Dikta panik bukan main saat nomor Aza menghubungi nya namun malah orang lain yang berbicara dengan nya, menyampaikan kecelakaan kecil telah terjadi pada istrinya.
"Lo Abang nya?" Tanya panitia perempuan dengan kuncir rambut ponytail.
"Iya," balas Dikta cepat, malas menghabiskan waktu untuk menjelaskan perkara hubungan mereka.
"Gue bawa ke rumah sakit aja," ucap Dikta setelah memesan taksi.
Aza terlihat tidak baik-baik saja, matanya terpejam walau sadar. Bibirnya bergetar menahan sakit. Tiba-tiba darah mengalir dari hidung Aza saat mereka dalam perjalanan.
Disaat seperti ini ponsel Dikta berdering berkali-kali, terlihat kontak Vino yang sudah menghubungi nya belasan kali.
"Halo tuan," jawab Dikta, Vino menanyakan keberadaan mereka.
"Iya, kami sedang perjalanan ke rumah sakit..." Dikta terdiam sejenak saat Vino menanyakan keadaan Aza.
"Dia,... Mimisan tuan." Balas Dikta sambil mengelap darah yang mengalir dari lubang hidung Aza dengan tangannya.
"Baik tuan." Balas Dikta saat Vino meminta nya untuk terus mengabari keadaan terbaru Aza, karena saat ini pria itu sedang diluar negeri.
"Aza... Hei... Tetap sadar ya..." Ucap Dikta mendekatkan posisi Aza agar bersandar padanya. Gadis itu hanya mengangguk.
Begitu sampai ke rumah sakit, Aza langsung ditangani. Tidak ada luka luar yang serius, hanya ada memar di bagian kepala yang terbentur. Karena Aza sempat mimisan, Dokter memastikan dengan melakukan pemeriksaan CT-scan dan Rontgen.
Sambil menunggu hasil lab, Dikta menyuapi Aza sepotong roti. Agar gadis itu bisa meminum obatnya. Selang beberapa waktu keluarga Kusuma datang ke rumah sakit. Saat ini mereka masih di IGD.
"Bagaimana keadaan nya nak?" Tanya Hendri pada Dikta.
"Dokter bilang geger otak ringan, lagi tunggu hasil lab Yah." Balas Dikta.
"Dari awal Ayah sudah tidak setuju Aza ikut kegiatan ini, toh hanya buang-buang waktu saja. Para anak muda yang mengaku senior itu hanya unjuk diri saja, kalau sudah seperti ini, siapa yang tanggung jawab? Itikat mengantarkan Aza ke rumah sakit pun tidak ada, untung Aza satu kampus dengan mu." Dikta hanya diam mendengarkan, tak mungkin menyanggah ucapan sang Ayah mertua.
"Pindah ke ruang rawat saja, agar Aza bisa istirahat. Disini pasti berisik." Titah Hendri.
***
"Bagus, ini baru awal. Lo harus bisa bikin dia lebih celaka." Ucap seorang seorang gadis dengan rambut hitam ombre merah pada gadis berkacamata.
"Ma-makasih Kiran, berkat mu aku bisa lanjut kuliah." Balas gadis berkacamata. Ya, gadis yang sudah membuat Aza cedera.
"Tapi lo harus berhati-hati, ikuti perintah gue. Kapan lo harus berbuat sesuatu pada gadis itu dan kapan lo harus bersembunyi." Ucap gadis itu, Riska mengangguk patuh.
"Aku beruntung memiliki teman sepertimu, terimakasih Kiran." Kirana mengangguk menyeruput segelas Gin miliknya. Hal yang luput dari keluarga Kusuma adalah kebebasan Kirana dengan dunia malamnya, diusianya yang belia ia tidak ragu lagi meminum alkohol dengan kadar yang tinggi. Belum lagi pekerjaan sampingan nya untuk mendapatkan uang, yang mampu mencoreng nama baik keluarga Kusuma jika sampai terkuak.
"Teman kan memang harus saling membantu." Balas Kirana.
Ia tersenyum, puas rasanya saat melihat gadis itu terluka. Sayangnya percobaan nya untuk membunuhnya dengan menukar jus Aza beberapa waktu lalu gagal. Mengumpat kesal pada pria yang kini sudah menjadi suami gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna ✔️
Roman d'amourAda banyak hal yang bisa menyebabkan berubahnya karakter seseorang, begitupun dengan seorang Khanza Alazne Mabella. Gadis individu tanpa ekspresi, menatap datar semua hal yang dilihat nya. Dulunya hatinya sangat mendambakan cinta dan kasih sayang, h...