Dua hari berlalu sejak Arsaka mengetahui kebenaran tentang Allara. Edreana sedikit bersyukur Arsaka tidak mengurung dirinya seperti biasa cowok itu lakukan. Namun, kali ini cowok itu melampiaskan dengan cara berbeda. Seperti saat sekarang ini cowok itu bermain basket seperti orang kesetanan.
Berlari kesana-kemari tanpa rasa lelah. Edreana saja yang merasa lelah melihat apa yang di lakukan cowok itu. Jelas sekali hari ini Arsaka kebanyakan bermain sendiri. Edreana tidak meremehkan tim lawan, hanya saja dari skill bermain dan tinggi badan pemain lebih unggul SMA Gardaruna. Tentu bukan suatu hal yang sulit untuk Arsaka mencetak poin berulang-ulang kali.
Dua hari itu juga Edreana tidak berbicara dan berhubungan dengan Arsaka. Cowok itu meminta waktu pada Edreana untuk sendiri, menenangkan amarah yang menyala di dalam dirinya. Arsaka tidak mau amarahnya mengacaukan segalanya. Sesuai permintaan Arsaka Edreana memberikan waktu untuk cowok itu sendiri.
Setelah Arsaka berhasil menjernihkan pikirannya. Langkah selanjutnya mereka akan mencari bersama-sama sosok pemilik kalung yang menjadi dalang di balik kepergian Elvan dan Allara. Dia orang yang sama.
Satu hal lagi yang menganggu pikiran Edreana. Tentang sosok cowok peniru Arsaka yang hilang bak di telan bumi. Setelah mengungkapkan bahwa dirinya bukan lah Arsaka cowok itu tidak pernah muncul lagi.
Kemana perginya dia? Dan siapa dia sebenarnya?
Haruskah Edreana memberitahukan tentang cowok itu pada Arsaka? Edreana mengelengkan kepalanya. Tidak! Cowok itu sudah memperingatinya untuk tidak memberitahu Arsaka. Edreana tidak mau mengambil resiko.
Cowok itu tampaknya tidak bermain-main dengan ancamannya.
Lama Edreana tengelam dalam pikirannya. Panggilan masuk dari seseorang membuyarkan lamunan Edreana. Cewek itu mengeluarkan ponsel dari sakunya.
"Halo, kak?" sapa Edreana langsung ketika pangilan terhubung dengan Panji. "Gue punya berita bagus buat lo kak."
"Oh, ya?" Panji di seberang sana tampak tertarik dan terlupa akan tujuannya menelepon Edreana. "Apa berita bagus itu?"
"Gue udah dapat bukti tambahan soal pemilik kalung itu, kak."
"Kurang enak ngomong lewat telpon. Gimana kalau kita ketemu aja, De?"
"Kak Panji nggak sibuk emangnya?" tanya Edreana.
"Hari ini sampai malam free sih. Mau kapan?"
Edreana tampak berpikir sejenak sebelum kemudian menjawab pertanyaan Panji, "Nanti malam aja, kak. Jam tujuh. Bisa, kak?"
"Bisa. Nanti gue shareloc aja kita ketemuan dimana."
"Lagi berantem lo sama Arsaka, De?" Bersamaan dengan pangilan di tutup suara Shea terdengar membuat Edreana menolehkan kepalanya ke arah samping, tampak kedua temannya melangkah mendekat ke arahnya.
"Gue perhatiin lo dari kemarin ngelihatin Arsaka dari kejauhan mulu," sahut Valeshia ikut menimpali.
Edreana kembali menatap lurus ke arah lapangan, tepatnya mengamati sosok Arsaka. "Nggak kok. Arsaka cuman lagi butuh waktu buat sendiri."
"Kenapa?"
"Nanti bakal gue jelasin, She. Sekarang gue belum bisa jelasin apa-apa ke kalian."
Shea dan Valeshia tidak memaksa, kedua cewek mengangguk paham. "Ganteng banget anak-anak Wisteria, ya?" ucap Shea dengan pandangan menatap tim basket Wisteria yang berjalan di pinggir lapangan. Membuat Valeshia dan Edreana mengikuti arah pandangan Shea.
"Gue juga pengen punya pacar. Di antara kita bertiga gue doang yang jomblo di sini," keluh Shea.
"Semua cowok yang bilang suka lo tolak. Malah lo bilang lebih bagus temanan aja," decak Valeshia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
Teen FictionEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...