Dikta memandang wajah ceria Afi, gadis kecil berusia 17 bulan itu memakai gaun yang senada dengan yang Aza dan Dikta kenakan.
Hari ini adalah resepsi pernikahan mereka, sekaligus anniversary pernikahan mereka yang ke 8. Mereka menunda memiliki momongan sampai Aza lulus kuliah, di samping karena kesibukan kuliah Aza, Dikta juga mempertimbangkan kesiapan mental Aza kalau menjadi ibu muda. Ia tidak mau Aza merasa tertekan karena masa mudanya terenggut calon anak nya.
Maka dari itu, mereka menghabiskan empat tahun bersama untuk saling mengenal dan berjuang satu sama lain. Aza yang berjuang dengan kuliah nya, dan Dikta yang tengah merintis usahanya. Dan setelah empat tahun berlalu semuanya terbayarkan.
Qurrota A'yun Nafidhah, gadis kecil yang hadir tepat di semester akhir sang bunda. Membuat nya ikut berjuang bersama sang bunda untuk meraih gelar sarjananya. Dan soal resepsi pernikahan, Aza memang sudah lama memimpikan resepsi pernikahan dimana sang anak juga hadir didalam nya.
Dikta tersenyum memikirkan pemikiran istrinya yang selalu diluar perkiraan. Saat ditanya alasan Aza memimpikan itu semua, wanita itu malah menjawab.
"Aku gak mau nanti anak aku nanyain di mana dia waktu pernikahan Mak Abah nya." Dan apa itu? Mak, Abah?
Dikta kembali tersenyum ketika teringat kembali. Aza sendiri tengah menyalami para tamu. Tidak banyak yang hadir, karena konsep pernikahan yang Aza inginkan adalah intimate wedding. Yang kapasitas tamu undangan nya tidak lebih dari 100 kepala.
Lagipula hanya sedikit yang Aza undang, hanya teman-teman kuliah nya itupun tidak lebih dari lima orang. Dikta sendiri sudah menyeleksi teman-temannya, sisanya keluarga dan kerabat inti Dikta dan beberapa kolega dekat keluarga Kusuma.
"Hai... Cantik... Ikut nikahan mama sama papa ya?" Tanya Ester, teman Aza semasa kuliah.
"Berapa bulan Za?" Tanya Ester.
"Masuk 17, kamu sendiri berapa bulan?" Tanya Aza balik. Ester sendiri memang tengah mengandung, ia menikah dengan sahabat nya sendiri yang masih satu circle pertemanan Aza (termasuk dalam 5 orang).
"Sehat-sehat ya." Ucap Aza sekaligus doa.
"Aamiin, thank you auntie..." Ucap Ester meniru suara anak kecil.
"Samawa bro... Eh... Samawa aja deh... Mau doa pengantin baru... Udah ada ekor nya gini... Happy anniversary ya Za, makasih udah mau terima turunan Jenglot ini." Ucap Esa yang di iringi Tedjo dan Esa. Aza terkekeh, senang melihat kemunculan sahabat-sahabat Dikta ini.
Mereka tidak berubah, setelah bertahun-tahun.
"Cepet pada nyusul dah..." Seloroh Dikta malas, melihat kelakuan ke-tiga sahabat nya yang tidak pernah berubah itu.
"Gue nunggu Afi besar aja." Balas Tedjo, yang langsung mendapat pukulan dari Nanang dan Esa.
"Bisaan aja lo, gondrong!" Keluh Nanang.
"Udah sana pada makan!" Titah Dikta.
"Lo kalo ngomong dijaga ya! Masa seolah-olah kami dateng buat makan." Kesal Esa dengan nada dan wajah serius.
"Tapi bener sih... Gak salah... Ya tapi jangan diomongin juga kali..." Tambah Esa, yang malah mendapat sorakan kesal orang-orang yang mendengar nya.
Mereka pun pergi, kemudian datang Gavin dan Vino menghampiri. Dengan Vino yang membawa Raka, anak dari Anton dan Lena.
"Tadi kan udah kak." Ucap Aza melihat kedua kakak nya menghampiri.
"Kakak gak mau sungkeman lagi sayang, kakak cuma gak rela keponakan kakak dipajang gini. Nanti banyak yang mau." Jelas Gavin, sambil meminta Avi dari pangkuan Dikta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna ✔️
RomanceAda banyak hal yang bisa menyebabkan berubahnya karakter seseorang, begitupun dengan seorang Khanza Alazne Mabella. Gadis individu tanpa ekspresi, menatap datar semua hal yang dilihat nya. Dulunya hatinya sangat mendambakan cinta dan kasih sayang, h...