Jam pelajaran terakhir dengan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Membuat siswa tidak bersemangat dan mengantuk karena guru yang mengajar menjelaskan dengan suara pelan, serasa nyanyian pengantar tidur membuat mata semakin berat.
Edreana hanya memandang ke depan tanpa membuka suara seperti teman sekelasnya yang asik mengosip, tidur atau bermain ponsel. Edreana terlalu malas melakukan semua itu. Karena keributan kelas suara guru itu pun tidak terdengar.
Valco sedari tadi hanya memperhatikan Edreana. Ia pikir Edreana menyimak penjelasan guru yang berada di depan kelas. Setelah diaamati lebih dalam cewek itu hanya memandang ke depan dengan pikiran melayang kemana-mana.
Valco menjentikan jarinya didepan wajah Edreana untuk mengundang atensi teman sebangkunya itu mendengarkan dirinya yang akan berbicara. Membuat Edreana menoleh dengan tatapan datar memandangnya.
"Gue belum sempat bilang makasih ke lo waktu udah bantuin gue ke UKS. Thanks, Edreana."
"Kalau gue mau minta ke lo lebih dari terimakasih?"
Valco menoleh memandang Edreana dengan alis terangkat satu. "Lo mau apa? Uang?" tanyanya tidak yakin.
"Apa latar orang tua gue nggak cukup membuktikan gue orang kaya?" sinis Edreana.
Valco manggut-manggut. "Jadi, lo mau apa?"
"Nanya," balas Edreana. "Kenapa Arsaka ngehajar lo hari itu?"
Dari pengamatan Edreana dan semua cerita Shea tentang Arsaka, cowok berhoodie itu tidak sebrutal hari itu. Meskipun Arsaka menyebalkan, Edreana memiliki keyakinan yang Edreana sendiri tidak tahu keyakinannya itu bersumber dari mana. Edreana percaya Arsaka tidak senekat itu menghajar Valco dengan niat membunuh seperti saat itu.
"Ah, itu." Valco tampak berpikir. "Salah gue sih, yang mancing-mancing dia."
Valco sepertinya tidak berniat memberitahu dirinya. Terlihat jelas sekali cowok tersebut tampak enggan membicarakan hal tersebut padanya.
"Alasan lo ngehianatin Arsaka?" Edreana mengalihkan pertanyaan. Meskipun ia merasa tidak puas dengan jawaban yang di berikan Valco.
Lagi. Valco menoleh dengan alis terangkat satu memandang Edreana. "Kayaknya lo peduli banget sama mantan sahabat gue itu. Sedekat apa hubungan kalian?" tanyanya dengan kekehan ringan.
Edreana tidak membalas. Cewek itu hanya diam memandang Valco tanpa ekspresi.
"Satu kali ucapan terimakasih untuk satu pertanyaan."
Bel menandakan jam pelajaran terakhir berbunyi nyaring. Membuat nyaris semua murid yang sudah tidak memiliki semangat di dalam kelas tersebut kembali bersorak penuh semangat memungut buku-buku dan memasukkan ke dalam ransel masing-masing, bersiap untuk meninggalkan area sekolah. Dan bel itu juga mengakhiri pembicaraan Edreana dan Valco hari itu.
"De, lo ada kegiatan?" tanya Shea bangkit dari bangkunya sembari menggendong ransel bewarna hitam miliknya di punggung, menatap Edreana yang masih tampak menyusun peralatan tulisnya.
Valeshia ikut berdiri di sebelah meja Edreana, menunggu jawaban cewek minim ekspresi tersebut. "Shea katanya, mau ke rumah gue. Kalau lo nggak ada rencana lain ikut, yuk?" ajak Valeshia.
Edreana mengangguk, tanda setuju dengan ajakan Valeshia. Ia memang tidak memiliki rencana lain selain pulang ke rumah. Edreana bangkit dari duduknya. Ketiga cewek itu melangkah meninggalkan kelas yang sudah kosong tersebut.
⚡
"Iya, iya Arsaka. Janji ini terakhir kali bolos latihan. Gue nggak bohong. Gue kurang sehat, astaga. Gue pingsan mau tanggung jawab lo? Kalau lo yang ngomong pasti di dengerin anak-anak kok. Gue mulu yang bantu lo. Bantuin gue juga dong! Iya, iya cerewet banget sih lo kayak emak-emak."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
Teen FictionEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...