"Kakak nggak niat ngajak pacar kakak malmingan?" Bersamaan dengan pertanyaan Jessalyn bola basket melingkari ring sebelum masuk ke dalam ring tersebut menciptakan poin.
Di banding kakaknya permainan basket Jessalyn masih tergolong payah. Itu yang selalu diucapkan kakaknya. Tidak masalah selagi Jessalyn bisa bermain dengan kakak jahatnya itu. Sebenarnya Jessalyn tidak menyukai permainan basket, tapi Arsaka hanya mau diajak bermain basket saja. Tidak mau diajak bermain boneka dan barbie. Membuat Jessalyn, yang memang ingin mencari perhatian kakaknya belajar bermain basket agar bisa bermain dengan Arsaka.
"Lo masih bocah! Pacar-pacar mulu itu isi otak." Arsaka menyentil dahi Jessalyn sebelum kembali membawa bola basket yang melambung di pinggir lapangan usai Jessalyn menciptakan poin.
Lapangan basket ini tercipta karena rengekan Jessalyn pada Daddy mereka. Jika tidak ada lapangan tentu saja dirinya tidak bisa bermain setiap hari dengan Arsaka. Daddy mereka yang pada dasarnya menuruti apapun kemauan Jessalyn, membuatkan lapangan basket sesuai request Tuan Putri kesayangan mereka.
"Kak, berhenti dulu, yuk?" ajak Jessalyn sembari mengusap dahinya yang disentil Arsaka. "Jessa capek."
"Nggak perlu lo ajak, gue juga mau istirahat." Jessalyn mendengus sebal. Jelas-jelas kakaknya itu sudah mulai kembali mendrible bola menuju ring, karena ajakannya baru cowok itu melepaskan bola dan berjalan menuju pinggir lapangan. Tepat disana sudah ada minuman dan handuk kecil yang di siapkan Bi Imah.
Jessalyn mengelap keringat yang membasahi wajah dan lehernya dengan handuk kecil itu. "Aku udah pintar belum main basket-nya, kak?" tanyanya antusias.
"Masih payah."
Jessalyn mengerucutkan bibirnya. "Dibanding kakak jelaslah Jessa nggak ada apa-apanya, tapi Dibandingin teman-teman Jessa, Jessa udah pinter."
Arsaka tidak menyahuti lagi perkataan Jessalyn cowok itu meneguk minuman di dalam botol minuman bergambar transformer miliknya. Botol tersebut hadiah ulang tahun ke 16 yang diberikan Jessalyn. Gadis kecil nan menyebalkan itu pernah memaksa Arsaka untuk membawa air minum dengan botol tersebut yang langsung Arsaka tolak mentah-mentah.
Namun, Jessalyn malah merengek kepada kedua orang tuanya dengan mengatakan Arsaka tidak menghargai hadiah darinya. Dari sana Arsaka berjanji akan memakai botol minuman itu ketika mereka bermain basket di rumah. Untung saja gadis itu setuju.
"Den, Aden." Bi Imah berjalan tergopoh-gopoh menghampiri putra majikannya sembari membawa ponsel Arsaka yang tengah berdering, menandakan telepon masuk.
Arsaka menoleh, berdecak. "Bi, jalannya pelan-pelan aja," tegur Arsaka. "Kalau Bibi jatuh aku nggak kuat gendong Bibi loh."
Bi Imah tertawa pelan, menghentikan langkahnya di dekat Arsaka dan Jessalyn. Anak majikannya yang satu itu memang sangat ramah dan suka sekali melemparkan candaan. Membuatnya tidak canggung.
"Mati lagi, Den." Bi Imah menyerahkan ponsel tersebut Arsaka.
Ponsel putra majikannya itu tergeletak di meja ruang keluarga. Bi Imah yang tengah beres-beres awalnya hanya mengabaikan saja. Namun, pesan kemudian diikuti panggilan masuk yang lebih dari dua kali tak bisa ia abaikan lagi. Mungkin saja itu sesuatu yang penting dan darurat.
"Siapa yang nelpon, Bi?" tanya Jessalyn penasaran.
"Teman Aden, non. Dari tadi loh nelpon-nya. Tadinya cuman ngirim pesan karena nggak ada balasan Aden makanya di telpon kayaknya." Arsaka meraih benda pipih itu dan tidak lupa mengucapkan terima kasih dan maaf karena sudah membuat wanita tua itu setengah berlari menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
Teen FictionEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...