Vino berbaring gusar di atas tempat tidurnya, sore tadi pertemuan nya dengan Lu'lu berakhir tidak cukup baik. Salahnya juga sudah berharab dan memberi harap pada gadis itu. Padahal ia tahu, sedari awal mereka memang tidak bisa bersatu.
"Abang pikir saya punya waktu untuk main-main dengan Abang?" Masih tergambar jelas dibenaknya wajah serius menahan amarah milik Lu'lu.
"Abang tahu...? Semenjak abang rusuh di hidup aku, aku merasa jatuh... Sejatuh... Jatuhnya. Merasa semua perasaan sakit dan kehilangan yang aku lalui ini menjadi sia-sia, hanya karena abang... Jadi saya mohon bang... Stop ngelakuin ini!!! Stop buat perasaan saya ragu." Vino kembali memejamkan matanya saat teringat perkataan yang ia berikan pada Lu'lu.
"Kalau yang membuat kamu resah ada keyakinan kita, aku bisa ikut kamu. Adik ku juga sama seperti mu,...."
"Semuanya gak sesimpel itu bang... Tolong kamu pahami! Aku ini juga masih belajar, dan aku butuh seorang pendamping yang juga bisa menopang ku dalam ilmu spiritual. Kalau kita yang masih sama-sama dasar seperti ini, gimana kedepannya?" Vino kembali meninju angin, dan mengusap rambutnya kasar.
Seumur-umur baru kali ini ia di buat gusar karena wanita, ah tidak Lu'lu belum pantas disebut wanita. Usianya masih sangat belia, tapi sayangnya gadis belia itu akan segera dipinang orang.
Suara ketukan pintu kamar menyadarkan nya, beranjak dan membuka pintu kamarnya. Hingga sosok wanita yang ia cintai setelah ibunya, yang tengah mengandung itu tersenyum menatap nya di hadapannya.
"Kak, boleh aku bicara?" Vino menuntun Aza agar duduk di ranjang nya, sementara ia duduk di samping adiknya itu.
"Langsung pada intinya saja, aku ingin bertanya pada kakak. Apa yang sedang terjadi diantara kakak dan Lu'lu?" Tanya Aza lembut, mungkin karena pembawaan hamil. Aza terlihat lebih dewasa dan lembut, senyumnya pun tidak semahal biasanya.
Sebelum menjawab, Vino bergerak gusar. Bingung dengan apa yang harus di jelaskan pada Aza. Menghela nafasnya, Vino mengumpulkan suaranya.
"Kakak... Sepertinya serius jatuh hati dengannya..." Vino menatap mata Aza yang tidak bisa ia baca jalan pikirannya.
"Kalau kakak memang serius, tunjukkan niat baik kakak." Vino terperanjat, menatap wajah ayu sang adik.
"Kakak udah coba, bahkan kakak udah mulai belajar sholat, dan lain nya. Tapi Lu'lu sendiri berkata, bukan laki-laki seperti kakak yang dia inginkan." Aza mengusap tangan kakaknya.
"Mungkin kakak masih terlihat main-main di matanya. Maka dari itu ia lebih mencari yang pasti kejelasan nya. Coba... Kakak ingat... Berapa kali kakak mencoba maju... Lalu tiba-tiba mundur saat merasa ragu?" Vino tercengang karena Aza mengetahui dirinya dengan baik.
"Aku diantara kalian sebagai adik kak Vino, dan kakak seperguruan Lu'lu sekaligus sahabat. Sedikit banyak Lu'lu cerita tentang permasalahan kalian." Aza terdiam setelah nya.
"Lu'lu sedang sangat membutuhkan perlindungan dan dukungan. Akhir-akhir ini ia kembali di teror oleh keluarganya, bahkan aku meminta Ayah agar memberikan pengawalan untuknya. Karena ada penguntit yang mengikuti nya akhir-akhir ini." Vino diam menyimak.
"Disamping itu, ada banyak pria yang mengajukan lamaran untuk nya. Dan tentu saja Lu'lu merasa bimbang, karena kakak." Vino terperangah mendengar nya.
"Aku?" Tanyanya meyakinkan, Aza mengangguk pasti.
"Aku memang tidak terlalu peduli dengan perasaan yang dirasakan orang lain, tapi aku tidak bisa menutupi kalau she fell in love with you. Jadi... Kalau kakak hanya sekedar penasaran pada Lu'lu,... Aku minta kakak berhenti disini." Vino termenung.
"Minggu depan, Lu'lu akan masuk ke masa khitbah. Dimana kakak tidak bisa sembarangan meminta Lu'lu untuk menjadi pendamping kakak. Kalau kemungkinannya besar... Lu'lu akan menikah dalam waktu dekat." Vino hanya terdiam, merasakan usapan lembut tangan sang adik di kepala nya.
Bibi Lu'lu Haniah
Gadis ceria yang bisa membangkitkan lagi sisi ceria Aza, disadari atau tidak... Vino dapat merasakan banyak perubahan Aza dalam bersikap, semenjak mengenal gadis belia itu.
