Membawa Zain Pulang

1.2K 162 8
                                    

"Zain?" sapa Kirana lembut, memegang bahu anak itu.

Zain menatapnya. "Iya Miss? Ayah terlambat lagi," ucapnya.

Kirana reflek memeluk anak itu dan mengusap punggungnya. "Ayah Zain baru saja memberitahu Miss kalau Ayah Zain mobilnya mogok di tengah jalan dan dia kehujanan. Ayah Zain minta tolong Miss untuk tengokin Zain, makanya Miss ke sini," jelas Kirana.

Anak itu terlihat lebih tenang sekarang.

"Tadi Zain ada kelas apa?" tanya Kirana.

"Matematika Miss," jawab Zain.

"Kenapa nggak bilang sama Ibunya kalau Zain belum dijemput?" tanya Kirana.

Zain diam.

"Miss masih ada kelas, yaudah nunggu Ayah Zain datang menjemput, Zain ikut Miss ke atas ya?" bujuk Kirana.

Anak itu langsung mengangguk. Ia pun turun dari kursinya

Kirana memberikan tangannya dan ia menggenggam tangan anak itu, berjalan meninggalkan bagian depan bimbel untuk kembali ke kelasnya.

Sesampainya di lantai 3, Kirana menyuruh Zain duduk di sebuah kursi panjang yang ada di depan kelasnya. Bagaimanapun, tidak diperbolehkan orang lain masuk ke dalam kelas yang diajar, bahkan walau itu anak tentor tersebut demi kenyamanan proses belajar.

"Zain duduk di sini ya, lima belas menit lagi Miss juga selesai mengajarnya. Nanti kalau Ayah Zain sudah mau ke sini, Miss akan suruh langsung jemput Zain ke lantai tiga, atau Miss yang akan antar Zain ke bawah," terang Kirana. Sebisa mungkin ia tetap memberikan kenyamanan pada muridnya itu.

Zain mengangguk

"Sebelum Miss masuk, Zain butuh sesuatu?" tanyanya.

Zain menggeleng.

Kirana mengusap kepala anak itu, ia tersenyum lalu masuk ke dalam kelasnya.

Sementara itu Wira masih kebingungan dengan apa yang harus ia perbuat. Ia terlihat seperti laki-laki bodoh yang tidak bisa mengambil keputusan. Ingin ia memanggil taksi, namun di tengah hujan yang lebat itu, taksi tidak terlihat lewat di dekatnya. Ia juga sudah menguhubungi layanan servce online, namun mereka menolak karena jarak dari jangkauan mereka cukup jauh dan lagi-lagi karena hujan yang deras itu.

Meminta tolong orang lain membuatnya segan karena lagi-lagi hujan itu terlalu deras. Akhirnya dia hanya berdiam diri di dalam mobilnya sembari menunggu hujan reda. Pikirannya itu terus memikirkan Zain.

Beruntung saat sebelum mobilnya itu benar-benar berhenti, ia sudah mengarahkan mobilnya ke bahu jalan. "Hahhh!" Wira menghela napas. Ia menyandarkan tubuh dan kepalanya pada jok. Tangannya ia tempelkan di keningnya. Ia berharap kiranya hujan langsung reda.

Tiba-tiba Wira mengingat asistennya. Ya, lokasinya yang mogok itu belum terlalu jauh dari kantor. Ia merasa bodoh karena baru bisa berpikir untuk meminta dijemput oleh asistennya. Namun sayang, saat ia mengambil kembali handphone-nya dari saku kemejanya, ternyata gawainya itu sudah lowbat. Wira berdecak kesal pada dirinya sendiri. "Ya Allah bodohnya aku!" rutuknya.

Lima belas menit kemudian.

Kirana sudah selesai mengajar. Ia langsung keluar dan menemui Zain di depan kelasnya. "Ya ampun, Zain ngantuk?" tanya Kirana.

Zain yang duduk di kursi panjang itu tertidur dan menyandarkan kepalanya ke badan kursi. Ia menganguk.

Kirana mencoba menghubungi ayah Zain, untuk menanyakan sudah di mana keberadaannya, karena ia kasihan melihat Zain yang terlihat kelelahan, bosan dan mengantuk.

AFTER 40 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang