Setelah 40 Hari Kepergianmu

1.6K 74 5
                                    




Setelah peristirahatan Kirana itu sepi, seseorang dari balik pohon besar datang mendekati makam baru yang masih basah itu. Ia membuka topi dan kaca mata hitamnya lalu duduk di sebelah pusara.

Tangisnya pecah dan ia sesenggukan menyentuh nisan itu. Ia geleng-geleng kepala menekan matatanya yang menangis. "Kirana, aku minta maaf. A- aku aku nggak menyangka akan berakhir seperti ini. Aku menyesal, Kirana. Aku menyesal! Aku tahu aku nggak pantas untuk dimaafkan. Maafkan aku, Kirana." Lingga mengepalkan tangannya atas penyesalannya dan maafnya yang tak sampai ia ucapkan langsung pada Kirana setelah semua yang ia lakukan, fitnah yang ia lakukan pada Kirana.

"Aku benar-benar menyesal, Kirana. Aku sangat menyesal. Harusnya aku mengikhlaskanmu setelah semua yang kulakukan. Kirana, maafkan aku!" Lingga menangis tersedu penuh penyesalan yang yang begitu dalam.

Tangis Lingga tidak berhenti di sana. Ia mengingat semua kesalahan dan kejahatannya pada Kirana. Dia yang tidak menjaga justru merusak Kirana, lalu dia memberikan Kirana masalah yang begitu besar Setelah semuanya dia meninggalkannya begitu saja. Lalu saat melihat Kirana bahagia, dengan egoisnya dia ingin merebutnya kembali. Sungguh Lingga sadar diri betapa tidak pantasnya dia dikatakan sebagai manusia. Dia benar-benar iblis!

Penyesalan terbesar Lingga adalah saat mengetahui Kirana pergi secepat itu dan ia tidak sempat mengakui kesalahan dan dosanya. Ia bahkan tidak mengucapkan maaf. Semua sudah terlambat. Waktu ternyata begitu singkat.

"Aku minta maaf, Kirana. Selamat jalan. Sekarang kamu pasti bahagia. Nggak ada lagi sakitmu, nggak ada lagi takutmu, nggak ada lagi kesedihan dan bayang-bayang dosa masa lalu. Semoga tenang di sisi-Nya." Lingga mengusap wajahnya dan memakai kembali topi dan kaca mata hitamnya.

7 Hari kemudian...

Wira baru sanggup keluar rumah dan bekerja sebagaimana biasanya. Begitu juga dengan Zain yang akhirnya membaik dari demamnya setelah kepergian Kirana sejak tujuh hari yang lalu.

Wira dan Zain saat ini tinggal di rumah Rahmita dan Dayat karena tidak ada yang merawat mereka berdua.

"Kamu berangkat ke kantor saja, Wira. Biar Zain, Ayah dan Mama yang mengantarkan ke sekolah," ucap Rahmita.

"Zain, Zain berangkat sama Oma Opa?" tanya Wira pada anaknya.

Zain mengangguk.

Wira menampilkan senyum simpul dan mengusap kepala anaknya.

Suasana duka masih begitu jelas tampak di wajah Wira meski ia berusaha menunjukkan bahwa semua baik-baik saja. Dayat dan Rahmita pun tahu itu.

Wira berangkat ke kantornya sedangkan Zain diantar sekolah oleh Rahmita dan Dayat.

"Oma, Opa, terima kasih sudah mengantarkan Zain ke sekolah," ucap anak itu.

"Oma dan Opa akan jemput juga nanti, ya?" ucap Rahmita mengusap kepala cucunya itu setelah Zain menyalam dan mencium punggung tangan mereka.

Zain berbalik dan ingin berjalan ke gerbang sekolahnya. Namun, tiba-tiba anak kelas dua SD itu berbalik lagi dan memeluk Rahmita.

"Zain teringat Mama Kirana, Oma. Kenapa Mama Kirana meninggalkan Zain? Dulu Mama Nailah juga meninggalkan Zain, apa Zain anak yang nakal?" tanyanya menangis.

Rahmita langsung menepis air matanya dan Dayat pun menjauhkan wajahnya agar tak terlihat sedih oleh cucu mereka.

"Nggak Sayang, siapa yang bilang Zain nakal? Zain itu anak yang baik, pintar, berbakti kepada kedua orangtua. Mama Kirana dan Mama Nailah bukan meninggalkan Zain, tapi mereka menghadap Allah supaya mereka meminta kepada Allah agar Zain selalu dilindungi, menjadi anak yang kuat, yang selalu mendoakan Mamanya, menjadi anak yang soleh, bukan karena Zain nakal," jelas Rahmita sebisa mungkin menjelaskannya.

AFTER 40 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang