Side Story 2

388 11 0
                                    

Lagi-lagi disini Gavin yang menjadi korban, ia harus siap diam dan tak dianggap diantara Vino dan Lu'lu. Karena mereka di lingkungan pesantren, mereka tidak diperbolehkan berkhalwat.

"Abang jangan gila deh!" Seloroh Lu'lu saat mereka sudah menjauhi rumah Abah Muhid.

"Kamu pikir aku bercanda Lu'?!" Tatapan mereka saking bertaut.

"Pagi-pagi buta aku kebangun, yang aku pikirkan cuma kamu! Aku udah berusaha menghentikan perasaan aku, dan aku gak mau aku impulsif memilih. Dari sejak lama aku mikirin ini, karena melihat kedamaian yang Aza dapatkan, kebahagiaan yang kamu perjuangkan untuk ini semua. Sejak lama aku memikirkan nya, apa aku akan dapat panggilan yang sama seperti kamu dan Aza? Kapan? Untuk apa? Karena apa?" Tanya Vino.

"Dan mungkin ini saatnya, aku cuma pengen kamu bahagia. Bisa tenang menikmati hidup kamu dan identitas kamu saat ini. Dan aku ingin memberikan semuanya, untuk kamu." Lu'lu masih mendengarkan.

"Selama perjalanan, aku terus memikirkan cara nya." Suara pria itu melemah.

"Dan aku mau kita menikah." Lu'lu kembali membelalakkan matanya.

"Jangan bicara dulu, aku belum selesai." Sergah Vino, wanita itu kembali membungkam mulutnya.

"Aku akan menikahi mu, tapi setelah nya kita bisa membebaskan waktu kita masing-masing. Kamu bebas mengejar pendidikan dan karier kamu, untuk jadi ibu terbaik dan wanita karier di masa depan. Dan aku akan mengenal tuhan ku, agar pantas membawa mu, dan membawa anak-anak kita nanti." Lu'lu terenyuh, rupanya, pria itu masih mengingat candaan nya di masa lalu.

"Kamu gila ya bang!" Seloroh Lu'lu, lalu kembali membelakangi Vino.

"Kamu pernah bilang, hidayah itu harus di jemput. Dan bisa datang kapan saja, dan dari mana saja. Dan mungkin kamu salah satu jalan datangnya hidayah itu ke dalam hidup ku. Maka dari itu, aku akan berusaha mengenal tuhan ku dulu sebelum mencintai kamu." Jelas Vino.

"Ok, fine! Aku terima tawaran abang." Balas Lu'lu.

"Lagi pula, kita sama-sama merasa diuntungkan disini. Tapi, sebelum itu ... Aku ingin tahu, tujuan Bang Vino ngelakuin ini semua, buat apa?" Tanya Lu'lu.

"Aku juga gak tahu, ngelihat muka kamu yang gak tenang, kaya anak kucing jalanan yang kehilangan induknya, bikin aku susah tidur." Balas Vino santai, baru saja Lu'lu hendak menyanggah, suara lain menengahi.

"Jadi beneran kawin, apa kagak sih kalian, sebenarnya? Banyak nyamuk nih!!" Keluh nya.

"Gue udah capek ya, jadi nyamuk kalian." Tambah nya sambil bersedekap dada.

"Gak sopan lo!" Sentak keduanya.

"Well, kapan kalian nikah nya?" Tanya Gavin.

"Secepatnya." Jawab Lu'lu.

"Hari ini." Jawab Vino, yang mereka ucapkan bersamaan. Hingga membuat mereka terdiam sepersekian detik.

"Bang gue tahu, lo itu emang abangnya kak Aza, tapi jangan gitu juga." Kesal Lu'lu.

***

Lu'lu menangis haru dalam dekapan Aza, saat Vino berhasil mengucapkan dua kalimat syahadat. Begitu pun Aza, senyum haru tak luntur dari wajahnya. Kini sang kakak sudah sama seperti nya. Ia berharap seluruh keluarga nya diberi kesempatan oleh Tuhan, agar mendapatkan nikmat nya hidayah.

"Terimakasih ya, Lu' ... Terimakasih sudah menarik kakak ku. Sebagai kakak mu, aku cuma bisa berpesan, setiap rumah tangga pasti akan ada ujiannya. Menikah bukan untuk menyelesaikan masalah, justru malah akan menghadirkan permasalahan lain yang lebih kompleks dari yang sebelumnya. Tapi aku harap kamu bisa melalui semuanya, dan jangan lupakan, walau aku adalah saudara ipar mu, sebelum itu aku sahabat mu. Jadi jangan sekalipun merasa sungkan untuk meminta bantuan." Lu'lu hanya bisa mengangguk.

Acara selanjutnya, adalah acara inti, dimana kalimat ijab dan Qabul akan di lafalkan. Dapat terlihat dari layar yang di pasang pada kamar, tempat nya menunggu bersama para santriwati lain nya, wajah tegang pria yang akan mempersunting nya itu, nampak menggemaskan. Dengan wajah baby face nya, juga keringat kecil yang menetes melalui pelipis nya.

