Hallo gimana kabar kalian?
Kangen banget aku sama kalian
Maaf baru bisa up. Part ini fresh banget baru selesai aku ketik.
Yo ramein. Kalo rame nanti minggu ini aku up lagi yuhuuu
. . . . ."Kita tidak bisa menahan seseorang yang sudah ingin pergi untuk tetap tinggal."
. . . . .Wira mentap jauh kedepan dengan pandangan getir. Rautnya khawatir, jelas saja. Anaknya didalam sana sedang berjuang antara hidup dan mati. Perih, ketika pikirannya terus tertuju kepada Haira yang masih dalam penanganan dokter. Wira juga sadar sepenuhnya akan hatinya yang tengah meringis pilu. Anaknya, kesayangannya, dimana dia sekarang? Malam bahkan sudah kian larut.
Rasa bersalah tidak terelakan lagi. Sebagai seorang Papah nyata ia telah gagal membahagiakan anaknya.
Namun sepertinya rasa penyesalan itu tidaklah cukup walau hanya untuk sekedar membuat Wira menggerakan kakinya dan segera mencari keberadaan Renja. Laki-laki tersebut justru kini masih duduk termangu dikursih tunggu rumah sakit dengan Yunita yang masih menangis. Menyesal sekaligus terkejut akan tindakan gegabah yang diambil oleh anaknya. Membuat Wira berpikir jika Mustahil untuk dia meninggalkan Yunita sendirian dengan kondisinya yang seperti itu.
Pikiran yang bahkan mungkin orang dengan keterbelakangan mental masih lebih waras daripada seorang Papah yang mengaku ingin menikah demi kebahagiaan anaknya justru kini hanya diam, tidak melakukan tindakan apapun. Padahal beberapa waktu lalu, ia menyaksikan sendiri bagaimana anaknya pergi dengan membawa luka dihatinya.
Syukurnya, tidak berselang lama dokter yang menangani Haira kemudian keluar dari UGD di ikuti beberapa perawat lainnya yang sibuk membereskan peralatan yang mereka gunakan selama penanganan.
Segera Wira dan Yunita bangkit dari duduknya dan menghampiri dokter tersebut.
"Bagaimana keadaan anak saya dok?" Yunita langsung bertanya. Demi Tuhan, ia tidak akan pernah memaaf kan dirinya sendiri andai kata terjadi hal-hal buruk kepada anaknya.
Sejenak dokter tersebut menghela nafas panjang. Membuat nafas kedua orang dihadapannya sejenak tercekat.
"Syukur pasien baik-baik saja. Sayatan dipergelangan tangannya tidak terlalu dalam. Pembuluh darahnya memang terluka namun kami berhasil menanganinya dengan baik," Dokter tersebut berhenti sejenak. Namun baik Wira ataupun Yunita tahu jika Dokter tersebut belum selesai berbicara. "Untuk saat ini pasien masih dalam pengaruh obat bius. Pasien baru akan sadar dalam waktu 1 jam kedepan."
Lega.
Apa yang dijelaskan oleh dokter tersebut bagaikan oase ditengah-tengah padang pasir.
Dua manusia paruh baya tersebut sepenuhnya dapat menghela nafasnya dengan lega. Senyuman samar bahkan tercetak dibibir ranum Yunita.
"Baik dokter. Kami ucapkan banyak terimakasih."
Dokter pun mengangguk. "Pasien akan segera dibawa keruang inap. Kalau begitu saya pamit dulu, permisi." Setelah berpamitan, dokter pun langsung melenggang pergi. Menyisakan Yunita dan Wira dalam keheningan. Tidak ada yang berniat memulai pembicaraan hingga kemudian dua orang perawat muncul seraya mendorong brankar milik Haira. Anaknya terbaring lemah disana, wajahnya pucat. Pun dengan matanya yang terlihat masih agak bengkak karena terlalu banyak menangis hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eshal Renjana (Lengkap)✔
Fiksi Penggemar"Gala.." lirih gadis itu yang kini menatap nanar ke arah laki-laki disampingnya. "Kenapa hem?" Tanya nya kemudian, satu tangannya terangkat mengusak rambut hitam itu yang dibiarkan tergerai. Cantik, sangat cantik. "Papah.." Gadis tersebut berhenti s...