Chapter 9. Welcome To Our Game

2.3K 185 1
                                    

"Apa maksudnya tadi itu?!" Dikta tidak bisa menahannya lagi, sedari tadi ia menahan diri karena keberadaan Hendri.

"Otak mu cukup lambat memahami rupanya." Balas Aza, kemudian gadis itu merebahkan diri nya. Kepalanya pening, ia butuh memejamkan mata.

"Kenapa kalian orang kaya sangat egois?!" Ucap Dikta dengan intonasi tinggi, tapi Aza mengabaikan nya. Gadis itu malah memejamkan matanya, membuat Dikta merasa sangat kesal.

"Beri saya waktu untuk beristirahat, nanti saya akan mendengar kan protes yang ingin kamu katakan." Ucap Aza dengan mata terpejam.

"Tetap lah disisi saya kalau kamu ingin terhindar dari masalah." tambahnya lagi.

"Justru kamu sumber masalah ku." Batin Dikta seraya mendudukkan dirinya di kursi samping Aza.

***

Keributan tengah terjadi dalam kediaman keluarga Kusuma, mereka semua tidak bisa menerima hal yang disampaikan sang kepala keluarga. Terutama para putra kebanggaan keluarga itu.

"Kenapa Ayah menyetujui nya?" Tanya Davin, pria itu tidak habis pikir dengan keputusan Ayahnya.

"Ayah hanya merasa jika dengan begitu Aza bisa bahagia, ayah menyetujui nya." Ucap Hendri.

"Tapi pria itu tidak sebanding dengan kita yah, bagaimana ia bisa membahagiakan Aza?" Tanya Anton.

"Kamu lupa kalau kita ini Kusuma?" Tanya Hendri balik, ia tidak suka cara berpikir putra nya itu. Karena ia pernah merasakan beratnya ditentang keluarga hanya karena status sosial dan ekonomi.

"Ayah harap kalian tidak berpikiran sempit, ayah tidak membesarkan kalian agar memandang rendah orang lain." Balas Hendri.

"Bukankah Vino sudah mengenal siapa pria itu?" Tanya Hendri, Vino yang sedari tadi hanya diam pun mengangguk kaku.

"Kita hanya perlu memberinya sedikit dukungan saja, aku yakin bocah itu bisa diandalkan." Ucapan itu tidak hanya untuk meyakinkan keluarga nya, melainkan juga untuk dirinya sendiri.

Ia bisa mempercayai Dikta kan?

"Baiklah, ayah tidak meminta persetujuan kalian. Ayah hanya menyampaikan apa keinginan Aza. Ayah harap kalian bisa menerima nya, dan membantu untuk mewujudkan nya." Ucap pria itu, kemudian beranjak pergi meninggalkan keluarganya.

Disisi lain tembok rumah keluarga Kusuma sepasang ibu dan anak perempuan nya sedang mendiskusikan cara untuk menyingkirkan Aza dari keluarga Kusuma. Ya... Siapa lagi, Vienna dan Kirana.

"Kenapa gadis itu selalu bernasib baik sih Ma?" Gumam Kirana, sambil mengenang awal kedatangannya di keluarga Kusuma.

Saat itu ia diperlakukan bak seorang putri, kakak-kakaknya sangat menyayangi nya. Hingga ia merasa besar kepala sebagai satu-satunya nona keluarga Kusuma. Ia selalu dipuji cantik dan pintar, serta berperangai bagus oleh orang-orang.

Ya, wajah nya manis khas wanita jawa. Sedari kecil ia juga sudah sangat terawat penampilan nya. Pakaian yang ia pakai juga selalu merek ternama, ia yakin banyak yang iri padanya saat itu.

Sampai pada ia menemukan Aza, gadis kurus yang memiliki kulit bening khas gadis sunda, wajah oriental nya juga sangat membuat nya iri. Meski banyak memar dan bekas luka yang belum kering pada tubuh gadis itu, ia merasakan kecemburuan yang sangat menusuk. Karena pada keadaan terburuk pun Aza tetap terlihat bersinar.

Oleh karena itu ia berusaha keras untuk membuat Aza selalu dalam masalah, dan berujung disiksa. Ya, mulai dari menuduhnya, merusak pekerjaan gadis itu, melaporkan jika Aza membaca buku dan belajar... Ia tidak rela gadis itu menjadi pintar dan bersinar. Ia merasa hanya dirinya yang pantas menjadi Nona Kusuma.

Warna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang