"Kenapa lo? Keingat Allara lagi?" tanya Kenzio sembari menepuk pundak Arsaka yang tengah berdiri dengan tatapan tertuju keluar disamping jendela kaca tembus pandang markas the Devils.
Arsaka berdecak kesal. "Sok tau," dengusnya sembari menyingkirkan lengan Kenzio dari atas bahunya.
Arsaka melangkah menuju sofa diruangan itu, duduk tepat disamping Daffa yang tengah membaca entah buku apa Arsaka tak tahu dan tidak ingin tahu. Menyandarkan punggungnya disandaran kursi dan memejamkan matanya.
"Terus apa lagi kalau bukan Allara?" sahut Eran yang tengah melempar bola ke dinding.
"Dibilang bukan berarti emang bukan," decak Aldevo. "Kenapa lo berdua pada ngotot?"
"Lah kenapa lo yang sewot?" tanya Kenzio mendaratkan pantatnya disofa kosong tepat disamping Aldevo sembari merangkul cowok itu.
"Bukan gitu. Arsaka lagi pusing mikirin turnamen," jelas Aldevo.
"Sok tau banget sih lo." Kenzio menoyor kepala Aldevo. Membuat cowok itu melayangkan tatapan protes, yang di abaikan Kenzio.
Arsaka menghela napas keras-keras, perdebatan teman-temannya membuat kepalanya semakin pusing. "Kasih gue ketenangan dikit bisa?"
Kenzio, Eran mengeleng serentak berbeda dengan Aldevo yang mengangguk. Aldevo sebenarnya cukup kasian dengan sahabat sekaligus sepupunya tersebut. Arsaka bukan seperti ketua geng kebanyakan, dingin dan menyeramkan. Orang yang pertama kali bertemu dengan Arsaka sekalipun bisa menyimpulkan Arsaka itu baik dan ramah. Untuk orang sekitarnya Arsaka selain baik dan ramah cowok berhoodie itu gentle, soft, menyebalkan, dan jahil, yang membuat anggotanya tidak segan padanya bercanda atau bahkan membalas menjahili Arsaka.
Akan tetapi, jika Arsaka marah tidak akan ada yang berani mengeluarkan suara sedikitpun. Karena marahnya orang baik itu berbahaya. Namun, seumur-umur Aldevo mengenal sepupunya tersebut hanya satu kali ia melihat Arsaka murka, itupun karena adik perempuannya.
Prinsip Arsaka, selama masalah bisa di selesaikan baik-baik, kenapa harus memakai kekerasan? Bisa di bilang Arsaka sangat ahli dalam mengontrol emosinya. Bahkan Arsaka seolah-olah tidak terlalu mempersalahkan hal yang terjadi beberapa bulan yang lalu, namun mereka yang di dalam ruangan itu tahu Arsaka hanya berusaha terlihat baik-baik saja di depan mereka.
Bicara tentang emosi ada lagi temannya yang sulit sekali Aldevo tebak pemikirannya. Samudra. Jika Arsaka bisa menunjukkan berbagai emosinya maka Samudra kebalikan Arsaka. Cowok sedingin kutub Utara tersebut senang ataupun sedih ekspresi yang di tunjukkan sama saja, datar. Entah bagaimana Arsaka bisa menghancurkan dinding es yang di bangun Samudra hingga cowok dingin tersebut mau saja berteman dengan Arsaka yang sangat berbanding terbalik kepribadian dengan cowok tersebut.
Satu lagi temannya yang masih bersangkutan dengan emosi. Madaffa. Jika Arsaka sangat amat jarang menunjukan amarah berbeda dengan Daffa yang tidak bisa hidup tanpa meluapkan emosi pada orang lain. Yap! Bisa di bilang Daffa tipikal manusia emosian. Tidak ada hari tanpa emosi, tidak ada hari tanpa berkata kasar dan tidak ada hari tanpa menyakiti perasaan orang lain dengan kata-kata setajam silet yang keluar dari mulutnya. Aldevo berani bertaruh jika Daffa bisa hidup sehari saja tanpa tiga hal yang di sebutkan di atas potong saja telinga Aldevo.
Beralih pada manusia netral macam Pangeran. Eran dengan kepribadian menengah. Eran bisa menunjukkan emosi saat marah, tersenyum ketika merasa senang, sedih ketika sesuatu terasa hilang darinya. Yang tidak bisa di toleransi pada diri Eran hanya kebucinannya pada pacar cowok tersebut. Sungguh, Eran sangat berlebihan menunjukkan rasa sayangnya kepada pacarnya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
Teen FictionEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...