B a b _ e m p a t p u l u h e n a m

14.5K 601 57
                                    

"Ketika diam menjadi satu-satu nya cara yang bisa dilakukan untuk menelan segala duka dan luka yang ada."
. . . . .

Terhitung sejak kejadian Raiyana yang akan mengajak Renja untuk pergi. Wira kemudian benar-benar membatasi setiap gerak-geriknya. Sekalipun Renja tidak pernah dibiarkan keluar rumah tanpa didampingi Pak Didi disampingnya. Ruang gerak Renja benar-benar terbatas. Bahkan walau hanya untuk sekedar bermain dan menghabiskan waktu bersama Nadi seperti biasanyapun Wira tidak mengijinkan.

Kemarin Wira kembali menambah jadwal les nya untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Renja bahkan sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk menolak itu karena Wira yang langsung bergegas pergi setelah menyampaikan kabar tersebut. Bahkan kini meski mereka tinggal dalam satu atap yang sama, Renja merasakan jika jarak diantara keduanya kian terbentang jauh.

Sebagian besar waktu Renja akhirnya dihabiskan untuk berdiam diri dalam kamar. Tidak jarang ia mendengar suara canda tawa yang berasal dari ketiganya. Tak pelak hati Renja kian dirundung pilu. Perubahan ini benar-benar menyiksanya, membuat gadis tersebut berakhir menangis disepinya malam. Menenggelamkan wajahnya pada bantal guna meredakan isakan tangisnya yang mungkin akan terdengar berlebihan. Terlebih sejak kepergian Tantenya ke luar negeri, rasa sepi kian mengukung Renja tanpa kenal waktu.

Bahkan dihari Minggu ini Renja hanya menghabiskan waktunya diatas kasur. Jika dulu mungkin hari Minggu akan ia gunakan untuk CFD an bersama Papahnya. Maka untuk sekarang semuanya sudah berubah total. Jangakan untuk pergi bersama. Memiliki waktu luang berdua untuk sekedar berbicarapun dengan Papahnya merupakan moment yang sangat langka.

Kedua mata Renja yang semula terpejam kemudian terbuka ketika telponnya berdering. Menandakan ada panggilan masuk.

Ketika melihat nama pemanggil tersebut lantas kening Renja berkeryit.

"Hallo..."

"Ren tolongin gue." Terdengar nada frustasi dari arah sebrang sana. Segera Renja bangkit dari tidurnya.

Jantungnya langsung berdebar cepat.

"Lo kenapa?" Saut Renja khawatir.

"Cepet ke rumah. Gue tunggu!"

"Ap...." Renja tidak lantas melanjutkan kalimatnya ketika panggilan diputuskan begitu saja.

Takut hal buruk tengah menimpa temannya itu, Renja langsung saja bergegas. Ia bahkan tidak perduli sekalipun saat ini masih mengenakan baju tidur berwarna biru dengan motif kelinci yang memenuhi hampir seluruh bagian kainnya.

Renja langsung berlari. Rambutnya bahkan ia ikat asal. Tidak ada hal lain yang terlintas dipikirannya selain hal-hal buruk yang seketika membuat kepalanya pening.

Tidak butuh waktu lama untuk Renja sampai dirumah temannya. Gala. Tanpa sungkan Renja langsung saja masuk kedalam rumah tersebut. Tepat berbarengan dengan Tante Lita yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa 1 piring berisi berbagai macam buah yang sudah di iris.

"Hey sayang, selamat pagi." Sapa Lita ramah. Wanita paruh baya tersebut tersenyum lebar melihat kehadiran Renja yang rasanya sudah lama sekali tidak pernah main ke rumahnya.

"Pagi tan." Jawab Renja. Tentu gadis tersebut berjalan menghampiri Lita lalu mencium pipi wanita tersebut tanpa sungkan. Melihat Lita yang terlihat biasa saja seketika debaran Jantung Renja berangsur-angsur kembali normal. Sudah tentu bukan jika terjadi sesuatu yang buruk kepada Gala tante Lita tidak akan mungkin setenang ini.

Lita lantas menarik tangan Renja untuk ikut duduk bersamanya.

"Kenapa sekarang jarang main kesini? Tante kangen kita masak bareng." Ucap Lita seraya tangannya menusukan garpu yang dipegangnya pada buah apel. Kesukaan Renja. Lalu disodorkannya kearah Renja yang tentu saja disambut Renja dengan suka cita.

Eshal Renjana (Lengkap)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang