Edreana yang tengah duduk di pinggir ranjang sembari menatap kalung yang di berikan Panji menoleh ke arah pintu yang tampak di buka seseorang. Di sana kakaknya tengah berdiri dengan tanpa ekspresi menatap Edreana.
"Daddy dan mommy nunggu lo dibawah untuk makan malam," ucap Daffa sebelum kemudian melangkah pergi, membiarkan pintu kamar Edreana terbuka lebar.
Begitulah hubungan Edreana dengan kakaknya. Dingin dan tanpa kehangatan. Edreana tidak tahu sejak kapan hubungannya dengan Daffa berubah 180 derajat. Mereka yang dulunya saling menyayangi kini seperti dua orang asing. Sungguh, Edreana tidak bisa berkata-kata dengan yang telah ditakdirkan Tuhan untuknya.
Ia diberikan keluarga yang harmonis, orang tua yang memberikan kasih sayang yang berlimpah, kakak yang teramat menyayangi dirinya sebelum kemudian sebuah fakta menyakitkan melemparkan Edreana hingga ke dasar jurang.
Edreana bangkit dari duduknya meletakkan kalung tersebut di atas nakas, kemudian melangkahkan kakinya menuruni anak tangga menuju lantai bawah, meja makan. Di sana sudah tampak daddy, mommy dan kakaknya duduk di meja makan.
"Mommy, masak apa?" tanya Edreana sembari menarik kursi tepat disebelah Daffa."Kesukaan kamu dan kakakmu waktu kecil dong," sahut nada penuh keibuan milik Angelista Evanya, mommy mereka dengan senyuman lebar menatap Edreana dan Daffa bergantian.
Pertanyaan basa-basi yang memang basi. Sudah sangat jelas masakan yang tertata rapi di atas meja, tapi Edreana malah bertanya yang membuat suasana diantara dirinya dan Daffa kian canggung.
Ketika mereka kecil memang banyak hal yang sama mereka sukai— lebih tepatnya Edreana memaksakan diri menyukai apa yang disukai Daffa. Mulai dari gaya berpakaian kelaki-lakian, makanan, pelajaran dan masih banyak hal lain yang tak bisa Edreana sebutkan.
Dulu Edreana dengan lantang mengatakan semua yang dia lakukan adalah bentuk kasih sayangnya yang begitu besar dan tulus kepada Daffa. Namun, sekarang Edreana menyadari bahwa itu karena dirinya tidak mau menerima dirinya yang sesungguhnya.
"Kenapa diam, sayang?" tanya Angel lagi tampak menyadari perubahan raut wajah keduanya.
Angel yang hendak kembali bersuara kembali merapatkan mulutnya saat Reynand Gavriel Abraham, ayah dari anak-anak yang duduk dikursi paling ujung meja menyentuh punggung tangan Angel sembari mengeleng seolah-olah mengatakan, "biarkan mereka mencoba menyelesaikan kesalahan pahaman mereka sendiri."
"Daddy dan mommy tenang aja. Dea dan Kak Daffa nggak lagi berantem," ucap Edreana mulai menyuap makan malam tersebut ke dalam mulutnya. Edreana menendang pelan kursi Daffa, meminta lelaki itu untuk meyakinkan kedua orang tuanya. Membuat Daffa melayangkan tatapan protes.
"Lo apa-apaan sih?" tanya Daffa tidak senang.
"Menurut lo?" Edreana berbalik bertanya dengan suara pelan.
Daffa mendengus kesal, mengalihkan perhatiannya dari Edreana. "Kalau daddy dan mommy pengen tau, hubungan aku dan Dea masih sama seperti saat Dea lebih milih pergi ninggalin kita atau mungkin lebih buruk dari itu."
"Kak..."
"Gue udah pernah bilang ke lo, 'kan?" Daffa kembali menatap Edreana tanpa ekspresi. "Lo memutuskan pergi, pergi untuk selamanya. Jangan pernah ngelihat kebelakang. Nggak akan ada tempat untuk lo kembali."
"Daffa!" bentak Angel. "Kata-kata kamu keterlaluan. Dia adikmu."
"Adik?" ulang Daffa sembari tertawa hambar. Cowok itu bangkit dari duduknya dengan tangan terkepal kuat disisi tubuhnya. "Cuman kita yang anggap dia keluarga, tapi dia enggak pernahmenganggap kita keluarga dia, mom."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
أدب المراهقينEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...