"Biarpun hati mencoba untuk lapang dada, namun tetep saja yang namanya ikhlas menerima perlu jeda."
. . . . .Renja kira ia tidak akan secepat ini kembali dihadapkan pada situasi yang membuatnya kesulitan bersikap bijak, mengingat fakta kemarin saja yang terasa begitu tiba-tiba untuknya masih mengganggu pikirannya setiap saat. Namun seolah tidak ingin menundanya lebih lama lagi Papahnya langsung mengajaknya untuk bertamu kerumah kekasih hatinya dalam rangka makan malam bersama dua wanita yang Papahnya bilang akan menjadi anggota baru dikeluarga mereka.
Sakit? Tentu saja!
Biarpun hatinya mencoba untuk lapang dada, yang namanya ikhas menerima tidak semudah itu. Ia butuh waktu. Apalagi pertemuan itu hanya berselang satu minggu sejak terungkapnya hubungan sang Papah bersama seorang perempuan bernama Yunita.
Ingin menolakpun ia tidak mampu. Sudah pasti nanti Papahnya akan kecewa. Renja hanya ingin membuat semuanya menjadi lebih mudah. Dan sekarang disinilah ia berakhir, diruang makan yang memiliki desain minimalis dengan kesan moderen didalamnya.
Renja duduk disamping Papahnya yang sedari tadi terus memperhatikan Tante Yunita yang sedang menyajikan hidangan dibantu dengan pelayan rumahnya. Darisamping, Renja tidak bisa membohongi dirinya jika Papahnya sangat terlihat begitu memuja wanita tersebut. Papahnya bahkan terus tersenyum lebar setiap menanggapi ucapan wanita itu.
Papahnya bahagia.
Dan ia sudah benar bukan tidak menghalang-halangi keduanya untuk bersama?
"Renja kelas XI kan yah?" Tanya Yunita.
Renja yang semula tengah melamun sedikit terperanjat, "eh...iya tante, Ren kelas XI."
"IPA atau IPS?" Tanyanya lagi seraya mendudukan diri dibangku yang berhadapan dengan Papahnya.
"IPS tante."
Yunita menganggukan kepalanya mengerti. "Berarti kamu seangkatan sama Haira, tapi Haira ambil di IPA. Pengen jadi Dokter katanya." Ujar Yunita diakhiri dengan kekehan kecil.
"Haira memang gadis yang pintar." Sambung Papahnya bangga.
Wira lalu menengokan kepalanya ke arah anaknya. "Tahun lalu juga Haira jadi perwakilan Olimpiade Matematika tingkat Nasional dari sekolahannya. Hebat kan?" Imbuh Wira.
Mendengar itu Renja hanya mampu tersenyum canggung. Bisa-bisanya ia merasa jika sekarang ia tengah di bandingkan secara tidak langsung. Sial. Kepalanya langsung ia gelengkan untuk mengusir pemikiran negatifnya tersebut.
"Papah rasa kamu nanti bisa belajar banyak dari dia. Pintar dan membanggakan." Ujar Wira ringan.
Oh Tuhan. Renja benar-benar tidak nyaman dengan pembahasan ini. Ia seoalah-olah tengah di hempaskan oleh realita jika ia ternyata bukan apa-apa dibanding dengan gadis bernama Haira tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eshal Renjana (Lengkap)✔
Fanfic"Gala.." lirih gadis itu yang kini menatap nanar ke arah laki-laki disampingnya. "Kenapa hem?" Tanya nya kemudian, satu tangannya terangkat mengusak rambut hitam itu yang dibiarkan tergerai. Cantik, sangat cantik. "Papah.." Gadis tersebut berhenti s...