Chapter 1. Paras Antartika

5.8K 310 21
                                    

Gerbang sekolah, sangat ramai, para remaja beranjak dewasa itu, tengah menikmati euforia kelulusan mereka. Mulai dari bersenda gurau, sampai tangis haru perpisahan, dengan sahabat akrabnya.

Ditengah keramaian itu, ada seseorang yang hanya diam bersedekap dada, dengan tatapan jengah. Ingin langsung pulang, tapi tidak ada satu pun angkutan umum, yang melintas sedari awal ia menunggu.

Hingga, akhirnya, ia memutuskan untuk berjalan menjauh dari keramaian yang membuatnya sesak itu. Berpisah, seolah-olah, mereka tidak bisa bertemu lagi seumur hidup, saja. Merayakan, seolah-olah, pencapaian terbesar dalam hidup, sudah diraih.

Aneh...

Itulah, yang Aza pikir kan tentang manusia-manusia, yang berada di sekitar nya.

Setelah menjauh, Aza memilih untuk memesan taksi online. Karena ia sudah tidak punya stok kesabaran, untuk berdesakan dalam angkutan umum.

"Mba Khanza Alazne?" Aza menatap supir taksi, yang memanggil namanya. Supir itu, berbeda dengan foto, yang ada di aplikasi.

"Disini Driver-nya bapak-bapak Mas." Aza memastikan. Iris matanya, tidak bisa, ditipu, kalau pria didepan nya itu nampak masih seorang pelajar atau mahasiswa.

"Oh iya dek, itu punya mamang saya. Saya gantikan, soalnya beliau sedang ada urusan. Buat tambahan bulanan juga lumayan dek," Aza mengangguk lalu masuk kedalam mobil.

"Habis pengumuman, ya, dek?" Tanya pria itu.

"Hmm." Balas Aza.

"Kok, langsung pulang? Gak dirayain dulu, sama teman-teman nya adek?" Tanya nya lagi.

"Tidak ada." Balas Aza singkat, membuat pria itu tersenyum getir.

"Tipikal muka, sama sikap, yang sinkron." Batin Driver tersebut.

Dari awal bertemu, pembawaan Aza memang terlihat judes dan sombong. Salahnya juga, mencoba mengajak bicara orang yang anti bicara.

Perjalanan selama 30 menit berlalu, dengan kesunyian, hinga mobil berhenti, di depan apartemen elit.

"Biayanya non-tunai ya Mas. Terimakasih." Aza pergi, pria itu tersenyum. Ternyata, memang pembawaan nya saja, yang terlihat sombong dan judes, gadis berseragam SMA itu masih memiliki sopan santun.

Dan lebih terkesimanya lagi, gadis itu juga memberikannya tip yang cukup banyak.

"Untung, masih tau sopan santun nih cewek." Gumam pria itu lalu tersenyum sambil mengarahkan mobilnya meninggalkan pelataran apartemen.

***

SMA berakhir, kehidupan kuliah menanti. Entah kemana ayahnya, akan mendaftarkannya kuliah. Yang jelas, ia akan menolak, jika ia di kirim keluar negeri.

Bias senja, menyapa nya dari balik kaca. Padatnya kota, berganti kelap-kelip lampu, yang nampak indah dari ketinggian. Saat senja, selalu mengingatkan nya, tentang kejadian-kejadian buruk, dimasa lalu.

Dulu, saat senja tiba, ia akan duduk dengan gemetar, di balik gazebo rumah keluarga nya. Ia takut, kalau ayah atau kakak-kakak nya, pulang dan menemukan dirinya. Kemudian, ia akan disiksa, dan dipukul lagi.

Tapi sekarang, ia tidak akan membiarkan hal seperti itu, terjadi lagi padanya. Ia, hanya berharap, untuk tidak bertemu lagi, dengan orang-orang yang sudah memberikannya luka, termasuk keluarganya.

Setelah matahari terbenam, ia memeluk dirinya dalam kegelapan. Dia hanya bisa percaya pada dirinya sendiri, ia hanya membutuhkan dirinya sendiri. Bukan orang lain. Mereka tahu apa selain menatapnya kasihan.

Warna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang