Sudah dua hari Edreana tidak berbicara dengan Arsaka setelah terakhir cowok itu mengantarkan dirinya pulang ke rumah malam itu. Cowok itu tidak mendatanginya seperti biasa. Cowok itu memang datang ke sekolah dan latihan seperti biasanya. Tidak ada masalah. Hanya saja cowok itu seperti tengah mengabaikannya.
Apa Edreana berbuat salah pada cowok itu?
Edreana sudah tidak tahan dan penasaran dengan apa yang terjadi pada cowok itu hingga membawa langkah Edreana mengikuti Arsaka menuju markas the Devils. Edreana menjaga jarak beberapa meter dari cowok itu, karena Edreana tidak tahu harus berbicara darimana.
Pasalnya selama ini Arsaka yang memulai semuanya terlebih dahulu.
Edreana tanpa berpikir panjang berlari menghampiri cowok itu saat dia jatuh berlutut di depan pintu markas terbuka bersamaan erangan kesakitan mengalun dari bibirnya.
"Arsaka, lo nggak apa-apa?" tanya Edreana menyentuh lengan cowok itu. Namun, langsung di tepis.
"Lo kenapa?" tanya Edreana khawatir. "Lo sakit?" tanya Edreana kembali meraih lengan cowok itu, membantunya berdiri dan membawanya masuk ke dalam markas the Devils, yang tengah tak berpenghuni.
Edreana membantu memapah Arsaka duduk di sofa di ruangan itu. Cewek itu bergegas ke sudut ruangan, tempat kulkas berada. Meraih botol aqua berukuran sedang dan membawanya di mana berada.
"Ar—"
Ucapan Edreana mengantung di udara dan langkah Edreana yang tergesa-gesa, kini mendadak terasa berat untuk mendekat pada Arsaka. Cowok itu dalam posisi membelakanginya dengan tubuh bagian atas tidak di tutupi apapun. Namun, bukan hal itu yang membuat Edreana terdiam, tapi punggung cowok itu penuh memar-memar merah, seperti habis dicambuk.
"Punggung lo kenapa?"
Cowok itu tampak terkejut mendengar pertanyaan Edreana. Pasti cowok itu mengira Edreana sudah pergi dari tempat itu.
Luka itu tampak tidak diobati dengan baik.
Pandangan Edreana jatuh pada salap yang tergeletak di meja rendah samping Arsaka. "Untuk apa itu obat lo bawa kalau nggak di pakai?" tanya Edreana ketus sembari meraih salap itu dan duduk di belakang Arsaka untuk mengoleskan obat itu pada punggung cowok itu.
Edreana menatap ngeri punggung Arsaka dengan gerakan pelan Edreana mengoleskan salap tersebut di punggung Arsaka, yang nyaris keseluruhan memar bewarna merah.
Selama Edreana mengoleskan obat itu hanya keheningan yang mengisi keduanya. Hanya ringisan Arsaka sesekali mengisi kekosongan di ruangan itu.
"Dia punya tato?" gumam Edreana pelan menatap punggung tegap Arsaka bagian atas sebelah kiri terdapat tato bergambar kepala serigala dengan ukuran kecil dan tepat di sampingnya terdapat ukiran huruf J.
"Dimana kotak P3K?" tanya Edreana pada Arsaka. Edreana juga melihat luka di sudut di bibir cowok itu.
Akan tetapi, Edreana sudah memiliki niat baik mengobati cowok itu. Pertanyaan Edreana tidak jawab seolah-olah cowok itu bisu. Membuat mendegus kesal, mengeluarkan ponsel dari sakunya untuk menghubungi Daffa.
"Daf, dimana kotak P3K? Gue nggak di rumah, tapi di markas lo. Gue enggak sendiri! Sama Arsaka. Bukan gue yang luka, tapi Arsaka. Udah gue tanya, tapi dia mendadak jadi bisu." Edreana dengan sengaja mengucap keras-keras cowok itu mendengar sindirinnya.
Edreana menyimpan kembali ponselnya setelah mendapat informasi yang dia mau dari Daffa. Cewek berjalan menuju lemari di sisi dinding yang tidak terlalu jauh dari sofa tempatnya berada.
Mendapatkan apa yang dia cari Edreana membawa kotak bewarna putih itu dan duduk di sofa kosong di dekat Arsaka. Cewek menaruh kotak di meja rendah samping. Mengeluarkan kapas, obat merah dan alkohol.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
Teen FictionEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...