"Daffa, panggil Dea. Kita sarapan bareng."
Daffa yang sudah menarik kursi untuk duduk mengurungkan niatnya mendengar perintah Mommynya. Cowok itu berjalan menuju lantai dunia, tempat kamar Edreana berada. Tanpa mengetuk pintu Daffa langsung menerobos masuk seperti yang biasa Daffa lakukan.
Pintu kamar Edreana tidak terkunci seperti biasanya. Daffa mengerutkan keningnya ketika menemukan Edreana yang tampak masih meringkuk di balik selimut tebal dan tertidur tidak tenang di atas ranjangnya.
Daffa mendekat untuk membangun Edreana. Namun, ketika kulitnya tidak sengaja menyentuh wajah Edreana, terasa hangat. Membuat Daffa khawatir. Cowok itu menyentuh kening Edreana dengan punggung tangannya. Panas. Sepertinya Edreana mengalami demam.
Kemarin Edreana pulang ketika hujan sudah reda diantar Arsaka. Daffa tidak terlalu memperhatikan kondisi Edreana semalam karena kakeknya mengajak Daffa membahas banyak hal sehingga fokusnya tidak sepenuhnya untuk Edreana.
"Dea?" panggil Daffa pelan sembari mengoyang bahu Edreana dengan gerakan kecil.
Edreana yang merasa tidurnya terusik perlahan-lahan membuka matanya. Mengerjabkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya. "Jam berapa sekarang?" tanya Edreana dengan suara serak ketika netranya menangkap sosok Daffa di balut seragam putih abu-abu berdiri di samping ranjangnya.
Daffa tidak menjawab pertanyaan Edreana tersebut. "Hari ini libur. Guru ada rapat," bohong Daffa.
Edreana kembali memejamkan matanya. Kepalanya terasa pusing. Daffa berdecak pelan menyadari Edreana tidak menganti pakaiannya semalam. Sudah di pastikan pakaian itu basah.
"Jangan kasih tau Daddy sama Mommy. Gue nggak mau mereka khawatir," pinta Edreana masih dengan nada seraknya.
Lagi, Daffa tak membalas ucapan Edreana. Cowok itu berjalan menuju lemari pakaian Edreana. Cowok itu mengambil asal celana dan baju milik Edreana lalu melemparkan pakaian tersebut ke pangkuan Edreana. "Ganti baju lo," ucap Daffa kemudian berjalan keluar kamar Edreana. Tidak lupa menutup pintu tersebut dengan gerakan pelan.
"Loh, Dea-nya mana? Jangan bilang nggak jadi kamu panggil," tuding Angel ketika putra sulungnya kembali ke meja makan seorang diri.
"Dea udah berangkat duluan, Mom." Daffa menjawab seolah tak peduli. "Dia ninggalin catatan tadi di kamarnya. Kayaknya dia masih kepikiran masalah kemarin," ucap Daffa yang terdengar sangat meyakinkan.
Reynand yang duduk di kursi meja paling ujung menghela napas panjang. Ia merasa gagal melindungi Edreana. Reynand harus bertindak lebih tegas kepada keluarganya menyangkut Edreana agar hal seperti kemarin malam tidak terulang kembali.
"Nanti pulang kamu sama Dea biar Mommy yang jemput-"
"Nggak usah, Mom. Nanti malam aja mommy ngomong sama Dea," potong Daffa cepat. "Daffa ngerasa nggak enak badan, Mom. Boleh Daffa nggak masuk hari ini?" tanya Daffa dengan suara sengaja di lemes-lemeskan.
"Kamu sakit, sayang?" tanya Angel khawatir sembari berjalan menghampiri Daffa yang duduk berseberangan dengannya.
"Nggak panas." Angel mengeryit, sedikit heran ketika menyentuh dahi Daffa yang suhunya normal.
Daffa menurunkan lengan Angel dari dahinya. "Daffa nggak bilang kalau Daffa demam, Mom. Tapi Daffa sakit perut." Daffa memegangi perutnya dengan lagak seolah-olah sakit.
"Kenapa kamu bisa sakit perut?" tanya Reynand heran. Pasalnya, putranya itu sangat menjaga kehigienisan makanan yang dia makan.
"Daffa juga manusia loh, Dad yang bisa juga terserang penyakit," protes Daffa mendengar pertanyaan yang tidak percaya dari Reynand.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
Teen FictionEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...