zain.

"Zain... Ayah bilang jangan kayak gitu, kalau Miss Kirana nggak angkat itu artinya dia sibuk. Lagian ada ayah Zain, sini ayah yang ajarin PR kamu," ucap Wira.

AFTER 40 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang