Cinta Tidak Harus Memiliki

931 118 3
                                    




Kirana langsung menutup mulutnya yang terbuka dan ia tidak bisa menahan sennyum bahagianya. Seketika ia haru membuat bening membendung di pelupuknya. Ia dengan cepat duduk dari posisinya yang berbaring.

"Hati-hati," ucap Abi mengingatkan.

Kirana langsung mengambil handphone dari tasnya yang diberikan oleh Abi. Ia menghubungi Wira saat itu juga.

Wira melirik rekan-rekan kerjanya saat menyadari handphone-nya bergetar. "Permisi," ucapnya, ia beranjak dan undur diri untuk mengangkat panggilan Kirana. Ia tahu istrinya itu tidak mungkin melakukan panggilan sembarang waktu sedangkan Kirana tahu itu masih lah jam kerja.

"Halo, Assalamualaikum. Iya Sayang?" sapa Wira.

"Mas, Waalaikumsalam, Kiran hamil," ucap Kirana haru tanpa basa-basi. Ia begitu bersemangat.

Wira seperti tidak yakin dengan apa yang dia dengar, namun ia sangat bahagia jika yang ia dengar itu benar. "A- apa Sayang? Kamu hamil?" tanya Wira berdebar.

"Iya Mas, aku lagi di rumah sakit," ucap Kirana. Ia menyebutkan nama rumah sakit tempatnya saat itu. "Tadi aku pingsan, Mas, untung ada yang nolongin, teman SMA aku," jelasnya.

"Ya Allah, Mas lansgung ke sana," ucap Wira.

Wira kembali masuk ke ruang rapat. "Saya izin, istri saya di rumah sakit," ucapnya. Ia pun langsung pergi.

Lingga menatap Wira tidak suka. Tanpa jawabannya, Wira pergi begitu saja. Ia ikut penasaran, juga khawatir kenapa Kirana bisa masuk rumah sakit. Pikirannya sektika ingin mencari tahu.

Selama perjalanan ke rumah sakit, jantung Wira begitu berdebar. Ia sangat bahagia. Penantian yang selama ini ia dan keluarga nantikan akhirnya dikabulkan juga oleh Yang Maha Kuasa. "Ya Allah," terima kasih," lirihnya haru.

Sementara itu, Kirana masih ditemani oleh Abi. Usai menghubungi Wira, Kirana mengusap pipinya. Ia menangis haru, tersenyum dan tertawa. "Duh, maaf Bi, aku terlalu senang," ucapnya.

Abi tersenyum lalu menggeleng. "Wajar, kamu pasti sudah lama menantikannya kan?" tanyanya, tersenyum ramah.

Kirana mengangguk. "Aku dan suami sudah setahun menikah dan baru ini diberi kepercayaan untuk mendapatkan anak. Anakku Zain juga pasti senang, mendapatkan adik," jelasnya, masih haru.

"Selamat ya Kiran," ucap Abi pula.

"Oh ya, kenapa kamu tahu aku sudah menikah, kita baru pertama kali ketemu setelah lulus sekolah. Kamu gimana? Kamu pasti sudah menikah, anak kamu berapa?" tanya Kirana pula semangat.

Abi tersenyum lalu menggeleng. "Aku sama sekali belum menikah, apalagi punya anak," jawabnya.

"Oh belum ya. Maaf, nggak bermaksud. Tapi, pasti perempuan yang dapatin kamu nanti bangga. Kamu itu baik apalagi sekarang jadi dokter, aku bangga sama kamu," puji Kirana.

Abi tersenyum dan menunduk sesaat. "Makasih Kiran," jawabnya.

"Aku senang lihat kamu bahagia, Kiran."

"Maksudnya?" tanya Kirana heran.

Abi tersenyum dan menggeleng. "Maksudnya, aku turut bahagia sama kebahagiaan kamu," ralatnya.

Kirana tersenyum. "Makasih Bi," balasnya.

Tidak berapa lama, Wira pun datang.

"Sayang," sapanya langsung masuk ke ruangan Kirana.

Saat itu juga Abi berdiri dan menyambut Wira.

"Abi, yang menyelamatkan Kiran di rumah sakit, Mas." Kirana langsung menjelaskan.

AFTER 40 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang