"Kak, ini Edreana."
Edreana langsung memperkenalkan dirinya ketika panggilan terhubung dengan seseorang diseberang sana. Cewek itu tengah berdiri di balkon kamarnya sembari menikmati hembusan angin malam.
"Dea?" ujarnya antusias. "Tumben ngehubungi kakak. Ada apa?" sahutnya di seberang sana.
"Soal Kak Elvan...."
"Besok siang aja kamu datang ke Cafe tempat kakak kerja, bisa?" tanya cowok itu sedikit ragu. "Kakak nggak bisa nelpon lama-lama, De. Lagi banyak pelanggan."
Meskipun tidak terlihat oleh lawan bicaranya Edreana mengangguk. "Besok pulang sekolah gue langsung ke sana, kak."
Pangilan singkat itu diputuskan sepihak oleh Edreana. Cewek itu mendongak menatap langit bertabur bintang dan disinari rembulan. "Apa gue terlalu bodoh percaya lo udah jadi salah satu dari bintang itu, kak?" tanya Edreana tanpa melepaskan pandangannya dari bintang-bintang yang memenuhi langit malam itu.
"Bisa-bisanya gue percaya sama omongan lo sampai sekarang." Edreana tertawa getir. Lagi-lagi kepalanya kembali memutar kenangan bersama Elvan.
"Gue nggak pernah ninggalin lo, Edrea. Palingan gue ninggalin lo kalau Tuhan manggil gue duluan untuk ketemu Dia."
"Elvan! Gue nggak suka lo ngomong kayak gitu."
"Kenapa enggak?" tanya Elvan sembari menatap wajah Edreana dari samping.
Untuk beberapa saat keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Seperti sudah menjadi rutinitas keduanya setiap satu kali dalam seminggu keluar diam-diam dari asrama. Entah itu hanya untuk membeli makanan diluar, menemani satu sama lain balapan, ataupun sekedar tiduran di atas rerumputan sembari menatap langit bertabur bintang seperti yang mereka lakukan saat ini.
"Aku belum siap kehilangan kakak." Edreana menjawab pelan setelah beberapa saat terdiam.
"Kalau memang lo nggak mau kehilangan gue. Kenapa lo nolak jadi pacar gue?"
"Kalau kita putus semuanya berakhir. Dan aku nggak mau. Aku lebih suka kayak gini."
Elvan mengacak-acak rambut Edreana gemas. "Lo aneh. Disaat semua cewek pengen status yang jelas lo malah nggak mau. Nanti kalau gue pacaran sama cewek lain gimana?" Elvan memiringkan tubuhnya untuk lebih leluasa menatap Edreana.
"Nggak mungkin. Kalaupun iya. Enggak masalah sih. Lonya, 'kan suka gue bukan cewek lain."
Elvan tertawa pelan. Sungguh, kepercayaan diri Edreana sangat tinggi, tapi memang benar sih dia hanya menyukai Edreana.
"Jadi, jangan bilang kayak gitu lagi. Gue nggak berani bayangin hidup gue tanpa lo."
Edreana tahu, sangat tahu malah. Mengantungkan hidupnya pada seseorang bukanlah suatu hal yang baik. Namun, Edreana tidak bisa. Ia terbiasa ditemani dan disayangi. Saat Edreana dihancurkan kasih sayang dan memilih pergi, Elvan datang memberikan kasih sayang lainnya. Karena itu Edreana tidak ingin kehilangan yang ia sayangi untuk kedua kalinya.
"Edrea, dengerin gue baik-baik," ucap Elvan dengan nada serius sembari mengengam tangan Edreana. "Enggak ada yang abadi di dunia ini. Perpisahan itu pasti ada. Entah itu karena maut atau salah satu merasa nggak cocok lagi dan memilih pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAKA : Revenge
TeenfikceEdreana Bellova Abraham, awalnya menuruti keinginan orang tuanya untuk pindah ke sekolah yang sama dengan kakaknya untuk memudahkan mencari dalang dibalik kematian seseorang yang telah meninggalkannya. Namun, sosok cowok yang merupakan sahabat kakak...