Gadis yang penuh semangat, dan pantang menyerah. Meski satu dunia melarang nya, sejuta cara nya untuk mewujudkan tujuan nya.
Merasa lelah memikirkan hal yang tidak-tidak pasti, Vino memutuskan untuk memejamkan matanya. Masih ada hari besok yang harus ia penuhi kewajiban nya pada setiap kegiatan dan orang yang terkait.
Pandangan Vino tertuju pada gadis berpakaian serba putih tersebut, wajahnya terlihat ayu. Walau air muka nya terlihat tidak begitu bahagia.
"Selamat tinggal bang, terimakasih sudah menjadi warna hitam dalam cerita ku." Ucapnya kemudian berbalik arah, meraih tangan pria yang tidak bisa Vino ketahui wajahnya.
"Lu'!! Beri aku kesempatan! Kamu harus bahagia Lu'! Jangan paksa diri kamu untuk bahagia dengan keterpaksaan!!" Lu'lu terus berjalan, Vino sendiri heran terhadap kedua kakinya yang tidak bisa di gerak kan.
Dor!!
Dor!!
Pandangan Vino mengabur, menatap gaun putih bersih itu berlumuran darah. Gadis itu juga perlahan memejamkan matanya, memandang wajah Vino yang juga berlumuran darah.
"Temuilah hidayah ... !" Ucapnya, tanpa suara.
Vino berteriak tertahan menahan sakitnya dan saat melihat tubuh gadis yang sudah mencuri hatinya itu diseret kasar.
"Kau hanya bisa menjadi duri dalam daging keluarga kami, My princes." Ucap seseorang.
"Lu'lu!!!" Teriaknya, terjaga dari tidurnya. Tubuhnya basah berkeringat, jantung nya pun berdebar hebat.
Ditatapnya jam yang ada di ponselnya nya yang menunjukkan pukul 2 dini hari. Bergegas mengambil kunci mobilnya, kemudian pergi parkiran mobil di rumah nya.
"Mau kemana Vin?" Tanya Gavin, sepertinya pria itu baru saja berolahraga. Nampak dari tubuhnya yang berkeringat dengan pakaian santainya.
Mengernyit heran, saat Vino mengabaikan nya begitu saja. Gavin mengikuti dalam diam langkah kakaknya, khawatir, karena nampak jelas pikiran Vino sedang entah kemana.
Melajukan mobil secepat mungkin, membelah jalanan yang cukup lengang. Melanggar lampu lalulintas berkali-kali, karena jalanan yang sepi.
"Santai Vin!!! Lo mau kemana sih?! Ketemu tuhan?!" Sentaknya.
Dihiraukan.
Vino tetap fokus mengendarai mobilnya, menuju jalanan yang tidak bisa Gavin kenali karena malam hari. Ditambah kondisi tubuhnya yang masih kelelahan.
Setelah sampai pada gerbang pesantren yang Aza tempati selama hampir dua tahun itu, barulah Gavin tahu kemana tujuan Vino.
Mendatangi langsung pengurus yang merawat pesantren tersebut, dengan penampilan berantakan Vino mengutarakan niat baiknya. Bahkan pria itu mengabaikan tatapan kesal Gavin yang menutup kedua lengannya yang terbuka, karena lengan pendek. Serta pahanya yang terkespos, karena hanya menggunakan celana kolor selutut.
"Apa nak Vino sudah memikirkan betul-betul keputusan nak Vino ini?" Tanya Abah Muhid.
"Iya bah, saya yakin." Jawab Vino lugas.
Sementara itu, Lu'lu yang baru saja melaksanakan shalat tahajud, harus terganggu karena ketukan pintu kamarnya dipagi buta.
"Ada apa Ar?" Tanya Lu'lu, pada Niar, yang mengetuk pintu kamar nya.
"Abah manggil teteh, ada orang yang mau ketemu katanya." Lu'lu pun bersiap, memakai gamis serta kerudung nya.
Berjalan dengan menebak-nebak, apa yang terjadi? Ada apa sebenarnya? Siapa yang ingin menemui nya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkelana di dalam rongga pikiran nya.
"Assalamu'alaikum," Pandangan nya tertuju pada dua tubuh tegap yang tengah duduk di hadapan Abah Muhid.
"Alhamdulillah, orang yang di tunggu sudah datang." Lu'lu tertunduk dalam, tidak berani menatap sekitar.
"Ada masalah apa ya Bah? Kok pagi-pagi begini, saya dipanggil?" Tanya Lu'lu.
"Nak Vino bermaksud untuk meng- khitbah mu." Balas Abah Muhid, dengan gaya khas nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna ✔️
عاطفيةAda banyak hal yang bisa menyebabkan berubahnya karakter seseorang, begitupun dengan seorang Khanza Alazne Mabella. Gadis individu tanpa ekspresi, menatap datar semua hal yang dilihat nya. Dulunya hatinya sangat mendambakan cinta dan kasih sayang, h...