"Muka tegang banget kayaknya," ejek Aza.

Semua melafadzkan hamdalah, setelah para saksi mengatakan kata SAH. Begitpun Lu'lu dan Aza, saling mengucapkan selamat, dan memeluk satu sama lain.

"Shhh ... mmmm aduh ..." Tiba-tiba Aza menyentuh perutnya, terlihat garis kesakitan di wajah nya.

"Kak ... ? Kenapa? Apa udah waktunya?" Tanya Lu'lu.

"Gak tahu, tapi jadwalnya masih seminggu lagi ... Ssshh.... Dari prediksi." Jelas Aza sambil menahan sakit.

Semua mendadak sibuk mengurusi Aza, hanya meninggalkan dua pengantin baru. Mereka sendiri, memang harus pergi paling akhir untuk berbincang dengan Abah Muhid dan berpamitan.

"Jadi nak Arfan, kira-kira kapan nak Arfan akan menetap disini?" Tanya Abah Muhid.

"Secepatnya, abah. Saya mau memastikan Lu'lu mendapatkan pendidikan dan tempat yang nyaman dulu, baru setelah itu saya akan menetap disini." Jelas Vino.

Nama Islam nya adalah Arfan Hashif, yang memiliki makna anak yang dermawan serta bijak dan cerdas, juga memiliki budi pekerti yang baik.

Jujur saja, Vino masih merasa asing dengan nama baru nya. Namun ia sangat suka, terdengar indah saat seseorang menyebut nama baru nya.

Ditatapnya Lu'lu yang lebih banyak diam tertunduk, ia juga menangkap wajah chubby -nya yang bersemu merah. Beginikah yang dirasakan Lu'lu saat mendapat nama barunya? Padahal ia juga penasaran dengan sosok Pricilla Agatha, pasti sosok lebih tidak bisa menjaga image cantiknya, karena Lu'lu yang saat ini saja pecicilan dan sedikit ceplas-ceplos, apalagi dia dimasa lalu.

Bukan membandingkan, hanya saja pasti akan terdapat perbedaan dengan sosoknya dimasa lalu. Putri tunggal, anak bunggu, anak konglomerat, berwajah menarik, pastinya ada banyak egonya yang terluka saat melalui semua proses hijrah nya.

Lu'lu Bibi Haniah

Kau gadis hebat, dan kini gadis hebat itu sudah menjadi wanita ku, calon ibu dari anak-anakku.

"Bang, anaknya kak Aza udah lahir. Lucu ya?" Tanya Lu'lu saat menunjukkan layar ponselnya pada Vino. Karena saat ini Vino tengah menyetir menuju rumah sakit, tempat Aza di rujuk.

"Berarti ulang tahun nya anak nya kak Aza, sama dengan hari Anniversary kita." Disini Vino tertegun, pipinya mendadak panas.

Yang benar saja, mereka baru tadi pagi menikah. Kenapa istrinya sudah mengatakan hari jadi pernikahan mereka yang baru akan terjadi setahun lagi? Benar-benar. Atau dia saja yang terlalu, berlebihan?

Entahlah

***

Qurrotu A'yun Nafidhah

Cucu perempuan pertama, keluarga Kusuma. Gadis kecil yang beruntung, yang akan mendapatkan semua cinta dari keluarganya.

"Bisa-an aja nih princess nya uncle, pengen lihat nikahan nya uncle ya?" Tanya Vino, pada bayi yang sudah terlihat aktif walau baru beberapa jam terlahir ke bumi.

"Muka nya kok, Dikta banget? Boros lo, masa adek gue cuma kebagian mata nya doang." Ucapnya lagi.

"Yah ... Diributin lagi, telat sih lo dateng nya." Seloroh Gavin.

"Pamer aja lo, telat gini gue udah gak jomblo lagi." Balas nya.

"Lah apa hubungannya, bang***!" Terlihat Afi tersentak mendengar teriakkan tadi. Dan tentu saja, hal itu tak luput dari pandangan Aza. Aza merengut sebal pada kakak kembarnya. Melihat itu, Dikta berinisiatif.

"Ehmmmm ... Om-om, dari pada kalian ngerusak kuping anak gue, dengan kata-kata gak pantes kalian, mending pulang deh. Si om pengantin baru buatin adek sepupu lucu untuk Afi, dan om Jomblo bisa segera cari pasangan nya, atau ... " Dikta menatap Aza yang sudah memasang wajah datarnya, pertanda ia sudah sangat tidak ingin melihat orang-orang itu.

"Lah, salah aku apa kak? Kan aku diem aja." Sanggah Lu'lu.

"Dosa suami dosa istri ... Shh ... Shh ... Shh!" Ucap Dikta sambil mengusir mereka semua dari ruang perawatan.

Warna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang