"Kiran minta maaf Mas," lirih Kirana. Ia menoleh pada Wira dan membuat genangan air mata yang terbentuk di pelupuknya menetes."Apa yang kamu pikirkan sampai kamu mau ketemu sama dia? Apa masa lalu kalian belum seleai?" tanya Wira.
Kirana menggeleng. "Bukan Mas, Kiran cuma takut dia mengganggu keluarga Kiran," jelasnya masih dengan suara gemetar dan menahan air matanya dengan perasaan yang sangat menyesal.
"Apa yang kamu takutkan, Kiran?" tanya Wira.
Kirana terisak. "Kirana cuma takut aja Mas," lirihnya.
Wira menghela napas. "Bagi Mas, masa lalu cuma masa lalu, apa yang kamu takutkan Kiran?" tanyanya lagi.
Kirana terdiam.
"Kiran, kamu tahu dokter bilang salah satu penentu agar bisa hamil itu adalah pikiran. Kalau kamu terus memikirkan masa lalu kamu, yang Mas saja nggak pernah memperhitungkan, kenapa kamu selalu ketakutan ddan memikirkannya?" tanya Wira.
Kirana mengusap matanya dengan punggung tangannya. Ia menghela napas panjang. "Kirana tahu Mas udah sangat tulus, maafkan Kirana, nggak akan ngulangi lagi. Apapun yang mau Kiran lakukan, mau ke mana pun Kiran pergi, akan bilang ke Mas," lirihnya.
"Bisa nggak Kiran, kamu tenang. Jangan terlalu banyak pikiran?" tanya Wira.
Kirana mengangguk.
"Maaf kan Kiran karena belum hamil juga ya, Mas."
"Tuh kan, Mas nggak ada bahas itu padahal, kenapa kamu justru memikirkan itu dan minta maaf, Kiran?" tanya Wira mengusap wajahnya.
Kirana masih sesenggukan.
"Ini yang Mas bilang, bisa nggak kamu tenang, jangan terlalu dipikirkan, itu yang justru nggak baik untuk kamu," jelas Wira.
"Maaf Mas." Sekali lagi Kirana mengangguk.
"Mas memang marah sama kamu karena kesalahan kamu ini. Tapi Mas nggak bisa biarin kamu dalam kesalahan kamu. Jangan ulangi lagi, Mas akan benar-benar marah." Wira menegaskan. Ia mengangkat kepalanya dan mengecup kening Kirana.
Kirana pun mengangguk dan tangisnya itu pecah di dalam pelukan Wira.
Wira mengusap punggung istrinya itu. "Mas, cuma mau negur kamu. Mas nggak suka," jelas Wira.
Di dalam dekapan Wira itu, Kirana mengangguk. "Makasih Mas," lirihnya terisak.
"Mas nggak pernah tega lihat kamu nangis, Sayang. Tapi Mas juga haru negur kamu, Mas nggak mau kecewa," jelasnya.
Kirana kembali mengangguk. "Maaf Mas," ulangnya lagi untuk kesekian.
***
Setelah hari itu semua kembali seperti biasa. Berjalan baik, harmonis dan penuh dengan senyuman. Namun, semua ternyata tidak sama seperti apa yang mereka tunjukkan.
Setiap Wira pulang bekerja, Kirana selalu menatap wajah suaminya itu, bagaimanapun ia tahu suaminya itu pasti tidak suka bekerjasama dengan Lingga. Tapi, Wira tidak pernah bercerita apapun.
Sementara itu, Wira setiap bertemu dengan Lingga, ia selalu teringat istrinya. Apakah laki-laki itu masih mencoba menghubungi istrinya. Namun, Kirana pun tidak pernah bercerita apapun padanya.
"Gimana kerjaannya Mas?" tanya Kirana, menyambut kepulangan Wira.
"Baik, Sayang," jawab Wira mengecup Kirana. "Zain, mana Sayang?" tanyanya.
"Lagi mandi Sayang," jawab Kirana pula. Ia berjalan mengantar tas suaminya itu ke kamar mereka.
Wira pun masuk ke kamar. Ia membuka kancing kemejanya dan bersiap untuk mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 40 DAYS
RomanceKirana Syahla hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Ia sudah melangkah maju namun benang kepahitan masih mengikat kakinya dan menjerat langkahnya. Hal itu yang membuatnya selama ini takut membuka hati. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang anak b...