"Jangan merasa paling tau segalanya jika saling berbicara juga tidak!"
. . . . .Renja berjalan menuruni setiap anak tangga dengan langkah ringan. Jam masih menunjukan pukul enam dan dia sudah rapih dan cantik dengan rambutnya yang hari ini dia kuncir kuda.
Hari masih pagi tapi semangatnya benar-benar menguap entah kemana.
Pokoknya hari ini Renja sedang berada di fase menglelah, mengletih, menglesu. Mengmalesss banget buat ngapa-ngapin juga. Bahkan wajah cantiknya benar-benar sudah tidak dapat dikondisikan lagi.
"Pagi sayang.."
Wajahnya yang semula tertekuk langsung berseri mendapati Papahnya yang sudah berada di meja makan dengan tangan membawa segelas air susu putih.
"Eiyy...Pagi Pah," Serunya "Pulang jam berapa?" Tanya nya seraya memberikan satu ciuman manis di pipi Wira.
"Papah sampe rumah jam sepuluh Malam. Dan kamu sudah tidur pulas dikamar."
"Ren gabut pah. Nggak tau mau ngapain. Jadi yaudah Ren tidur aja." Curhatnya.
Mendengarnya Wira terkekeh gemas, apalagi melihat bibir anaknya yang dimanyunkan. Lucu.
"Nah, diminum dulu susunya." Ucap Wira memberikan segelas susu buatannya.
"Makasih Pah..."
Senyum Renja lebar sekali. Wajahnya juga begitu berseri. Anak itu benar-benar memiliki positive vibes untuk orang-orang yang berada disekitarnya.
Wira pikir dengan sifat anaknya yang memang mudah untuk disukai orang akan membuat semuanya menjadi lebih mudah. Dan Wira percaya, jika anaknya yang tidak banyak menuntut itu tidak akan mengalami kesulitan yang berarti untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya. Yakinnya. Lagipula ini sudah terlalu lama. Renja juga sudah dewasa untuk dapat memahami semuanya. Untuk itu Wira tidak mungkin membiarkan kekasih hatinya menunggu lebih lama lagi.
Takpelak meskipun kegundahan itu masih terus menggelayuti perasaannya. Ia hanya dapat berharap dan percaya jika keputusan yang sudah diambilnya merupakan langkah yang paling tepat demi kebaikan semuanya. Ia sungguh berharap semoga dengan ini anak manisnya tidak lagi merasakan kesepian apalagi ketika harus ia tinggalkan ke luar Kota untuk urusan pekerjaan. Disamping itu juga ia merasa butuh, butuh kehadiran seseorang untuk mendampinginya dikala usia senjanya nanti.
"Ayo cepat selesaikan sarapan kamu. Lalu kita berangkat kesekolah."
Renja mengentikan pergerakan tangannya yang akan menyuap. "Ini maksudnya Papah mau nganterin Ren kesekolah?"
"Iya.."
"Serius...?"
Kening Wira berkeryit, heran dia. "Ya serius lah. Kenapa? Kok kayak gak percaya gitu?"
"Ya Ren kaget aja. Lagian arah sekolah Ren sama kantor Papah berlawanan loh."
"Iya terus?"
"Nanti Papah telat. Ren sama Pak Didi aja atau nggak numpang ke Gala."
"Ya nggak papa dong telat juga. Kan Papah bos nya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eshal Renjana (Lengkap)✔
Fiksi Penggemar"Gala.." lirih gadis itu yang kini menatap nanar ke arah laki-laki disampingnya. "Kenapa hem?" Tanya nya kemudian, satu tangannya terangkat mengusak rambut hitam itu yang dibiarkan tergerai. Cantik, sangat cantik. "Papah.." Gadis tersebut berhenti s...